Ini yang Menyebabkan Soekarno WO dalam Rapat Muhammadiyah - Potret Kita | Ini Beda

Breaking

Post Top Ad

Post Top Ad

05 Februari 2023

Ini yang Menyebabkan Soekarno WO dalam Rapat Muhammadiyah

JAKARTA, potretkita.net - Soekarno yang merupakan proklamator Republik Indonesia itu, tak dapat dipungkiri, adalah seorang pimpinan Muhammadiyah juga. Dia teguh dalam prinsip, ketika sesuatu yang sedang dihadapi tak sejalan dengan yang sedang dipikirkannya.

ILUSTRASI MUHAMMADIYAH.OR.ID

Tersebutlah suatu ketika, tatkala Soekarno mengikuti rapat Muhammadiyah di Bengkulu pada Januari 1939. Saat itu dia menjadi ketua Majelis Pengadjaran Muhammadiyah dan direktur Sekolah Muhammadiyah di Bengkulu, tempat dia diasingkan oleh penjajah Belanda sejak 14 Februari 1938.


Soekarno protes saat rapat berlangsung. Dia malah sempat Walk Out (WO) atau meninggalkan rapat tersebut. Soekarno menganggap, penggunaan tabir melambangkan cara pandang Islam yang mundur. Tabir itu digunakan sebagai pembatas perempuan dan laki-laki, yang membuat jamaah perempuan tidak dapat melihat penceramaah atau jamaah lain dari lawan jenis.


Erniwati dkk dalam Samaun Bakri: Berjuang Untuk Republik Hingga Akhir Hayat (2019) menulis, seusai kejadian itu, Soekarno bertemu dengan tokoh Muhammadiyah Haji Syudjak dan Samaun Bakri. Keduanya sepakat dengan pandangan Soekarno.


Haji Syudjak menyebut, tabir memang tidak diperlukan dalam rapat Muhammadiyah, karena Kiai Ahmad Dahlan pun berpendapat demikian.


Protes Sukarno terhadap penggunaan tabir, nyatanya karena Soekarno menaruh harapan besar agar Muhammadiyah berhasil mengangkat umat dari pandangan kolot yang membelenggu untuk maju.


“… Saya adalah murid dari Historische School van Marx. Hal tabir itu saya pandang historisch pula, zuiver onpersoonlijk (bukan hal personal). Tampaknya seperti soal kecil, soal kain yang remeh. Tapi pada hakekatnya, soal mahabesar dan mahapenting, soal yang mengenai segenap maatsschappelijke positie (posisi sosial) kaum perempuan. Saya ulangi: tabir ialah simbol dari perbudakan kaum perempuan! Meniadakan perbudakan itu adalah pula satu historische plicht (tugas sejarah)!”


Begitu kata Soekarno, sebagaimana dikutip dari wawancara koresponden Antara yang dimuat di Surat Kabar Pandji Islam tahun itu.


Tak cukup dengan uraian dari Haji Syudjak yang dikenal sebagai periwayat KH. Ahmad Dahlan, Sukarno meminta ketegasan soal hukum Islam dan pandangan Muhammadiyah ke tokoh Muhammadiyah lain yang juga sahabatnya, Kiai Haji Mas Mansur.


Dalam pandangannya, Soekarno menganggap perintah Allah menundukkan pandangan (ghaddul bashar), sudah cukup sebagai pedoman dalam relasi muamalah laki-laki dan perempuan, sehingga tidak perlu tambahan seperti tabir yang justru membuat perempuan terkungkung.(muhammadiyah.or.id)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Top Ad