NARASUMBER SESI INI
Dr. Suhardin, M.Pd (Jakarta), Ardinan, M.Pd (Pasaman Barat), Mizlan, S.Pd.I (Pasaman Barat), Kasman Katik Sulaiman, S.Ag (Sungaipenuh), Januar Efendi,S.Pd. (Padangpanjang), Jufri, M.I.Kom (Tebing Tinggi), Jufrizal (Bandung)
JAKARTA, POTRETKITA.net – Tidak saja Virus Corona yang mengakibatkan lumpuhnya berbagai aktivitas keumatan di lingkungan Muhammadiyah, karena pemerintah memberlakukan pembatasan-pembatasan, tetapi juga virus proyek dan kuasa pemegang fulus.
![]() |
Ardinan |
“Mentalitas sebagian aktivis Muhammadiyah sudah dihinggapi oleh virus proyek. Harusnya, Muhammadiyah menjadi gerakan yang mencerahkan, memberikan harapan dan optimisme pada masyarakat,” kata Dosen Universitas Ibnu Chaldun (UIC) Jakarta Dr. Suhardin, M.Pd.
Pernyataan kader Muhammadiyah asal Sumatera Barat itu, menyentakkan banyak warga diskusi Muhammadiyah Potret Kita, menggunakan aplikasi virtual dengan basis WhatsApp Group, sehingga beragam respon dan tanggapan pun bermunculan.
Suhardin tidak berhenti sampai di situ, dia menyebut, Muhammadiyah belum maksimal melakukan sinergitas antar Amal Usaha Muhammadiyah (AUM), sehingga AUM tumbuh dan berkembang dengan ego sektoralnya. Malah ada kecenderungan yang sangat disayangkan, ujarnya, pemegang fulus besar akan menjadi kekuatan utama dalam Muhammadiyah.
Dalam beberapa muktamar, tegas pimpinan Lembaga Dakwah Khusus (LDK) Pimpinan Pusat Muhammadiyah itu, banyak hasilnya ditentukan oleh forum rektor, karena mereka pemegang pundi persyarikatan. Sehingga antar mereka berlomba untuk masuk dalam barisan penentu kebijakan.
![]() |
Suhardin |
“Gerakan Muhammadiyah bisa tersandrea oleh pemegang pundi dan fulus ini. Maka dibutuhkan sosok pimpinan yang berintegritas tinggi, prophetic leadership yang measurable,” sebutnya.
Kalaulah Muhammadiyah dapat melakukan sinergitas yang mumpuni, bagi Suhardin, semua program akan berjalan dengan efektif. Role model PWM yang sukses mensinergikan seluruh majelis dan lembaga dengan pembiayaan account tunggal adalah PWM Jawa Timur, yang dirintis oleh Syafiq Mughni dan disempurnakan oleh KH Saad. PWM Jawa Timur juga sukses memberdayakan PWM Bali dan PWM NTT.
Di tengah perdebatan di level pimpinan yang mana AUM dikelola, Suhardin menegaskan, hal demikian malah akan menyebabkan lembaga-lembaga pendidikan jadi tercecer. Di PWM Jakarta, tegasnya, AUM dengan aset miliaran rupiah justru dikelola Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM).
“DKI yang kaya adalah cabang. Mereka mengelola amal usaha ratusan miliar rupiah. Mereka sudah sukses mengkapitalisasi AUM, tetapi masih AUM untuk AUM, belum lagi menjadi AUM untuk dakwah komprehensif,” katanya.
Di tengah masih diperdebatkannya SLTA dikelola PWM, SLTP milik PDM, dan pendidikan dasar milik PCM di Sumatera Barat, Suhardin menegaskan, secara konstitusi di internal Muhammadiyah, PWM hanya legalisasi pengangkatan kepala, pengelolaan ada pada pemilik amal usaha, begitu pula dengan penataan manajemen, pembinaan SDM, pengadaan sarana dan prasarana, serta pemegang keuangan.
“PWM hanya penerbitan pedoman, eksekusi pemilik amal usaha, yakni PDM dan PCM sesuai historis. PWM tidak boleh masuk dalam hal teknis, tetapi strategis dan pengembangan jangka panjang. PDM jembatan PWM ke PCM. PDM ke teknis kalau itu AUM miliknya, seperti PDM pabasko dengan Kauman, PDM Solok dengan SMK, PDM Bukittinggi dengan SMK,” sebutnya.
Tokoh muda Muhammadiyah Pasaman Barat Ardinan, M.Pd, menanggapi, peraturan yang ada di Muhammadiyah tentang Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen), memang begitu. SLTA itu PWM, SLTP itu PDM, dan SD/MI itu PCM. “Namun tidak kaku dalam penerapannya,” kata ketua Lembaga Pengembangan Cabang dan Ranting (LPCR) PDM Pasaman Barat itu.
