PAYAKUMBUH, POTRETKITA.net - Bacaan yang dibaca seseorang sejak kanak-kanak akan diketahui pengaruhnya, paling lambat dua puluh tahun ke depan. Ragam dan jenis bacaan yang disuguhkan, membentuk karakter dan psikologis anak.
ilustrasi sayangianak.com |
Temuan ini, menurut akademisi IAIN Bukittinggi Buya H. Irwandi Nashir, adalah riset yang pernah dirilis Oxford University, Inggris. Riset itu, menurutnya, berawal dari penyelidikan terhadap negara-negara maju yang bangkit dari keterpurukan.
Dengan demikian, sebut Buya Irwandi, negara-negara yang pernah hancur itu hanya butuh waktu sekitar dua puluh tahun untuk mengejar ketertinggalannya.
"Jepang yang hancur karena bom pada 1945, dua puluh tahun kemudian tepatnya pada 1964 menjadi salah satu negara dengan GNP (Gross National Product) terbesar yang sejajar dengan Amerika Serikat dan Uni Soviet", ungkap penggiat dakwah dan literasi dari Sumatera Barat ini.
Irwandi Nashir yang juga direktur Indonesia Da'wah Studies Institute (IDSI) itu mengatakan, jangka waktu dua puluh tahun itu mengingatkan kita pada lamanya al-Quran diturunkan kepada nabi Muhammad SAW yang memakan waktu sekitar 22 tahun lebih. Ternyata, tegasnya, ada isyarat di balik masa dua puluh dua tahun itu.
Fakta ini, menurut Irwandi kemarin di Payakumbuh, mesti disikapi dengan terus menumbuhkembangkan minat anak untuk membaca dari dini.
Menurutnya, cara yang paling efektif adalah dengan keteladanan dan mengkondisikan anak agar punya motivasi tinggi untuk membaca. Era digital saat ini juga mesti dimanfaatkan semaksimalnya untuk mengatrol minat baca anak.
"Orang tua dan guru diharapkan tak sekedar menghimbau anak agar rajin membaca, tapi berusahalah untuk memberi keteladanan. Di rumah, sekolah, tempat rekreasi bahkan di tempat ibadah mesti ada suasana dan fasilitas ruang baca yang nyaman dan membangkitkan selera membaca anak-anak", sarannya.
Pakar Ilmu Psikologi Dr. Setiawati Intan Savitri, dalam jurnal LPMP Kemendikbud beberapa waktu lalu menjelaskan, sesungguhnya selain berdampak terhadap kecerdasan kognitif, memberikan bahan bacaan yang tepat terhadap anak juga mendorong terjadinya kecerdasan moral dan sosial.
Tahap perkembangan moral anak, ujarnya, terpola kepada tiga tahapan. Pada usia nol hingga sebelas tahun, jelasnya, anak berada pada tahap preconventional atau mengenali yan benar dan yang salah. Buku-buku bacaan yang diberikan kepada anak pada tahap ini idealnya adalah buku yang mengajarkan bahaiana cara berbagi dan menghargai orang lain.
Berikutnya usia sebelas hingga 18 tahun saat anak berada pada membutuhkan role model dari orangtua. Buku atau bahan bacaan yang diberikan terkait dengan pertemanan, persahabatan, konflik dengan teman, guru atau tetangga, serta bagaimana cara menyelesaikan persoalan tersebut.
Lalu, anak memasuki usia 18 tahun, kecerdasan moral mereka sudah sampai pada tahap mempelajari aturan hukum dan etika universal. Dalam kondisi seperti demikian, jelasnya, sewajarnya jenis informasi dan bahan bacaan yang diberikan pun menyesuaikan dengan tahap perkembangannya itu.
Sedangkan anak yang berada pada usia 18 tahun ke tas, mereka perlu didampingi dengan bacaan yang memahami kondisi mentalitas, intimidasi, dan isolasinya.(musriadi musanif)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar