Ini yang Perlu Diketahui Warga Muhammadiyah di Pergantian Tahun - Potret Kita | Ini Beda

Breaking

Post Top Ad

Post Top Ad

30 Desember 2022

Ini yang Perlu Diketahui Warga Muhammadiyah di Pergantian Tahun

YOGYAKARTA, potretkita.net - Beberapa jam lagi, kita akan meninggalkan tahun lama 2022 dan memasuki tahun baru 2023. Selaku warga Muhammadiyah, Anda harus tahu apa yang perlu dilakukan pada pergantian tahun itu.

PROF. HAEDAR NASHIR.(muhammadiyah.or.id)

 BACA JUGA 


Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof. Haedar Nashir mengatakan, umat Islam di Indonesia sudah terbiasa merayakan dua pergantian tahun, yakni setiap akan memasuki 1 Muharram dan akan memasuki 1 Januari seperti sebentar lagi akan dihadapi.


“Dua-duanya baik. Tidak ada yang buruk. Dalam kehidupan sehari-hari, termasuk di negara Timur Tengah, Arab Saudi, dua kalender selalu dipakai sehari-hari, termasuk untuk transaksi, itu menggunakan tahun Miladiyah tetapi untuk penentuan hari raya Idul Fitri dan Idul Adha itu menggunakan tahun Hijriyah. Jadi tidak perlu mempertentangkan dua waktu ini,” ungkap Haedar.


Yang paling penting, kata Haedar, memaknai lepasnya tahun lama dan hadirnya tahun baru. Kenapa harus memaknai? Orang ‘merayakan’ tidak apa-apa sejauh itu untuk syiar, tetapi yang menjadi keliru itu, kalau merayakan hari datangnya tahun baru dan lepasnya tahun lama secara berlebihan, dan hanya lahiriyah semata-mata. Apalagi yang bersifat mubazir waktu, uang, kesempatan dan lainnya.


“Supaya kita tidak berlebihan dan punya arti syiar boleh, gembira boleh. Masak sih manusia tidak boleh gembira? Boleh, kalau yang tidak boleh gembira itu hanya patung dan polisi tidur. Manusia berhak untuk gembira, bahagia, ada suasana lahir dalam hidup itu. Misal, bertemu teman gitu kan senang,” kata Haedar.


Tetapi bagi kita kaum muslim, tegasnya, ada batas-batas dan ada makna-makna yang harus dipedomani dan dimaknai dalam melepas tahun lama dan lahirnya tahun baru.


 PEMILIU 

Saat berbicara pada Media Gathering Tutup Tahun 2022 yang diselenggarakan di Kantor PP Muhammadiyah Jl. Cik Ditiro, No 23. Kota Yogyakarta, Haedar menjelaskan, dalam konteks kebangsaan tentang Pemilihan Umum (Pemilu) harus diselenggarakan tepat waktu, dan menjadi Pemilu yang demokratis.


Secara tegas Haedar mengatakan supaya dilakukan ‘tutup buku’ isu-isu yang membuat Pemilu ‘ngambang’, sebaliknya menjelang tutup tahun 2022 ini harus ada kepastian politik, sebab akan menciptakan stabilitas dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.


Penyelenggaraan Pemilu 2024 merupakan komitmen yang telah ditetapkan oleh negara, sekaligus rakyat sudah terkondisikan untuk menyambut pesta rakyat tersebut. Jadi semua pihak diharapkan untuk menutup buku isu-isu yang membuat waktu pelaksanaan Pemilu menjadi ngambang.


“Maka siapapun termasuk elite, warga bangsa, dan kelompok-kelompok kebangsaan jika kita memang ingin bangsa dan Negara ini bersatu, komitmen-komitmen yang resmi itu mari kita jaga bersama. Jadi Pemilu 2024 terlaksana sesuai jadwal dan hentikan berbagai macam pernyataan apalagi gerakan yang sifatnya spekulatif,” kata Haedar, sebagaimana dikutip dari laman resmi Pimpinan Pusar Muhammadiyah; muhammadiyah.or.id, Jumat (30/12/2022) pagi.


Haedar berpendapat, sebagai bangsa yang memiliki kemajemukan yang besar, memiliki potensi juga rawan terjadi pembelahan, seperti yang terjadi pada Pemilu 2019 lalu. Namun demikian, ujarnya, bangsa Indonesia ini memiliki modal rohani besar sebagai kekuatan potensial bangsa untuk bersatu dan maju.


Modal tersebut, katanya, adalah nilai luhur yang berbasis pada Pancasila, agama dan budaya luhur bangsa. Ketiga entitas tersebut menjadi pemandu dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.


“Nilai-nilai itu penting karena akan mengajarkan kita untuk damai, hidup bermakna, saling menghargai, dan apapun kegiatan termasuk ekonomi, politik dan budaya itu akan melakukan sesuatu yang memiliki arti , jangan yang sia-sia apalagi yang menimbulkan kerugian,” kata Haedar.

 

Guru Besar Sosiologi ini mengatakan, agama merupakan pendorong yang luar biasa bagi Bangsa Indonesia, bahkan kemerdekaan Indonesia juga didorong oleh spirit keagamaan. Namun demikian, jika kekinian terjadi ketidakbenaran dalam praktik agama, tidak lalu kemudian dikapitalisasi, seakan-akan agama menjadi sumber masalah.


Menurutnya, energi positif agama itu jauh lebih besar ketimbang bias dari praktik sebagian orang beragama, termasuk Pancasila sebagai basis nilai luhur harus diaktualisasikan, dan menjadi koreksi sekaligus pemandu arah kebangsaan dan kenegaraan.


Sementara itu dalam menghadapi masa yang akan datang dengan berbagai macam tantangan, Haedar mengajak bangsa ini untuk memiliki sikap optimis dan menghadapi segala tantangan tersebut dengan sungguh-sungguh, namun tetap dengan seksama.


“Jangan menyia-nyiakan peluang kita untuk bangkit setelah pandemi ini, dan melakukan recovery yakni potensi kebangsaan kita yaitu persatuan. Ini yang membuat kita bertahan di segala gelombang, baik bencana alam maupun bencana politik kebangsaan,” imbuhnya.(*/mus)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Top Ad