Ardinan yang pernah menjadi ketua Majlis Dikdasmen menyatakan, pasal selanjutnya disebutkan, dalam hal tertentu PDM dapat menyelenggarakan SLTA dan bahkan PCM dan PRM juga bisa. Namun diakuinya, umumnya hanya aspek administratif semata.
“Otonomi pendidikan Muhammadiyah kurang tegas. Kalau pemerintah kan jelas, SMP/SD di bawah Dinas Pendidikan kabupaten kota, SMA Dinas Pendidikan provinsi. Ini kita justru Majelis Dikdasmen PDM sekalipun, tidak bisa terlalu keras ke bawah, apalagi yang menyelenggarakan itu PCM dan PRM,” ujarnya lagi.
BACA PULA : Misteri di Balik Aset Muhammadiyah
Pengelolaan Satu Pintu di Amal Usaha Muhammadiyah, Mungkinkah?
Ini Respon Wakil Ketua PWM Soal Tata Kelola AUM di Sumbar
Tambahan lagi, kata Ardinan, pengelola AUM di bawah punya historis, seperti ayah atau kakeknya yang punya tanah AUM dahulu, dan sampai sekarang belum bersertifikat atas nama Muhamadiyah.
Akhirnya, simpul Ardinan, raja-raja kecil sebagian ada di bawah. Bagaimana bisa Dikdasmen PDM memetakan dan rotasi kepsek di daerah atau di cabang. Kalau dipaksakan akan lahir konflik. “Doktor atau master sekalipun di Majlis Dikdasmen, ya ndak bisa. Kepala sekolah bisa menjabat sampai 20 tahun dan lainnya.”
“Tidak juga begitu,” timpal Sekretaris PDM Pasbar Mizlan, S.Pd.I. Menurut saya, ujarnya, Majlis Dikdasmen Muhammadiyah itu yang tidak berfungsi, dan tidak mau mengfungsikan diri untuk memikirkan AUM.
Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Tebing Tinggi Jufri, M.I.Kom mengakui pula, fenomena umum memang seperti yang disebutkan oleh para narasumber diskusi, namun di Kota Tebing Tinggi, tegasnya, pada periode ini secara tegas sudah diterapkan aturan ketat.
“Bahwa kepala sekolah hanya boleh dua periode saja. Istri atau suami sang kepala sekolah tidak boleh jadi pimpinan di Majlis Dikdasmen,” ujarnya.
Jufrizal dari Jawa Barat berkata, aturan itu bisa berlaku bila AUM-nya sudah mapan dan mandiri dalam managemen, terutama pembiayaan. Tapi untuk AUM yang masih lemah dari sisi keuangan, ssebut saja sekolah yang terdiri dari tiga kelas 123 di isi oleh kurang dari 50 peserta didik, dengan kurikulum Diknas atau kemenag, tentu akan ada masalah lain pula.
Seringkali kita temukan, tuturnya, sangat sulit untuk mencari kepala sekolah untuk AUM seperti itu, apalagi akan membatasi periodisasi kepsek. “Akan berbeda AUM basah jo kering,” sindirnya.
Kasman Katik Sulaiman dari Kota Sungaipenuh pun angkat bicara. “Tasarah se lah ka sekolah tun, kok ka sukses sekolah tu, sudah tu Dikdasmen dapek namo, tuah ka nan manang sen (terserah ke sekolah saja, kalau mau sukses. Setelah itu Dikdasmen yang dapat nama, mengambil tuah kepada yang menang saja,” sebutnya.
Salah seorang praktisi di lembaga pendidikan Muhammadiyah, persisnya Pondok Pesantren Muhammadiyah Kauman; Januar Efendi, S.Pd.I juga memberi respon. Menurutnya, soal pendanaan, pembangunan, dan bagaimana mencari siswa baru, nyaris tidak pernah dipikirkan dan dibahas oleh pimpinan, khususnya pada Majlis Dikdasmen.
Lantas, ba nan ka rancak lai?***(MUSRIADI MUSANIF)
Perlu kuatkan barisan dan saling sadar akan tujuan dan hakekat Muhammadiyah sebenarnya.
BalasHapusSekarang shaff tersebut yang tidak lagi lurus diantara warga Muhammadiyah. Ba kecek urang awak "basamo mangko manjadi".
Yang kedua singkirkan kepentingan yang bersifat menguntungkan diri sendiri atau kelompok kecil saja. Jika sudah memilikkan kemaslahatan umat InsyaAllah roda akan bulat berputar.