Menapak Jejak Ponpes Darul Ulum Padang Magek - Potret Kita | Ini Beda

Breaking

Post Top Ad

Post Top Ad

09 November 2022

Menapak Jejak Ponpes Darul Ulum Padang Magek

TANAH DATAR, potretkita.net - Minangkabau dikenal sebagai daerah Islamis. Ungkapan Adat Basandi Syarak-Syarak Basandi Kitabbullah (ABS-SBK)  sudah mengental di tengah masyarakat sejak sumpah satia Bukik Marapalam, setelah perang paderi. 


Beberapa litelatur, menyabut ketika Seminar Kebudayaan di Batusangkar tahun 1970, yang juga dihadiri Bung Hata dan Buya Hamka, tertuanglah, bahwa syarat menjadi orang Minangkabau,  harus beragama Islam dan mengakui bahwa nenek moyangnya turun dari Gunung Marapi.

 

Buya Mas’oed Abidin, semasa jadi Ketua PPIM (Pusat Pengakajian Islam Minangkabau), mengatakan, pada akhir tahun 1800, Pemerintah Belanda mencatat di kepulauan  nusantara ini, terdapat sekolah partikulier terbanyak ada di Minangkabau. Masa itu jumlahnya hampir seribu sekolah. Suatu hal yang mencengangkan pada waktu itu.

 

Darimana datangnya angka sejumlah itu?

 

Jangan lupa, bahwa sekolah yang dimaksud Belanda itu, adalah pengajian di surau-surau yang ada hampir di tiap nagari di Minangkabau.

 

Surau dahulu itu, tidak sama dengan mushala masa sekarang. Dahulu surau itu tempat belajar segala ilmu. Mulai dari ilmu agama, berupa pembacaan Al-Quran dan pengetahuan agama lainnya, sampai pada ilmu adat berupa sejarah dan pepatah-petitih. Termasuk juga ilmu bela diri silek / silat.

 

Lulusan surau inilah yang menjadi pemimpin di nagari. Mereka yang tamat surau masa itu, paham dengan agama mengerti dengan adat dan sangat peka dengan kehidupan sosial. Kalaupun mereka yang bergelar datuk, maka orang juga menyebutnya dengan Ungku Datuk. Itulah kelebihan lulusan surau.

 

Pengajian-pengajaian surau seperti itu, yang dulu bertebar di nagari-nagari, semakin lama jumlahnya makin menciut. Dari hampir seribu menjadi beberapa seratus. Kini barangkali hanya tinggala puluhan di seluruh Minangkabau.

 

Salah satu yang tertinggal itu, kini ada di Nagari Padang Magek, Kecamatan Rambatan, Kabupaten Tanah Datar. Sekarang namanya Pondok Pesantren Darul Ulum. Berdiri sejak tahun 1942. Hadiran Pengajian Surau Baru itu di bawah asuhan Tuanku Salim Malin Kuning (1917-1987).

 

Mengaji di Surau Baru

 

Tersebut dengan nama Surau Baru, karena sebelumnya di daerah sekitar telah  ada surau tempat mengaji, yaitu Surau Ateh Duyan (durian) atau disebut juga Surau Lurah. Letaknya tidak jauh dari lokasi Darul Ulum saat ini.

 

Konon, kata masyarakat setempat, Surau Ateh Duyan diperkirakan aktif  beberapa puluh tahun  setelah Perang Paderi 1837. Masa itu murid-murid yang datang ke sini  ada yang berasal dari Taluk Kuantan, Riau dan beberapa daerah di Jambi.

 

Di awal tahun 1900, gemerlap Surau Ateh Duyan pudur. Sehingganya anak nagari Padang Magek yang lahir di awal tahun 1900 mencari surau ke nagari-nagari lain, sebagai tempat menuntut ilmu.

 

Salah seorang dari anak nagari Padang Magek yang pergi mengaji itu adalah Salim yang kemudian bergelar Malin Kuning. Pertama kali beliau  diantar mengaji oleh mamak / pamannya 1924 saat umur 7 tahun. Masa itu pertama mengaji Salim Malain Kuning dengan  Tuanku H. Legan di Singkarak, Solok.

