Oleh Dr. Suhardin, M.Pd.
(Dosen UIC Jakarta)
OPINI, potretkita.net - Waktu kuliah Strata Satu di Fakultas Tarbiyah, kami pernah mendapatkan perkuliahan tentang dasar-dasar kurikulum. Defenisi sederhana dari kurikulum yang terambil dari kata curiculer artinya jarak yang ditempuh oleh seorang pelari.
KLIK DI SINI UNTUK MENGIKUTI ARTIKEL DR. SUHARADIN LAINNYA
Kurikulum pemberian pengalaman pembelajaran kepada siswa semenjak ia memasuki tahap pembelajaran sampai pada masa akhir ia melaksanakan pembelajaran pada institusi tertentu.
Pada masa praliterasi, kurikulum lebih ditekankan pada pewarisan budaya dari senior kepada yunior, dari orang tua kepada anaknya, berupa budaya material dan budaya non material.
Budaya material mengajarkan kepada anak terkait dengan pemenuhan kebutuhan hidup dengan berbagai temuan kemajuan, yang sudah dicapai oleh generasi yang tengah eksis kepada generasi muda.
Budaya non material mengajarkan kepada generasi muda terkait dengan nilai, tradisi, adat istiadat, moralitas yang berlaku pada masyarakat melalui pertuturan, petatah dan petitih.
Tidak semua materi pembelajaran dapat diajarkan oleh orang tua kepada anak dan tidak semua orang tua juga yang mampu memberikan pembelajaran kepada anaknya, justru itu dibuatlah lembaga pendidikan, surau, pesantren, madrasah dan sekolah.
Lembaga inilah terjadi interaksi, transformasi, yang menghasilkan pengalaman kepada semua individu yang terlibat. Pengalaman berupa pengayaan informasi, akulturasi nilai, perubahan sikap dan perilaku serta penambahan keterampilan tertentu, sesuai dengan kadar minat dan kemampuan individu yang dimiliki oleh peserta didik.
Seiring dengan kemajuan, lembaga pendidikan berupa sekolah lebih ditingkatkan keberadaannya di tengah-tengah masyarakat. Karena sekolah bukan hanya sebagai pewarisan dan pemeliharaan nilai-nilai budaya bangsa, tetapi juga agent of change, institusi yang merancang dan mendorong terjadinya perubahan budaya masyarakat dari yang tertinggal menjadi berkemajuan, dari tradisional menjadi modern. Sekolah lembaga pendidikan yang mendorong dan menarik masyarakat untuk adaptif dengan kemajuan zaman.
Negara berkepentingan dengan kurikulum, karena negara memiliki falsafah bangsa, memiliki nilai luhur budaya bangsa, yang harus diwariskan kepada generasi mudanya. Negara juga memiliki visi sebagai sebuah bangsa dalam menatap masa depan.
Bangsa-bangsa di dunia berlomba untuk memajukan pendidikannya, sehingga pendidikan memperkuat budaya dan membangun peradaban bangsa. Negara-negara maju di dunia, dipastikan telah selesai dengan permasalahan pendidikan pada negaranya.
Indikator utama untuk memajukan bangsa dengan memajukan pendidikan. Pendidikan berkorelasi positif dengan kemajuan bangsa. Kemajuan pendidikan dilakukan dengan memajukan berbagai hal, pendidik dan tenaga kependidikan, kurikulum, sarana dan prasarana pendidikan.
Pendidikan identik dengan kurikulum. Tidak ada pendidikan tanpa kurikulum, demikian juga sebaliknya tidak ada kurikulum tanpa pendidikan. Memajukan pendidikan sebagian pakar pendidikan lebih menekankan kepada perubahan kurikulum, pokoknya mustahil pendidikan bisa maju tanpa perubahan kurikulum.
Berangkat dari pola pikir yang demikian, maka setiap pejabat berusaha untuk meninggalkan legacynya dengan merubah kurikulum, berbagai perubahan kurikulum telah dilakukan oleh para pejabat tinggi negara, kurikulum 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, 2006, 2013.
Tahun 2022/2023 mas mentri berusaha untuk melakukan perubahan kurikulum yang disebut dengan kurikulum merdeka, sebelumnya juga disebut dengan kurikulum prototype. Kurikulum ini menekankan kemerdekaan dan otonomi kepada institusi (sekolah, madrasah, PT), pendidik, (guru dan dosen) dan peserta didik (siswa dan mahasiswa) untuk melakukan pilihan terhadap materi ajar dan strategi pembelajaran.
Pemerintah sudah sangat serius untuk mengimplementasikan kurikulum merdeka dengan telah menerbitkan Permendikbudristek No.5 Tahun 2022 tentang Standar Kompetensi Lulusan. No.7 Tahun 2022 tentang Standar Isi.
Berbagai persiapan manajerial, teknis dan operasional telah dilakukan oleh pemerintah untuk mengimplementasikan kurikulum merdeka. Pemerintah melalui menteri pendidikan yakin bahwa satu diantara hal lain untuk mengejar ketertinggalan bangsa Indonesia dalam pendidikan adalah dengan penerapan kurikulum mereka belajar ini.
Hakekat perubahan kurikulum adalah perbaikan, semua kurikulum yang diterapkan semenjak dari 1947 sampai sekarang 2023 adalah baik sesuai dengan zaman.
Kurikulum menyesuaikan dengan perubahan perkembangan zaman, sebagai upaya nyata dan tanggungjawab untuk mempersiapkan generasi masa depan yang adaptive dengan zamannya, apalagi mas menteri yang sangat percaya diri, bahwa dirinya tidak tahu dengan masa lalu tetapi sangat paham dengan masa depan.
Kurikulum merdeka mempersiapkan masa depan generasi muda yang critical, creative, innovative, entrepreneur, challenge, sebagai bekal diri untuk lebih fungsional terhadap perubahan zaman. Masa depan, kehidupan lebih digitalis, praktis, akseleratif, fungsionalis, dan instantif.
Orang yang tidak terbiasa berpikir kritis, akan mengalami krisis dan marginalis. Orang yang berpikir kritis, akan kreatif dan inovatif, maka ia adaptif dengan zamannya.
Namun permasalahan perubahan kurikulum yang dirasakan pada tataran sekolah dan perguruan tinggi, hanya perubahan nomenklatur dan lebih banyak menyita waktu pada domain administrative.
Perubahan kurikulum selesai sampai pada perubahan kurikulum berikutnya, hampir sudah matang pada kurikulum tertentu, muncul perubahan kurikulum baru lagi, tanpa ada evaluasi yang mendalam terkait implementasi kurikulum sebelumnya.
Sudah sebelas kali kita melakukan perubahan kurikulum tetapi kualitas pendidikan Indonesia di bandingkan dengan negara lain di dunia, belum merangkak naik ke atas, tetapi tetap nyungsep ke bawah.
Hal ini dapat dilihat bahwa perubahan kurikulum belum memiliki dampak yang signifikan terhadap peningkatan mutu pendidikan. Mungkin yang lebih diperhatikan terkait dengan tatakelola pendidikan semenjak dari tingkat makro sampai kepada tingkat mikro.
Tata kelola tingkat makro menghasilkan berbagai regulasi yang sering membingungkan para praktisi pendidikan di lapangan. Pelayanan yang diberikan oleh lembaga negara terhadap satuan pendidikan banyak yang tidak efektif.
Pada tataran mikro, kepemimpinan satuan pendidikan banyak yang belum memberikan pelayanan yang memuaskan kepada stake holder. Pendidik yang melakukan pembelajaran di ruang kelas, banyak yang belum memiliki standar professional pendidik.
Kualitas pembelajaran dilakukan di dalam kelas banyak yang tidak memberikan inspirasi kepada peserta didik. Malah dalam satu satuan pendidikan, dalam setiap hari, dapat dipastikan, tetap ada kelas kosong yang tidak melakukan pembelajaran.
Kurikulum penting, tetapi yang sangat penting adalah tatakelola pendidikan kita dari makro hingga mikro. Jika kurikulum merdeka memberikan kemerdekaan dan otonomi penuh kepada guru dan siswa dalam melakukan pembelajaran, agaknya dunia pendidikan juga diberikan kemerdekaan oleh negara dalam melakukan pengelolaan pendidikan penuh berbasis kekuatan rakyat dan negara.
Intervensi politik agak diminimalisasi, jika memungkinkan mentri pendidikan jangan diangkat oleh presiden, tetapi diangkat oleh segenap praktisi pendidikan melalui dewan pendidikan nasional, berasal dari pendidik dan tenaga kependidikan yang terbaik, mengerti dengan masalah pendidikan di lapangan, paham solusi, dan memiliki kemauan untuk melakukan yang terbaik.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar