PADANG, POTRETKITA.net - Perempuan yang Mendahului Zaman adalah sebuah buku biografi, namun ditulis dengan gaya novel oleh Khairul Jasmi.
Buku itu diterbitkan Republika dan telah mengalami beberapa kali cetak ulang. Kini, novel yang terbit beberapa tahun lalu itu kembali jadi perbincangan, seiring dengan diselenggarakannya kegiaan Festival Ekonomi Syariah Minangkabau 2022, Kamis (28/7), di Padang. Kegiatan festival dilaksanakan oleh Bank Indonesia.
Pimpinan Perguruan Diniyyah Puteri Fauziah Fauzan El-Muhammady, pada momen penting itu tampil sebagai moderator. Sebenarnya ada satu buku lagi terkait Diniyyah Puteri yang dibedah, bersamaan dengan buku yang mengisahkan perjalanan hidup pendiri Diniyyah Puteri, yakni novel Cerita Farca karya Faizatunnawa Alisha Fathimatuzzahra, santri MTsS DMP Diniyyah Puteri.
Widya Novi Susanti dalam reviewnya tentang buku Perempuan yang Mendahului Zaman, pada laman www.dyaread.com tayang pada 24 Januari 2021 menguraikan, Rahmah El-Yunusiyyah yang diceritakan dalam buku adalah satu-satunya yang diberi gelar Syekhah oleh Universitas Al Azhar, Cairo, Mesir. Universitas ini, meniru Diniyyah Puteri. Rahmah mendahului Al Azhar. Rahmah mendahului zaman. ia paling dulu mengibarkan Sang Merah Putih pada 1945 di Ranah Minang bahkan mungkin di Sumatera.
Syehkah Rahmah El Yunusiyyah terlahir dari orang tua yang begitu taat kepada Allah SWT. Ia adalah anak bungsu dari lima bersaudara. Membumi di Minangkabau adalah sebuah takdir yang nantinya membawa Rahmah sebagai pahlawan bagi tanahnya. Walaupun ia serang perempuan, ia tumbuh bak ayam betina yang berkokok. kuat dan berani. Keinginan terbesarnya adalah membangun sekolah khusus kaum perempuan.
Dengan restu yang diberikan orang tua, keluarga dan kaumnya Rahmah akhirnya mendirikan sekolah bernama Diniyyah Puteri. Pada awalnya sekolah ini banyak menjadi bahan perbincangan orang-orang karena dibalik berdirinya sekolah ini adalah seorang perempuan, pun ditengah gejolak kekuasaan Belanda saat itu.
Seiring berjalannya waktu, nama Etek Amah semakin melejit berkat usahanya mendirikan sekolah dengan dasar islam dan prinsip - prinsip yang ia punya. Sekolah ini pernah dibuat ambruk oleh gempa. Namun Etek Amah tidak menyerah begitu saja. Ia berkelana keliling Sumbar untuk menggalang dana. Diniyyah Puteri pun kembali bersinar berkat belaiu.
Kini, di bawah pimpinan Bu Zizi --begitu Fauziah Fauzan El-Muhammady akrab disapa, Perguruan Diniyyah Puteri telah berkembang begitu pesat. Bu Zizi mengatakan, lembaga pendidikan yang didirikan Rahmah El-Yunusiyyah pada 1 November 1923 itu bertekad menciptakan sejuta guru untuk Indonesia, melalui lembaga-lembaga pendidikan yang diasuhnya.
Selain guru, Diniyyah Puteri juga bertekad mendidik calon-calon teknokrat, dokter, politisi, pengusaha, dan ahli yang dibutuhkan untuk mensejahterakan umat manusia. ‘’Para santri Diniyyah Puteri juga kita persiapkan menjadi istri-istri pejabat negara, pengusaha, politisi, pakar, dan sebagainya yang menguasai, memahami dan mengamalkan Alquran beserta Sunnah dengan baik,’’ ujarnya.
Berbicara tentang Rahmah yang dikisahka dalam novel yang dibedah itu, Bu Zizi menyebut, Rahmah yang mendirikan Diniyyah Puteri ketika masih berusia 23 tahun, memiliki komitmen kuat dan berkontribusi besar untuk kejayaan bangsa ini, sejak dari masa penjajahan sampai kepada perjuangan mempertahankan dan mengisi kemerdekaan.
"Rahmah memang belum ditetapkan oleh pemerintah Republik Indonesia sebagai pahlawan nasional, tapi kiprahnya nyata dalam perjuangan kemerdekaan, mengajarkan toleransi, mendukung Sumpah Pemuda 1928, mendirikan dan memimpin Batalyon Merapi, orang yang pertama mengibarkan bendera Merah Putih di Kota Padangpanjang, doktor pertama dari Universitas Al-Azhar Kairo, inisiator wanita kuliah di Al-Azhar, dan sebagainya," kata Bu Zizi.***
(MUSRIADI MUSANIF)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar