SIAK, potretkita.net - Sejak dimekarkan dari Kabupaten Bengkalis pada 1999 lalu, Kabupaten Siak terus berbenah. Tidak saja dari sisi pemerintahan dan pelayanan publik, tetapi menjangkau hampir semua lini yang menjadi tanggung jawab pemerintah.
Sejak lama, sesungguhnya Siak sudah dikenal sebagai kawasan perkebunan besar, seperti karet dan kelapa sawit. Di sini juga berkembang berbagai industri, perdagangan dan jasa. Posisinya yang strategis pada lalu lintas perairan menuju Selat Malaka, membuat Siak semakin kesohor.
Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Kabupaten Siak Romy Lesmana menyebut, saat ini pemerintah daerah sedang berupaya menggali dan mengembangkan sektor pariwisata. Kunjungan wisatawan memang masih terbilang rendah, namun usaha ke arah pengembangan destinasi, diharap dapat menggenjot kunjungan wisatawan.
"Tahun ini kunjungan wisatawan baru berada pada angka empat ratus ribuan. Kita akan terus upayakan peningkatan jumlah kunjungan. Target angka satu juta pengunjung pada 2023 nanti terbilang realistis. Ini yang sedang kita kejar," kata Romy.
Romy menyebut hal itu, saat berdiskusi dengan puluhan wartawan dari Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat, yang melakukan kunjungan studi banding ke daerah itu, Senin (5/12/2022), di ruang pertemuan kantor bupati setempat. Dalam rombongan yang dipimpin Kepala Dinas Kominfo Yusrizal itu, juga ada sejumlah pejabat terkait di lingkungan Kominfo.
Kabupaten Tanah Datar adalah juga daerah tujuan penting wisatawan ke Tanah Minangkabau. Istano Basa Pagaruyuang yang terkenal itu, sepanjang tahun ramai dikunjungi. Totalnya bisa mencapai sejuta atau lebih kunjungan wisatawan, baik nusantara maupun mancanegara. Berbagai iven dilaksanakan di Istano Basa Pagaruyuang untuk memancing kunjungan wisatawan.
Hal serupa, kini juga dilakukan di Kabupaten Siak. Tour de Siak 2022 yang dilaksanakan pada 1-4 Desember 2022 lalu, menjadi bagian dari usaha mendatangkan wisatawan itu. Tour de Siak adalah iven balap sepeda berbasis wisata, mirip-mirip dengan Tour de Singkarak yang populer di Sumatera Barat.
Segera setelah menginjakkan kaki di Tanah Siak, rombongan wartawan Tanah Datar langsung menikmati pesona Istana Siak Sri Indrapura. Istana itu menjadi cerminan kejayaan Kerajaan Siak pada masa silam.
Siak Indrapura adalah salah satu kerajaan besar di Sumatera pada masa lampau. Kerajaan ini berjaya dengan perdagangannya, dan menjadi sangat strategis dalam dunia pelayaran dari pedalaman Sumatera menuju Cina, India, dan Arab.
Dari informasi yang dikutip laman djkn.kemenkeu.go.id diketahui, kebesaran kerajaan ini dapat dilihat dari Istana Siak Sri Indrapura. Istana terletak di Sri Indrapura, Kampung Dalam. Istana ini memiliki nama lain, yaitu Istana Asserayyah Hasyimiah atau Istana Matahari Timur. Saat ini, Istana Siak Sri Indrapura sudah berstatus sebagai cagar budaya, yang ditetapkan pada tanggal 3 Maret 2004.
Kerajaan Siak Sri Indrapura didirikan pada 1723 M, oleh Raja Kecik yang bergelar Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah, putera Raja Johor (Sultan Mahmud Syah) dengan istrinya Encik Pong. Pusat kerajaan berada di Buantan. Konon, nama Siak berasal dari sejenis tumbuh-tumbuhan, yaitu siak-siak yang banyak terdapat di situ.
Sebelum Kerajaan Siak berdiri, daerah ini berada di bawah kekuasaan Johor, yang memerintah dan mengawasi adalah raja yang ditunjuk dan diangkat oleh Sultan Johor. Tugas utamanya adalah untuk memungut cukai hasil hutan dan hasil laut.Namun hampir satu abad, daerah ini tidak ada yang memerintah.
Pada awal 1699, Sultan Kerajaan Johor bergelar Sultan Mahmud Syah II mangkat dibunuh Magat Sri Rama, istrinya yang bernama Encik Pong, pada waktu itu sedang hamil, dilarikan ke Singapura, terus ke Jambi. Dalam perjalanan itu, lahirlah Raja Kecik dan kemudian dibesarkan di Kerajaan Pagaruyung Minangkabau.
Sementara itu, pucuk pimpinan Kerajaan Johor diduduki oleh Datuk Bendahara Tun Habib yang bergelar Sultan Abdul Jalil Riayat Syah.
Setelah Raja Kecik dewasa, pada 1717 beliau berhasil merebut tahta Johor. Tetapi tahun 1722 Kerajaan Johor tersebut direbut kembali oleh Tengku Sulaiman, ipar Raja Kecik yang merupakan putera Sultan Abdul Jalil Riayat Syah.
Dalam merebut Kerajaan Johor ini, Tengku Sulaiman dibantu oleh beberapa bangsawan Bugis. Terjadilah perang saudara yang mengakibatkan kerugian yang cukup besar pada kedua belah pihak, maka akhirnya masing-masing pihak mengundurkan diri.
Dalam perjalanan itu, lahirlah Raja Kecik dan kemudian dibesarkan di Kerajaan Pagaruyung Minangkabau.
Pihak Johor mengundurkan diri ke Pahang, dan Raja Kecik mengundurkan diri ke Bintan, dan seterusnya mendirikan negeri baru di pinggir Sungai Buantan (anak Sungai Siak). Demikianlah awal berdirinya kerajaan Siak di Buantan. Namun, pusat Kerajaan Siak tidak menetap di Buantan.
Pusat kerajaan kemudian berpindah-pindah dari kota Buantan pindah ke Mempura, Senapelan Pekanbaru, dan kembali lagi ke Mempura. Semasa pemerintahan Sultan Ismail dengan Sultan Assyaidis Syarif Ismail Jalil Jalaluddin (1827-1864), pusat Kerajaan Siak dipindahkan ke kota Siak Sri Indrapura, dan akhirnya menetap di sana sampai akhirnya masa pemerintahan Sultan Siak terakhir.
Di awal Pemerintahan Republik Indonesia, Kabupaten Siak ini merupakan Wilayah Kewedanan Siak di bawah Kabupaten Bengkalis, yang kemudian berubah status menjadi Kecamatan Siak. Barulah pada tahun 1999 berubah menjadi Kabupaten Siak dengan ibukotanya Siak Sri Indrapura berdasarkan UU Nomor 53 Tahun 1999.
Istana Siak ini terdiri dari dua lantai dan berdenah segi empat silang. Gaya arsitektur bangunannya tampak menggabungkan gaya Melayu, Arab, dan Eropa. Setiap sudut bangunan terdapat pilar bulat dengan ujung puncaknya ada hiasan burung garuda.
Pintu dan jendela istana dirancang dengan bentuk kubah serta dihiasi mozaik kaca. Ada 15 ruangan dari dua lantai Istana Siak. Lantai satu terdiri dari enam ruangan. Sementara lantai dua terdiri dari sembilan ruangan.
Adapun enam ruangan di lantai satu, berfungsi sebagai tempat sidang dan ruangan untuk menerima tamu. Sedangkan sembilan ruangan pada lantai dua, berfungsi sebagai tempat peristirahatan Sultan dan tamu-tamu kerajaan.
Saat ini, Istana Siak Sri Indrapura berfungsi sebagai destinasi wisata sejarah di Provinsi Riau. Istana ini menjadi museum tempat menyimpan benda-benda peninggalan Kerajaan Siak.
Destinasi wisatawan lainnya yang pantang untuk tidak disinggahi, ketika Anda berkunjung ke Kabupaten Siak, di antaranya Sungai Mempura. Di seberang sungai berhadapan dengan Balai Kerapatan Tinggi Siak, terdapat sebuah anak sungai yang di hulunya terdapat sebuah desa yang bernama Desa Sungai Mempura.
Untuk mengunjungi desa ini, dapat menggunakan perahu dayung atau bermotor, yang selalu siap membawa kita ke hulu sungai menuju Desa Sungai Mempura.
Ada juga Monumen Pompa Angguk di Minas. Pompa Angguk adalah pompa untuk menyedot minyak dari perut bumi. Kini pompa itu tidak beroperasi lagi karena minyaknya telah kering, dan menjadi destinasi wisata. Penetapan lokasi sumur minyak ini dilakukan pada Maret 1941, dan pengeboran sumur dimulai pada 10 Desember 1944 dengan kedalaman sumur 800 meter.
Di Kabupaten Siak juga ada danau, namanya Danau Zamrud. Sebenarnya nama danau adalah Danau Pulau Besar, nama Zamrud dilekatkan, karena danau berada di Desa Zamrud, dengan luas sekitar 28.000 Ha. Danau Bawah dan Danau Pulau Besar terletak dekat lapangan minyak Zamrud, memiliki panorama indah yang mengagumkan dan menarik. Di sekitar danau masih ditemukan hutan yang masih asli.
Ada pula Danau Naga Sakti di Kecamatan Sungai Apit. Menurut cerita rakyat, dahulunya setiap setahun sekali timbul makhluk mirip naga, sehingga diberi nama Danau Naga. Danau ini memiliki panorama alam yang sangat indah. Cocok untuk wisata dan olahraga air, seperti: pemancingan, parasaling, dan jet sky.
Selain itu, ada juga wisata budaya seperti upacara adat; Merisik, Meminang, Menghantar Tanda Antar Belanja, Berinai, Berandam, Berinai Lebai/Akad Nikah, Hari Langsung (bersanding), Mandi Taman dan Menyembah Mertua.
Jangan pula lupa berlayar di Sungai Mempura terus hulu, mengikuti aliran sungai yang berair tenang. Di hulu Anda menemukan desa tradisional, yaitu Desa Mempura.
Penduduknya yang ramah serta alamnya yang sejuk dengan air sungai yang merah, dan hutan sekelilingnya yang masih asli, hidup aneka flora dan fauna yang saling bercengkerama sesamanya berayun buai di cabang dan ranting pepohonan.
Desa Mempura ini pernah menjadi pusat Kerajaan Siak, di bawah kepemimpinan Sultan Abdul Djalil Muzaffar Syah yang memerintah tahun 1746-1765 (Sultan Siak ke-2), dan setelah mangkat beliau dimakamkan di Mempura diberi gelar Marhum Mempura.
Di sini pada musim tertentu, kita dapat menikmati buah durian yang banyak terdapat disana sambil menikmati Musik Gambus mengiringi penari membawakan Tarian Zapin, yang ditarikan oleh penduduk setempat dengan fasihnya.(MUSRIADI MUSANIF, dari berbagai sumber)



Tidak ada komentar:
Posting Komentar