PADANG, potretkita.net - Sebagai upaya mengoptimalkan pengakuan terhadap warisan budaya di daerah ini, Pemko Padang mendaftarkan tiga Warisan Budaya Tak Benda (WBTI) ke Kementerian Pendidikan Budaya Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek).
RHMTDNS-WIKIPEDIA.ORG |
"Pengkajian dan usaha pengakuan terhadap objek warisan budaya terus kita lakukan. Ada tiga WBTI yang sudah terdaftar. Kita akan terus optimalkan," kata Kepala Bidang Budaya Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Padang Syamdani.
Menurutnya, tiga warisan budaya Kota Padang yang sudah terdaftar pada WBTI Kemendikbudristek itu adalah Rumah Gadang Kajang Padati, Tari Balanse Madam, dan Gamad.
Kota Padang, imbuhnya, mempunyai beragam aset sejarah berupa fisik dan nonfisik. "Tahun 2022 kemarin, kita mengusulkan banyak 3 diantaranya Serak Gulo, Saluang. Namun hanya Rumah Gadang Kajang Padati yang memenuhi syarat," ujarnya lagi.
Tahun ini, tambahnya lagi, warisan budaya yang belum memenuhi syarat pada tahun 2022 akan diajukan kembali. Kemudian dilakukan kembali pengkajian lebih dalam baik secara akademis dan pendalaman dari masing-masing maestro.
"Tugas kita untuk melindungi, melestarikan dan mengembangkan karya budaya yang sudah diberi oleh leluhur kita. Dengan mendaftarkan karya menjadi warisan budaya tak benda Indonesia," tuturnya.
RUMAH GADANG KAJANG PADATI
Mengutip informasi dari laman wikipedia.org diketahui, Rumah Gadang Kajang Padati adalah rumah gadang di Minangkabau yang tidak memiliki atap berbentuk gonjong, melainkan mengadopsi bentuk atap pedati yang berupa atap pelana, tetapi melancip di ujung-ujungnya.
Rumah gadang ini dapat ditemukan di Padang, khususnya di daerah Kuranji, Pauh, dan Koto Tangah. Pada masa Kesultanan Aceh, terdapat aturan rumah gadang tidak boleh meniru rumah gadang di darek, tetapi harus ada paduan Aceh dengan Minangkabau.
Oleh karena itu, rumah gadang ini mendapat pengaruh dari Aceh, terutama pada bentuk tangga dan ukirannya.
Rumah gadang Kajang Padati dibangun untuk kemenakan dengan hubungan tali budi atau kemenakan yang didakekan atau didekatkan. Secara arsitektural bangunan ini mirip dengan rumah gadang tipe atap Tungkuih Nasi. Perbedaannya terletak pada atapnya yang berupa atap pelana dengan ujung-ujungnya tidak ditinggikan.
Dinamakan kajang pedati karena bentuk atapnya mengadopsi bentuk atap pedati, yaitu alat transportasi tradisional yang ditarik oleh kerbau.
Pada bagian depan rumah terdapat tangga yang terhubung dengan teras. Tangga ini ditutup dengan pintu kipas pada bagian atasnya. Pintu ini memiliki atap yang mengikuti arah atap rumah induk. Bagian bawah dari atap tersebut diberi tiang penyangga agar atap tidak rubuh.
Tiang penyangga tersebut juga diberi penguat yang terhubung dengan rumah induk di sisi kiri dan kanan. Adanya atap, tiang, dan penyangga, membuat area tangga menjadi seperti ruang peralihan sebelum masuk ke dalam rumah. Selain itu, bentuk tangga mirip dengan bentuk tangga pada rumah Gayo Aceh, termasuk bentuk ukirannya.
Bangunan rumah berdenah segi empat dan empat persegi panjang sejajar serta melintang arah jalan. Bentuk rumah berupa panggung dan terdapat kolong pada bagian bawah rumah yang digunakan untuk ternak dan tempat penyimpanan. Sedangkan jumlah ruang biasanya ganjil, mulai dari 3, 5, dan seterusnya.(diskominfopd/*; ed. mus)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar