DOKTOR-DOKTOR FENOMENAL DARI AL-AZHAR (Bagian Keempat) - Potret Kita | Ini Beda

Breaking

Post Top Ad

Post Top Ad

12 November 2022

DOKTOR-DOKTOR FENOMENAL DARI AL-AZHAR (Bagian Keempat)

Ada Pakaian Khas Ciptaan

Rahmah El-Yunusiyyah


Laporan MUSRIADI MUSANIF

(Wartawan Utama)


OPINI, potretkita.net - Kenapa Univesitas Al-Azhar Kairo, Mesir, menganugerahkan gelar syaikhah atau doktor honoris causa kepada Rahmah El-Yunusiyyah?


Bila itu pertanyaan yang diajukan, maka akan banyaklah jawab yang bisa diberikan. Multi-talenta. Rahmah dikenal punya banyak keunggulan, seorang perempuan yang memiliki kreatifitas tinggi. Apa yang belum terpikirkan orang pada masanya, dia sudah merintis.


Ada yang mengatakan, Rahmah dianugerahi gelar doktor karena telah mampu menjadi inspirator bagi Universitas Al-Azhar Kairo, terutama dalam mendirikan Kulliyatul Banaat, fakultas khusus perempuan di universitas yang telah berusia di atas seribu tahun itu.


Jawaban lain adalah karya ciptanya di Perguruan Diniyyah Puteri, menunjukkan kekukuhannya sebagai seorang perempuan pencinta ilmu pengetahuan, sekaligus merintis, mendirikan dan mengembangkan sebuah lembaga pendidikan khusus perempuan satu-satunya di dunia pada waktu itu.


Perlu disadari, sebagaimana diutarakan salah seorang penerus perjuangannya, Fauziah Fauzan, dalam suatu percakapan dengan penulis, Rahmah juga dikenal sebagai seorang desainer busana khas. Karya cipta beliau menjadi satu-satunya di dunia. Tak ada yang mengimbangi hingga saat ini.


Busana khas karya cipta Rahmah itu pulalah yang menjadi ciri khas tamatan Perguruan Diniyyah Puteri hingga sekarang. Busana khas santri dan keluarga besar Perguruan Diniyyah Puteri itu terdiri dari perpaduan antara baju kurung dengan sarung dan selendang khasnya yang disebut sebagai mudhawarah. 


Dengan mengenakan busana demikian, di mana pun di seluruh dunia, orang akan mengenal si pemakainya sebagai alumni Perguruan Diniyyah Puteri.


Busana khas Diniyyah Puteri buah karya cipta Rahmah, dikenakan pada hampir semua kesempatan, baik formal maupun informal. Santri Diniyyah Puteri yang sudah bertahun-tahun menjalani kehidupan di lingkungan Diniyyah Puteri, baik ketika belajar di sekolah (formal), maupun tatkala berada di asrama (informal), seakan telah menyatu dengan model busana mereka tersebut.


Di Mesir, Kuwait, Arab Saudi dan beberapa tempat lain yang menjadi sasaran melanjutkan pendidikan anak-anak Indonesia, busana khas Diniyyah Puteri itu sudah dikenal cukup luas.


Pola pendidikan yang diterapkan Rahmah memang beda dengan yang kita temukan di berbagai lembaga pendidikan dewasa ini. Rahmah selalu tampil jadi suri teladan bagi anak didiknya. Ketika beliau mengajarkan sesuatu kepada para santri, beliau justru mengamalkannya terlebih dahulu. Begitu pulalah halnya dalam berbusana. 


Rahmah, kemana pun ia pergi, baik ke pasar maupun ke luar kota Padang Panjang atau ke luar negeri, selendang mudhawarah dan baju kurungnya tidak pernah lepas, dan itu pun menjadi pakaiannya sehari-hari.


Ketika menjadi anggota DPR RI antara 1955 hingga 1957 pun, Rahmah tetap berbusana khas Perguruan Diniyyah Puteri, baik saat mengikuti persidangan maupun kegiatan kelegislatifan lainnya. Ia tetap mempertahankan identitasnya. Sikap konsisten itulah yang lekat di hati santrinya, untuk kemudian menjadi tradisi keseharian.


Dalam Buku Peringatan 55 Tahun Perguruan Diniyyah Puteri yang diterbitkan Ghalia Indonesia dalam rangka peringatan miladnya ke-55 tahun 1978 disebutkan, bagi para santri Diniyyah Puteri, walaupun mereka telah lama menamatkan pendidikan, namun hubungan batinnya tetap terjaga, salah satunya teraplikasi dalam tradisi berbusana.


Di Kairo, menurut cerita sejumlah mantan mahasiswa Indonesia yang telah menyelesaikan pendidikannya di sana, mahasiswi asal Diniyyah Puteri juga kukuh dengan model busana mereka itu.


Realitas demikian itu pulalah yang menyebabkan para alumni lembaga pendidikan yang dibentuk Rahmah benar-benar dikagumi dan disegani.(*)


ARTIKEL SEBELUMNYA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Top Ad