Hidup di Atas 295 Sesar Aktif - Potret Kita | Ini Beda

Breaking

Post Top Ad

Post Top Ad

01 Desember 2022

Hidup di Atas 295 Sesar Aktif

JAKARTA, potretkita.net - Ada 295 sesar aktif di Indonesia. Ini menyebabkan resiko gempa ada di mana-mana. Gempa dengan magnitudo rendah saja, bisa berakibat kerusakan yang luar biasa.

BNPB.GO.ID

Adalah benar, musibah gempa bumi sering kali mengguratkan rasa pilu yang sungguh tak terperikan. Peristiwanya sulit diprediksi, terjadi  secara tiba-tiba, dan banyak orang tidak sempat menyelamatkan diri. Korban berjatuhan. Ada yang terluka, tewas, atau hilang tertimbun longsoran. Kisah pilu ini kembali terulang, dan kali ini di Cianjur, Senin (21/11/2022) siang.


Gempa yang “hanya” bermagnitudo 5,6 itu ternyata bisa menimbulkan kerusakan hebat, utamanya di empat kecamatan, yakni Caringin, Cilaku, Cugenang, dan Sukalarang. Kerusakan paling parah, dan korban terbesar, tercatat di Cugenang karena pusat gempa persis di bawah kaki warga.


Guncangan gempa juga memantik tanah longsor di lereng-lereng bukit yang menimbun  sejumlah permukiman. Pusat gempa dangkal ini diduga kuat dari segmen tengah Sesar Ciamandiri, sesar sepanjang 100 km yang membujur dari Muara Sungai Cimandiri di Pantai Pelabuhan Ratu, Sukabumi, hingga ke sebuah area di Padalarang, Bandung Barat. Sesar Cimandiri melewati daerah perbukitan di Sukabumi dan kaki Gunung Gede (sisi timur dan selatan) di Kabupaten Cianjur.


Magnitudo rendah ini tidak identik dengan gempa ringan. Lapisan batuan lunak (aluvial) di Cianjur membuat gelombang getar gempa mengalami amplifikasi besar dan menimbulkan guncangan lebih  kuat. Bahkan, guncangannya terasa sampai Jakarta yang berjarak 113 km.


Ribuan bangunan rusak, hancur, bahkan lenyap sama sekali ditelan tanah longsoran. Sepekan pascapuncak gempa, Badan Nasional Penangulangan Bencana (BNPB) mencatat ada hampir 74 ribu orang mengungsi. Sebagian mereka khawatir akan ada gempa susulan, dan sebagian lainnya karena kediamannya rusak, atau rusak parah, tak layak lagi dihuni, dan berbahaya bila terjadi gempa susulan.


Tercatat, ada 328 orang yang meninggal dunia akibat guncangan gempa. Masih 13 korban yang dalam pencarian. Kerugian materiil akibat gempa adalah 25.186 unit rumah mengalami rusak berat, rusak sedang 12.496, dan yang mengalami rusak ringan 20.367 unit.


Infrastruktur yang rusak, di antaranya, adalah 368 bangunan sekolah, 144 tempat ibadah, 14 fasilitas kesehatan, dan 16 gedung  perkantoran. Sebanyak 16 kecamatan dan 146 desa terdampak gempa bumi tersebut. Guncangan gempa membuat struktur bangunan ambruk dan menimpa siapa saja di dalamnya. Struktur yang rapuh itu bisa menjadi perangkap maut.


Bencana gempa sulit dihindari karena tak terprediksi. Sialnya, wilayah Indonesia  terhampar di atas area rawan gempa. Pada beberapa tahun terakhir ini kita menyaksikan serangkaian bencana gempa yang mematikan. Ada gempa Lombok Utara (2018), gempa Palu (2018), dan gempa Mamuju (2021).


Potensi gempa ada di mana-mana karena Indonesia berada di pertemuan tiga lempeng besar dunia. Dari arah selatan ada ancaman laten megathrust dengan kekuatan maha dahsyat. Kita  masih ingat betapa dahsyat gempa megathrust dan tsunami yang menerjang Aceh di akhir 2004.


Baku dorong dan gesek selama berjuta tahun di antara tiga lempeng  besar itu telah  menimbulkan retakan-retakan di lapisan batuan bagian atas. Maka, muncul patahan sedalam 10–50 km, dan itu yang kita kenal sebagai sesar.


Areal  yang berada di atas batuan-batuan yang retak dan mengalami deformasi itu  biasa disebut fraktur. Di situ pula lapisan batuan setebal 10–50 km terus saling tindih atau saling bergesek. Energinya berasal dari gerak lempeng bumi yang menyangganya.


Maka, jadilah garis-garis sesar itu sebagai titik gempa dangkal. Meski jarang mencatat magnitudo tinggi, akibat yang ditimbulkan tak kalah dahsyat. Lihat saja bagaimana akibat dari gempa Yogyakarta pada 2006, gempa Palu (2018), dan kini gempa Cianjur. Kejadiannya berulang, tapi frekuensinya sulit didalilkan.


Di Indonesia kini ada 295 sesar aktif yang 31 di antaranya berada di Jawa. Di Jawa Barat ada sejumlah sesar aktif, dan sesar Cimandiri adalah salah satunya. Selebihnya ialah Sesar Lembang di Utara Bandung, Sesar Citarik dari Pelabuhan Ratu ke arah Bogor, Sesar Walat yang membujur dari  Banten Selatan hingga Sukabumi, Sesar Cipeles, dan beberapa lainnya.


Dilalui oleh tiga sesar, Kabupaten Sukabumi memang menghadapi risiko gempa yang cukup tinggi. Namun, sekali lagi kejadiannya masih tak terprediksi. Bahkan, Jakarta pun tak lepas dari ancaman gempa.


Para geolog mengkonfirmasikan keberadaan Sesar Baribis yang melintasi di antara Depok dan Jakarta Selatan. Sesar Baribis ini dilaporkan membentang dari Purwakarta ke arah Karawang-Bekasi, melewati wilayah antara Depok-Jakarta dan berlanjut ke Tangerang.


Catatan sejarah menyatakan, gempa pernah mengguncang Kota Batavia di 1699 dan 1834. Gempa pada 1834 itu yang disebut-sebut pengaruhnya terasa sampai ke kawasan inti Batavia (kini Kota Tua Jakarta) dan menghancurkan sebuah gereja yang kini menjelma menjadi Museum Wayang.


Dengan 295 sesar, ancaman gempa ada di mana-mana. Pulau Jawa termasuk yang paling berisiko. Namun, gempa ini baru satu soal. Indonesia juga memiliki risiko  bencana gunung berapi. Saat ini ada 68 gunung  api aktif di Indonesia. Tahun 2021, Gunung Semeru di Jawa Timur  mengamuk dan 51 penduduk tewas oleh awan panasnya.


Bencana alam terbesar di Indonesia ialah bencana hidrometeorologi. Cuaca tropis basah di Indonesia belakangan diwarnai oleh hujan ekstrem yang sering kali datang bersama angin yang deras, menimbulkan kerusakan di mana-mana.


Level ancaman bencananya terus meningkat, seiring dengan kerusakan daerah aliran sungai yang makin parah. Bencana hidrometeorologi ini kerap diiringi oleh tanah longsor.


Data BNPB 2021 menunjukkan, bencana alam terbesar ialah banjir dan tanah longsor yang masing-masing 1.734 kasus dan 1.321 kasus. Sementara itu, gempa bumi tercatat 24 kasus dan erupsi gunung berapi 1 kasus.


Mitigasi Bencana Alam


Di Indonesia sulit ditemukan tempat yang benar-benar aman dari  ancaman bencana alam. Kota-kota di Indonesia umumnya menghadapi risiko genangan banjir, banjir bandang, letusan gunung, gempa, abrasi, air rob, atau badai yang menerjang pantai. Sejumlah kota besar telanjur dibangun bahkan sejak ratusan tahun lalu dan kini berhadapan dengan risiko megathrust serta tsunami.


Dari serangkaian bencana ini, semua kita dapat memaknai bahwa kita punya pekerjaan rumah (PR) besar dalam soal adaptasi dan mitigasi bencana. Tak mudah mengurainya. Yang paling umum ialah banyak warga yang tinggal di bantaran sungai dan menghadapi risiko banjir. Namun, merelokasikannya pun tak mudah, karena lahan tergolong mahal dan terbatas.


Mitigasi gempa lebih sulit lagi. Sebagian besar bangunan di Indonesia didirikan tanpa mengacu pada kaidah dan teknologi kegempaan. Tentu lebih mahal dan sulit mendirikan bangunan antigempa.


Bencana alam di Cianjur ini memberi peringatan agar Indonesia bergegas mengerjakan PR itu. Dari bab per bab. Mulai dari perencanaan wilayah, penataan kawasan, peraturan hunian, hingga kepada regulasi bangunan antigempa, mitigasi gunung api, banjir, air rob, abrasi, aman tsunami, subsidensi tanah, dan bencana alam lainnya.


Semestinya, ketentuan itu dapat dikenakan setidaknya di gedung pemerintah dan fasilitas umum.(indonesia.go.id/putut trihusodo)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Top Ad