Shalat dan Berqurban - Potret Kita | Ini Beda

Breaking

Post Top Ad

Post Top Ad

20 Juni 2022

Shalat dan Berqurban

 

Oleh Dr. Suhardin, M Pd.
(Dosen Universitas Ibnu Chaldun Jakarta)

“Sungguh, Kami telah memberimu (Muhammad) nikmat banyak. Maka laksanakanlah shalat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah) Sungguh, orang-orang yang membencimu dialah yang terputus (dari rahmat Allah)”. (QS. Al-Kautsyar (108):1-3).


SHALAT perintah yang wajib dilaksanakan. Karena qaedah ushul fighi al-ashlu fil amr lil wujub (asal dari sesuatu perintah itu wajib dilaksanakan). Kata shalat perintah langsung dari Allah SWT  fa shally, maka shalatlah. Perintah yang harus dilakukan oleh setiap orang-orang yang beriman kepada Allah SWT, demikian juga halnya dengan nahr, berqurbanlah. Qurban wajib dilakukan oleh setiap orang-orang yang beriman.


Tetapi karena berqurban syariat yang memiliki keterkaitan dengan kemampuan finansial orang-orang yang beriman, dan garisan yang ditetapkan oleh Nabi Muhammad SAW khusus bagi orang-orang yang berkemampuan finansial. Ulama fighi mensepakati bahwa berqurban hukumnya sunnat muakkad, sunnat yang sangat utama, hampir mendekati kewajiban. 


Shalat ubudiyah individual dan vertikal kepada Allah SWT. Shalat sudah diperintahkan oleh Allah SWT kepada ummat nabi-nabi sebelum Nabi Muhammad SAW. Seperti Nabi Musa AS dalam penerimaan perintah pertama yang ditekankan oleh Allah SWT adalah mengenal diri-Nya dan shalat. 


“Maka ketika dia mendatangi (ke tempat itu) dia dipanggil “wahai Musa!. Sungguh Aku adalah Tuhanmu, maka lepaskanlah kedua terompamu. Karena sesungguhnya engkau berada di sebuah lembah yang suci, Tuwa. Dan aku telah memilih engkau, maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan kepadamu. Sungguh, Aku ini Allah, tidak ada tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dan laksanakanlah shalat untuk mengingat Aku”. QS. Taha (20):11-14).


Perintah pertama yang diberikan kepada Nabi Musa AS adalah shalat untuk mengingat Allah SWT. Shalat ibadah fardiyah yang bersifat vertikal, komunikasi dan interaksi langsung antara hamba dengan khaliknya. Shalat ritual utama untuk mengingat dan menyembah Allah SWT, Tuhan semesta alam, tempat meminta dan tempat kembali pada akhir ajal manusia di muka bumi ini. Shalat pada setiap muslim bermakna dalam kehidupan: pertama, media utama komunikasi vertikal mukmin dengan Allah SWT.


Dalam pelaksanaan shalat seorang mukmin dianjurkan untuk melakukan curhatan kepada Allah SWT. Curhatan utama hanya kepada-Nya. Curhat kepada manusia belum tentu mendapatkan pertolongan, sekalipun mendapatkan pertolongn boleh jadi meminta imbalan. Allah SWT memberikan pertolongan kepada hamba-Nya tanpa imbalan apapun kecuali hanya ketaqwaan hamba kepada khalik-Nya. 


Kedua, shalat memberikan optimisme kepada individu dalam menjalankan kehidupan menuju tujuan utama. Problematika yang dirasakan manusia dalam kehidupan, kesulitan ekonomi, permasalahan sosial, permasalahan keluarga, permasalahan karier, permasalahan pekerjaan, semua dapat diselesaikan hanya dengan melaksanakan shalat.


Dalam Shalat, seorang hamba meminta untuk diampuni segala dosa yang telah dilakukan, meminta untuk disayangi oleh Allah SWT, meminta untuk dikabulkan permintaannya, meminta untuk diberikan petunjuk untuk menyelesaikan masalahnya, meminta untuk diberikan rezeki yang sesuai dengan kebutuhan hidupnya yang terbaik. Belum tentu rezeki yang banyak membuat hidupnya baik, juga boleh jadi kekurangan rejeki itu sesuatu hal yang terbaik bagi dirinya. 


Ketiga, shalat memberikan kebahagian dan ketentraman spiritual manusia yang mengerjakan. Orang beriman dianjurkan meminta tolong hanya kepada Allah SWT dengan sabar dan shalat. “Wahai orang-orang yang beriman! Mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. Sungguh, Allah beserta orang-orang yang sabar”. (QS. Al-Baqarah (2):153)      


Guncangan psikologis yang dialami oleh manusia akibat terpaan musibah yang dihadapi, terapi solutif yang sangat effectif adalah shalat. Shalat membuat seseorang dalam koridor kesabaran. Kesabaran potensialitas diri untuk bangkit dari suasana bathin yang mengalami turbulance psikis menuju proses self appresial (menghitung kekuatan diri) dan self coping (penanggulangan diri). 


Terpaan permasalahan kehidupan kepada munusia dapat berupa, kehilangan anggota keluarga, kehilangan property, kehilangan infentory, dan kehilangan profesi. Permasalahan ini dicoba secara alamiah oleh jiwa manusia untuk mengukur kadar permasalahannya.


Kadar permasalahan tersebut secara simultan juga mengundang kekuatan jiwa untuk menggali dan memanggil potensialitas diri untuk menanggulangi permasalahan tersebut. Media yang strategis untuk menumbuhkan itu ada dalam habitat shalat. Shalat menyuburkan potensialitas coping dalam diri manusia, sehingga manusia kuat dan tegar dalam menghadapi aneka permasalahan kehidupan. Mustahil orang-orang yang shalat mengalami depresi, ilusi, agresi dan stress. Orang shalat stabil, tenang, dan tangguh terhadap permasalahan diri yang dihadapinya. 


Ketiga, shalat benteng diri dari fahshak wal munkar. Perbuatan yang bertentangan dengan norma-norma agama yang memalukan dan menjijikkan disebut dengan fahsha, ia tercipta dari bisikan setan kepada manusia melalui sahwat manusia. Kemungkaran bentuk perlawanan manusia terhadap nilai-nilai kebenaran Islam disebabkan oleh dorongan hawa yang ada pada dirinya.


Manusia tega untuk berbuat zina, padahal dia malu kalau itu terungkap, ini adalah wujud dari fahsya. Manusia tega melakukan korupsi, terkadang dia juga bangga dengan perbuatan itu sekalipun bertentangan dengan nilai Islam, ini wujud dari kemungkaran. 


Shalat yang dilakukan secara teratur dalam wujud iman dan ikhlas karena Allah SWT akan dapat mengeliminasi perbuatan tersebut. “... sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan munkar...” (QS. Al-Ankabut (29):45).


Shalat menjadi perisai, benteng dan pelindung orang-orang yang mengerjakannya dari godaan setan yang membisiki manusia untuk melakukan perbuatan keji dan munkar. Orang yang mengerjakan shalat tidak akan mampu ditaklukkan untuk melakukan perbuatan keji dan munkar.  


Keempat, penguatan keikhlasan. Ikhlas esensi iman. Orang yang beriman tertuju segala yang dilakukan untuk Allah SWT dan menempuh jalan yang telah disyariahkan oleh Allah. Orang ikhlas tidak mampu digoda oleh setan. Setan hanya mampu membolak balikkan hati orang yang memiliki keimanan yang tidak konstan, tetapi bolak balik, apalagi dicampur dengan riya, yang mengarahkan kepada perbuatan syirik kepada Allah.


Penegasan Allah SWT: illa ngibadaka minhumul mukhlisin, kecuali dari hamba-hambaKu yang ikhlas. Ikhlaslah kekuatan utama hamba dari godaan setan yang telah berusaha menjadikan kejelekan dunia ini menjadi indah. Perbuatan fahsya dan munkar indah dipandang, enak dinikmati, terpandang dan terhormat dalam komunitas, tetapi pada akhirnya menjadi sebuah penyesalan dalam kehidupan.


Ibadah shalat yang ditekuni oleh kaum mukminin akan menjadi zonasi nyaman kebaikan, yang sukar ditembus oleh godaan kemungkaran. Shalat sebagai ozonisasi antara keimanan  dengan kesesatan. Orang yang konsisten dalam menegakkan shalat dalam kehidupan, niscaya tidak dapat ditembus oleh bala tentara setan yang mengajak kepada kemungkaran. 


Kelima, identitas keshalehan. Orang shalat terpancar nuansa keshalehan personal dalam dirinya tatkala berinteraksi dengan orang lain. Aura kebaikan memancar dalam tindakan dan perbuatan nyata di tengah kehidupan sosial budaya. Orang shalat akan malu dalam melakukan kesalahan. Shalat memelihara diri pribadi orang mukmin untuk tetap dalam kesalehan individual menjadi kesalehan sosial.


Kesalehan sosial melahirkan budaya, adab, tatanan dan sistem sosial yang memancarkan wajah keteduhan Islam dalam percaturan budaya dan peradaban. Peradaban Islam yang dipancarkan oleh kepribadian muslim shaleh dan shalehah, menyinari kehidupan manusia dipermukaan bumi, mengajak kepada kebaikan dan mencegah dalam perbuatan kemungkaran. 


Keenam, shalat basis utama peradaban. Shalat yang benar, dicerminkan dengan akhlaqul kharimah, menjaga diri dari perbuatan keji dan munkar. Orang yang shalatnya benar musrahil untuk berbuat korupsi. Orang yang shalatnya benar mustahil melakukan mafia peradilan yang pada akhirnya menzalimi orang yang tidak bersalah. Menjatuhkan vonis kepada orang yang yang benar. 

Mencari dalih untuk menghukum orang yang ditargetkan. Shalat menjauhkan orang-orang yang mengerjakannya dengan benar untuk berbuat kemungkaran dan kezaliman tersebut. Shalat gerbang utama untuk masuk dalam wilayah peradaban utama, ummat terbaik yang mengajak segenap komponen masyarakat untuk berbuat kebaikan dan mencegah untuk berbuat kemungkaran.


Whasatiyah Islam dan khaira ummat dapat terbangun dengan baik, dengan berusaha untuk memastikan bahwa ummat benar-benar menegakkan shalat, bukan hanya mengerjakan shalat. 


Mengerjakan shalat cukup dengan memperhatikan indikator tuma’ninah secara arkanus shalat telah dapat dibenarkan. Tetapi bagaimana mengimplementasikan nilai-nilai shalat dalam kehidupan nyata, berinteraksi dengan manusia lain, memperlakukan makhluk ciptaan Allah di alam raya, menguatkan personal menjadi pribadi utama dalam beramal, menegakkan dan menjunjung tinggi nilai-nilai Islam dalam kehidupan sosial dan budaya, mewujudkan ummat Islam sebagai komunitas sosial terbaik di tengah percaturan kehidupan multi keyakinan, multi iman dan multi ideologi, merupakan esensi utama dari menegakkan shalat. Shalat hidup dalam kehidupan, bukan shalat sebagai ritualistik semata, sarat dengan perdebatan dan saling klaim sah dan tidak sahnya shalat. 


Demikian juga berqurban. Qurban secara fighiyah menyembelih hewan ternak untuk satu keluarga yang diperuntukkan kepada keluarga yang lain, yang mengalami kekurangan dalam kehidupan ekonomi dan finansial. Qurban didorong oleh keimanan yang dalam pada diri orang mukmin untuk menjalankan syariah yang sudah digariskan oleh Allah SWT.


Allah SWT tidak meminta darah dan daging qurban yang disembelih, tetapi Allah SWT menagih dan membeli ketaqwaan yang ada pada diri kaum mukminin tersebut dengan surga yang sudah dijanjikan-Nya. 


Ibadah qurban menghidupkan kemanusiaan orang yang beriman dan menyembelih sifat kebinatangan yang ada pada diri kaum mukminin. Kepedulian kemanusiaan hidup dalam bentuk: pertama, berbagi dengan sesama manusia yang membutuhkan, di atas ketundukan dan ketaatan atas perintah Allah SWT yang menyuruh orang beriman berkurban.


Kedua, berqurban memberikan kepastian kepada kaum muslimin dan manusia secara umum untuk berada pada kepastian mendapatkan gizi dan nutrisi yang seimbang antara  hewani dan nabati. Hewan memiliki banyak protein, lemak, tiamin, ribovflavin, mineral, yang dapat diseimbangkan dengan nutrisi yang berasal dari nabati. Keseimbangan ini membuat pertumbuhan dan perkembangan manusia menjadi lebih baik dan mampu melakukan produktifitas yang tinggi. 


Ketiga, berkurban memberikan harmonisasi kehidupan sosial, menkonsolidasikan dan mensolidisasikan antar individu dalam komunitas dan antar komunitas dalam kehidupan sosial budaya. Penyelenggaraan ibadah qurban dapat mengintegrasikan berbagai eksponen kehidupan sosial menjadi sebuah kekuatan sosial yang masif untuk gerakan kemanusiaan yang adil dan beradab.  


Sebaliknya juga ibadah qurban dapat membuang sifat-sifat kebinatangan yang menghinggapi individu manusia secara sengaja dan tidak sengaja. Diantara sifat kebinatangan tersebut; pertama, egois, individualistik. Manusia yang berusaha untuk meraup yang bersifat keuntungan untuk dirinya dan keluarganya.


Kedua, serakah. Manusia yang eksploitatif, menguasai secara totallity akses sumber daya alam untuk kepentingan diri dan kroni. Ketiga, tuna etik dan dan adab. Regulasi dikebiri untuk ambisi dan kejayaan golongan. Keempat, tidak mau belajar dengan situasi dan kondisi demi ambisi dan gengsi yang tinggi.


Kelima, hidup untuk makan, semua dimakan dalam rangka melangsungkan kehidupan, tidak berpikir dengan moralitas, etika, kesopanan, kepantasan, kebudayaan dan  adab serta peradaban.  


Sifat binatang inilah yang dibuang dalam diri manusia dalam rangka hari nahr, sekalipun secara finansial tidak memiliki harta untuk berkurban, tetapi perlu melakukan evaluasi diri menginfentarisasi dan mengidentifikasi beberapa sifat bahimiah tersebut untuk disembelih, dibuang dan dibangun menjadi sifat kemanusiaan dan kepedulian terhadap kemanusiaan. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Top Ad