 

Kemudian berlanjut ke Suarau Belok di Selayo, Kabupaten Solok.  Kemudian dia  mengaji lagi dengan Tuanku Kali Tuo di Tanjung Balik, Kabupaten Solok.  Kemudian pindah ke Surau Tuanku Lubuk Pua di Padang Pariaman. Berlanjut lagi dengan Tuanku Mudo di Taluak Kuantan, Riau.

 

Beberapa waktu  kemudian pindah ke Surau Tuanku Kuning di Saruaso, Tanah Datar. Kemudian dengan Tuanku Bagindo di Sungai Sariak, Padang Pariaman.

 

Pada tahun 1942, dalam usia 25 tahun, Tuanku Salim Malin Kuning menetap dan menjadi Tuanku di Padang Magek. Sejak itu pula, beliau  mulai mengajar berbagai ilmu agama di surau kaumnya yang ketika itu baru saja dibuat. Itulah  Surau Baru yang hingga kini masih tegak berdiri di lingkungan Ponpes Darul Ulum Padang Magek.

 

Sambil mengajar di surau baru 1942. Salim Malin Kuning juga memperdalam ilmunya kepada  Tuanku H. Kahar di salah satu surau di Padang Magek. H. Khahar berasal dari Taluk Kuantan, Riau. Masa itu H.Kahar menetap sampai meninggal di Padang Magek. Makam H. Kahar ada di samping depan Masjid Tawakal, Padang Magek sekarang ini.

 

Pasang Surut Murid

 

Dalam sejarahnya, pasang surut jumlah murid di Surau Baru tetap saja terjadi. Semula di tahun 1942, murid di surau ini, hanya empat orang, dua di antaranya yang tercatat hingga kini, yaitu: Ungku Diar dari Nagari Aripan, Kabupaten Solok, Sumbar dan Ungku Abu Hanifah dari Teluk Kuantan, Riau.

 

Kemudian pada tahun 1950-an, santri Darul Ulum pernah mencapai sekitar seratus orang. Pada masa itu Tuanku Salim Malin Kuning menamai perguruan / madrasah yang dipimpinnya dengan nama Madrasyah  Darul Hafazah, yang berarti Kampung yang Berkah atau Kampung yang Diberkahi.

 

Dulunya di depan surau baru itu, tergantung papan putih dengan huruf Arab berwarna hijau berlapis merah kata kata: Madrasah Darul Hafazah. Itulah yang menandaia bahwa sekolah ini ada.

 

Pada masa Bergolak PRRI 1957-1959, murid kembali menciut. Tapi pada tahun 1960-an awal kembali ramai. Setelah Peristiwa G 30 S PKI 1965 murid Surau Baru / Madrasah Darul Hafazah  kembali berkurang. Setelah itu di awal tahun 1970-an kembali mencapai ratusan orang. Pada tahun 1980 pernah menciut jadi  13 orang. Namun kemudian, tahun berikutnya kembali meningkat jadi puluhan orang.

 

Pada tahun 1987, Tuanku Salim Malin Kuning meninggal dunia. Pendidikan di Surau Baru dilanjutkan oleh murid murid beliau yang sudah menjadi guru juga di Madrasah Darul Hafazah. Mereka antara lain: Tuanku Ali Nuddin, Tuanku Kakan, Tuanku Mahyudin, Tuanku M. Nur, Tuanku Iskandar dan Tuanku Anwar Sutan Marajo selaku komando terdepan.

 

Tuanku Anwar bersama-sama pemuka masyarakat Padang Magek yang antara lain untuk menyebut nama: Ramli Taher, Zainal Abidin Wahid dan Suhaili Yakkub, mencoba mengayuh biduk Surau Baru seperti yang dilaukan Tuanku Salim Malin Kuning.

 

Awal Nama Darul Ulum

 

Ketika Tuanku Salim Malin Kuning sudah meninggal dunia,  Tuanku Anwar dan Tuanku Iskandar mengganti nama Madrasah Darul Hafazah menjadi Pondok Pesantren Darul Ulum Padang Magek.

 

Pada tahun 1994 Tuanku Anwar, yang mengajar di Pesantren Darul Ulum diperkuat oleh Tuanku Jakfar Imam Mudo bersama keluarga. 

 

Sejak Tuanku Jakfar dan keluarga mengajar di Pondok Pesantren Darul Ulum, murid murid makin bertambah.

 

Pada tahun 1993 H. Ampera Salim anak bungsu Tuanku Salim Malin Kuning, bersama Tuanku Anwar Sutan Marajo, Ramli Taher Malin Saidi dan Jamhur Datuk Cumano, mendirikan Yayasan Pendidikan Pembina Umat untuk melindungi Pesantren Darul Ulum Padang Magek ini.

 

Seiring berjalan waktu,  Tuanku Anwar Sutan Marajo, Ramli Taher Malin Saidi dan Jamhur Datuk Cumano meninggal dunia.

 

Kemudian pada tahun 2018 Yayasan Pendidikan Pembina Umat,  berganti nama menjadi Yayasan Darul Hafazah Mandiri, yang didirikan oleh H. Ampera Salim dan H. Syahyuti Abbas. Yayasan inilah yang menawungi Pondok Pesantren Darul Ulum Padang Magek hingga kini.

 

Sejak kedatangan Buya H Jakfar Tuanku Imam Mudo, 1994, mengajar di Darul Ulum, pondok ini mulai menerima santri perempuan.


Makin Berkembang

 

Selaras dengan perkembangan jumlah santri, pembangunan fisik Darul Ulum Padang Magek pun makin berkembang.

 

Kini Darul Ulum telah mempunyai dua buah gedung besar. Bisa jadi aula dan sekaligus lokal tempat belajar. Salah satunya bertingkat dua. Selain itu ada dua buah bangunan lagi tempat belajar. Satunya tingkat dua, jumlah lokalnya empat. Satu lagi dua lokal tidak bertingkat.

 

Selain itu, Pondok Pesantren ini juga sudah memiliki Mushalla tempat shalat berjamah santri lima waktu. Juga sudah punya  MCK dan BLK Komunitas belajar menjahit, dan pustaka, yang sangat berguna bagi santri.

 

Semua yang ada di Darul Ulum ini, diperoleh berkat bantuan perantau anak nagari Padang Magek, Para Donatur tidak mengikat,  Pemerintah Kabupaten Tanah Datar dan  Pemerintah Provinsi Sumatera Barat. Tentu saja terbanyak membantu Darul Ulum adalah Depertemen Agama dari berbagai jajaran dari pusat sampai ke daerah.

 

Sama seperti mengaji di Surau Baru tempo dahulu, sampai kini di Pesantren Darul Ulum Padang Magek, tidak dipungut bayaran. Anak santri akan diterima oleh Guru Besar Darul Ulum H.Jakfar Tuanku Imam Mudo dan pihak pengurus pondok dengan tangan terbuka, asalkan ada orang yang mengantar menjadi walinya.

 

Untuk kehidupan sehari-hari, santri mengumpulkan beras 20 liter dalam sebulan dan uang lauk pauk Rp. 80.000. Kemudian iyuran bayar listrik Rp. 50. 000. Itu pun bagi yang sanggup. Bagi keluarga yang tidak mampu, tak usah membayar.  Pihak pengurus akan mencarikan donatornya.

 

Sejauh ini yang belajar di Darul Ulum, tetap diperlakukan sama. Tidak ada beda yang mampu dengan yang tidak mampu. Mereka tidur di surau bersama-sama dengan guru guru. Memasak bersama-sama dengan teman. Dan belajar bersama-sama dengan kawan-kawan.

 

Kini santri Ponpes Darul Ulum berjumlah lebih kurang 350 orang. Semuanya diasuh Tuanku Jakfar Imam Mudo, yang dibantu oleh 49 orang guru lainnya.

 

Salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan guru guru, Ponpes Darul Ulum meluncurkan Air Zikir. Penjualan air ini kedepannya, diharap bisa menjadi jalan untuk menambah gaji guru guru, yang kini masih terbilang rendah.(AMPERA SALIM PATIMARAJO, anak bungsu Tuanku Salim Malin Kuning).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Top Ad