Inilah Tokoh-tokoh Muhammadiyah yang Jadi Pahlawan Nasional - Potret Kita | Ini Beda

Post Top Ad

Post Top Ad

17 Agustus 2022

Inilah Tokoh-tokoh Muhammadiyah yang Jadi Pahlawan Nasional

PADANG, POTRETKITA.net - Dua tokoh muda Muhammadiyah asal Sumatera Barat angkat bicara, dalam kaitannya dengan Muhammadiyah dan perjuangan merebut kemerdekaan Republik Indonesia (RI) yang kini sudah memasuki usia 77 tahun.

Jufrizal
Jufrizal


Kedua warga persyarikatan itu adalah Kasman Katik Sulaiman yang berdomisili di Kota Sungai Penuh, Provinsi Jambi, dan Jufrizal yang berdomisili di Jawa Barat.


"Muhammadiyah berdiri pada 18 November 1912, sedangkan Republik Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945. Ada rentang waktu 32 tahun lebih sembilan bulan. Peran Muhammadiyah dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan itu sangat besar," sebut Jufrizal.


Lelaki asal Saniangbaka, Kabupaten Solok itu menyerukan, kendati peran warga Muhammadiyah dalam mengisi kemerdekaan ini luar biasa, namun tetap dibutuhkan usaha sistematis, terprogram, dan terkoordinir secara nasional, sehingga arah dan tujuan kemerdekaan tidak bergeser dari garis perjuangan kemerdekaan itu sendiri.

Kasman
Kasman Katik Sulaiman


Sementara dalam perjuangan merebut kemerdekaan, tidak sedikit pimpinan Muhammadiyah yang berjuang habis-habisan . Dari deretan nama itu, beberapa di antaranya sudah diangkat oleh negara sebagai pahlawan nasional.


Para pahlawan nasional itu di antaranya KH. Ahmad Dahlan yang ditetapkan jadi pahlawan nasional pada tahun 1961, Siti Walidah ditetapkan 1071, Fatmawati Soekarno (2000), Soekarno (2012), Jendral Sudirman (1964), dan Ir. Juanda ditetapkan jadi pahlawan nasional pada tahun 1973.


Berikutnya, KH. Fakhruddin (1964), Prof. Dr. Hamka (2011), Gatot Mangkupraja (2004), KH Mas Mansur (1964), Ki Bagus Hadikusumo (2015), Kasman Singodimejo (2018), Nani Wartabone (2003), Abdul Kahar Muzakkir (2019), AR Baswedan (2018), dan lain-lain

uhamka


Ihwal tak perlu lagi diragukan peran Muhammadiyah dalam merebut, mempertahankan, dan mengisi kemerdekaan RI juga diungkapkan Kasman. Kini dalam usaha mengisi kemerdekaan, tegas lelaki asal Kayutanam Kabupaten Padang Pariaman itu, Muhammadiyah telah menghadirkan amal usaha yang jumlahnya tidak sedikit dan mencakup hampir semua lini kehidupan.


"Sesungguhnya, Muhammadiyah memiliki usaha yang melebihi apa yang dibuat oleh negara. Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) jumlahnya luar biasa.  Yang jadi soal itu, jumlah anggota Muhamnadiyah tak sebanding dengan AUM-nya," kata Kasman.


TAK PERLU DIRAGUKAN

Mengutip publikasi yang dirilis gema.uhamka.ac.id dapatlah diketahui, Muhammadiyah merupakan organisasi Islam yang telah berjuang dalam pergerakan kemerdekaan bangsa. Melalui para tokohnya, Muhamadiyah telah terlibat aktif mendirikan dan memajukan Negara Republik Indonesia. Setelah Indonesia merdeka, pengabdian Muhammadiyah terhadap bangsa dan negara berlanjut.


“Ketika kita berbicara tentang Muhammadiyah dan kemerdekaan, maka sebenarnya hal ini sangat penting dalam arti kata Muhammadiyah sejak awal berdirinya sebenarnya melakukan dua hal yang sangat penting dalam proses merdeka kita. Yang pertama yang dilakukan adalah pembaharuan,” ungkap sejarawan Anhar Gonggong dalam acara Pengajian Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah pada Jumat (14/08).


Secara histori, pembentukan organisasi pada awal abad ke-20 merupakan sesuatu yang baru. Kelahiran Muhammadiyah memicu tumbuhnya organisasi-organisasi baru di berbagai bidang seperti politik, sosial dan agama, yang memiliki semangat sama, yaitu mengedepankan kemajuan, persatuan dan kebangsaan Indonesia.


“Yang kedua, apa yang dilakukan Muhammadiyah sejak awal sampai sekarang dalam bidang pendidikan, itu sumbangan besar yang tidak bisa dibantah. Itulah yang melahirkan sebagian besar daripada intelektual Indonesia, yang memiliki peranan penting sampai sekarang,” kata Anhar.


Menurut pria kelahiran Sulawesi Selatan, 14 Agustus 1943 ini menyatakan bahwa bidang pendidikan dan gerakan perjuangan Muhammadiyah merupakan sumbangan yang sangat besar bagi bangsa. Akan tetapi ironisnya fakta ini dalam penulisan sejarah tidak banyak diketahui masyarakat luas.


“Intelektual Muhammadiyah ke depan itu pasti bakal mempunyai peranan penting— dalam apa yang prof. Mukti istilahkan tadi—berebutan sejarah. Artinya bukan ‘saya ingin menang sendiri’, tapi ‘saya mencari kebenaran sejarah, dan meletakkan kebenaran sejarah itu pada tempatnya,” kata Anhar.


Misalnya ketika Alam Sah mengungkapkan pendapatnya sebagai menteri agama bahwa umat Islam memberikan sumbangan yang besar akan kelahiran pancasila. Namun ada satu politisi yang mengkritik dan kurang sependapat dengan pandangan Alam Sah tersebut. Bagi Anhar, apa yang dikemukakan Alam Sah merupakan fakta sejarah yang mesti diletakkan pada tempatnya.


“Pancasila itu tidak mungkin ada, walau pun sudah dibicarakan Soekarno tanggal 1 Juni, tapi ketika, misalnya, orang-orang Islam, khususnya 3 orang Muhammadiyah, kalau Kahar Muzakkir, Singodimedjo, dan Bagus Hadikusumo, tidak mau, pasti paling tidak akan memakan waktu yang cukup lama,” ujar Anhar.


Anhar kemudian mengutip perkataan Bung Hatta yang mengatakan bahwa kalau tidak ada toleransi dari pada pemimpin-pemimpin Islam untuk mengganti 7 kata dalam Piagam Jakarta, maka kelahiran Pancasila akan memakan waktu yang lama, menguras energi yang begitu besar, dan sidang PPKI akan berlarut-larut.


“Kesadaran keindonesiaan dari tokoh-tokoh (Muhammadiyah) ini, kesadaran untuk kepentingan bersama bukan untuk kepentingan kita. Maka bagian dari perjuangannya, dia serahkan pada republik ini,” tegas Anhar.


Masukkan dari tokoh-tokoh Muhammadiyah pada butiran Pancasila merupakan sebuah terobosan yang luar biasa dalam membuat jalan keluar di saat adanya kebuntuan untuk mengakomodir keanekaragaman agama saat itu. Hal Ini merupakan bagian dari fakta sejarah yang tidak dapat dihapus. Akan tetapi Anharmengingatkan bahwa ketika tak ada yang menulis sejarah Pancasila seperti yang telah dikemukakannya, maka sejarah itu akan hilang dan dilupakan.


“Dalam pandangan saya, sumbangan Muhammadiyah itu dalam proses memerdekakan Indonesia dia menggunakan organisasi dalam arti kata memberikan pencerahan pikiran, tapi juga memberikan kekuatan bahkan juga kekuatan fisik dan intelektual. Inilah yang diberikan Muhammadiyah dalam proses kemerdekaan kita,” tutur Anhar.(ilham/*/mus)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Top Ad