NARASUMBER
Kasman Katik Sulaiman (Kota Sungai Penuh)
Rafdinal (Kota Medan)
Dr. Suhardin, M.Pd (Jakarta)
Dr. Novi Budiman, M.Si (Batusangkar)
PADANG PANJANG, POTRETKITA.net - Panti asuhan di Indonesia saat ini sedang berhadapan dengan tiga masalah besar, termasuk di dalamnya panti asuhan milik Muhammadiyah dan Aisyiyah.
![]() |
Rafdinal |
"Ada tiga problema yang dihadapi panti asuhan, yakni persoalan kualitas sumber daya manusia pengelola, manajemen pengelolaan, dan sumber dana," sebut Kasman Katik Sulaiman, pengelola Panti Asuhan Aisyiyah Kota Sungai Penuh, Provinsi Jambi.
Menurutnya, menjadi tugas besar bagi Muhammadiyah dan Aisyiyah, bagaimana menjadikan panti asuhan dalam semua aspeknya profesional, akuntabel, dan menjadi rujukan bagi yang lainnya. Bila Muhammadiyah dan Aisyiyah tidak melakukan tindakan terpadu dan terpola, tegasnya, maka akan tertinggal dari rumah yatim atau lembaga sejenis yang kini mulai bermunculan.
![]() |
Kasman |
Wakil Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Medan Rafdinal merespon, untuk memberdayakan dan mengelola panti asuhan dengan baik, maka Majlis Pelahanan Sosial Pimpinan Pusat Muhammadiyah harus melaksanakan banyak kegiatan, sehingga langkah-langkah memberdayakan panti asuhan itu semakin nyata, dan terus membaik sesuai dengan situasi dan kondisi yang sedang dihadapi.
Salah seorang aktivis Lembaga Dakwah Khusus di Pimpinan Pusat Muhammadiyah Dr. Suhardin, M.Pd menegaskan, Muhammadiyah harus menjalankan Al-Maun centre. Panti itu dijadikan pusat gerakan Al-Maun; meliputi (1) layanan anak (2) layanan terhadap dhuafa (3) layanan janda dan duda (4) layanan senior (5) layanan disabilitas.
"Layanan anak diharapkan anak tidak tercerabut dari akar keluarga, anak harus ada di keluarga, lembaga memberikan pemberdayaan pendidikan dan ekonomi keluarga, bersinergi dengan program kemensos PKH. Anak yang ada di asrama adalah pilihan terakhir, sebagai rumah aman untuk anak, karena di keluarga anak mengalami permasalahan tersendiri," ujaranya
Menurut Sekretaris Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup Majlis Ulama Indonesia (MUI) Pusat itu, sejainya panti asuhan bukan sebagai tempat mukim permanen, tetapi panti mengupayakan penguatan keluarga, sehingga jika LKSA sudah menyatakan keluarga mampu, anak diperlukan reunifikasi dengan keluarga.
![]() |
Suhardin |
LKSA juga bisa menyelenggarakan layanan pendidikan anak dengan layanan pendidikan khusus, jangan lagi dijadikan panti rumah anak dan anak belajar di sekolah terdekat. Muhammadiyah, ujarnya, sudah menyiapkan program children centre terhadap layanan terhadap pengasuhan anak ini. Layanan anak ini distandarkan dengan (1) standar manajemen (2) standar pengasuhan (3) standar pengasuh (4) standar akomodasi (5) standar konsumsi (6) standar keuangan.
Semuanya di standar dalam akreditasi sebagai bentuk kehadiran negara untuk menjamin bahwa anak yang dilayani sesuai dengan standar mutu, jangan dilayani seadanya, apa adanya malah di eksploitasi.
"Demikian juga dalam layanan pemberdayaan yang lain, dhuafa, keluarga yang kurang mampu seperti janda dan duda. Demikian juga halnya dengan senior, yang perlu melakukan pelayanan serius, bukan hanya layanan makan dan minum serta rekreasi tetapi juga layanan medis," jelasnya.
![]() |
Novi Budiman |
Dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Prof. Mahmud Yunus Batusangkar Dr. Novi Budiman, M.Si mencermati, apa yang disampaikan Suhardin sudah sanga heba, namun itu baru dalam tataran konsep. Realitanya, kaa dia, di beberapa panti asuhan milik Muhammadiyah dan Aisyiyah, mereka masih berhadapan dengan bersoal klasik.
"Bagaimana bisa survive. Bahkan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan harian saja, mereka harus menunggu uluran tangan dermawan. Konsep entrepreneur harus dikembangkan melalui pemberdayaan panti. Panti harus sudah punya bengkel kreatif," tegasnya.***
(MUSRIADI MUSANIF)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar