ECO RAMADHAN - Potret Kita | Ini Beda

Breaking

Post Top Ad

Post Top Ad

26 Maret 2023

ECO RAMADHAN

Oleh DR. Suhardin, S.Ag., M.Pd.

Dosen Universitas Ibnu Chaldun (UIC) Jakarta


BACA JUGA


Pemanasan global nyata dan dirasakan oleh semua pihak, cuaca ekstrem, badai, hujan es, petir, tornado, telah melanda hampir semua belahan dunia. Bencana; banjir, longsor, kekeringan dan kemarau panjang telah menjadi rutinitas hampir di semua tempat. 


Masyarakat dunia berusaha untuk melakukan hijrah, transformative ke arah ecological paradigm, kualitas lingkungan hidup terkonstruksi secara sosial sebagai permasalahan sosial dengan melihat hubungan manusia dan lingkungan hidup. (Catton & Dunlap, 1978; Dunlap & Brulle, 2015).


Terdapat tiga nilai yang harus dimiliki manusia dalam berinteraksi dengan lingkungan; altruistic (terdiri dari kesetaraan, kedamaian, keadilan sosial, saling membantu); egoistic (kekuatan sosial, kemakmuran, kewenangan, pengaruh dan ambisius); dan biosphere (menghargai bumi, mencegah polusi, bersatu dengan alam dan melindungi lingkungan hidup). 


Dunlap dan Catton mengatakan, alam memiliki keterbatasan, manusia hanya satu species, dari banyak species lain yang memiliki ketergantungan dalam komunitas biotic yang membentuk kehidupan. Aksi manusia dalam pemenuhan kebutuhan tidaklah harus merusak lingkungan, tetapi ambisi besar manusia akan dapat memusnahkan seluruh isi alam.


Manusia yang terbaik adalah memperhatikan equilibrium, keterkaitan dan saling membutuhkan diantara makhluk yang ada di tengah lingkungan dan menjaga keberlangsungannya, sustainable dari generasi ke generasi.  


Allah menciptakan alam ini sangat kaya raya, sempurna dan melebihi dari kebutuhan semua makhluk yang ada di dalamnya, semua dijamin oleh Allah reZekinya, karena Allah SWT Maha Pemberi Rejeki, Arraziq.


Tetapi keserakahan sekelompok manusia membuat hak manusia lain dan berbagai makhluk lain, terancam, bisa jadi akan mengalami kepunahan. Berbagai species telah banyak yang hilang, kerena tidak mampu beradaptasi dengan perubahan iklim, hal ini akan berdampak pada species yang lain. Deforestation, satu bentuk tindakan nyata manusia yang menghancurkan lingkungan, memusnahkan berbagai species.   


Puasa yang dilaksanakan umat Islam di Bulan Ramadhan dengan melakukan proses menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa, makan minum dan jimak suami istri semenjak dari terbit fajar sampai terbenam matahari. 

Puasa hakikatnya adalah kesabaran, mengendalikan diri dan berhubungan langsung dengan Allah SWT. Puasa bentuk nyata dari perilaku ihsan, beribadah dengan keyakinan bahwa langsung berhadapan dengan Allah SWT. Jika tidak terlihat dengan nyata, yakinlah bahwa Allah SWT pasti melihat dan menyaksikan dengan sesungguhnya. 


Ibadah Puasa adalah ibadah yang langsung untuk Allah SWT dan Allah SWT yang akan menghitung dan membalasnya. 

Seperti dinyatakan dalam hadits Nabi: 

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu berkata, Rasulullah Shallallahu’alai wa sallam bersabda, “Allah berfirman, ‘Semua amal anak Adam untuknya kecuali puasa. Ia untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya.”


Ibadah puasa murni berangkat dari pribadi yang ikhlas, bertauhid kepada Allah SWT karena ia terpanggil sebagai orang-orang yang beriman, Ibadah puasa tidak bisa dipertontonkan kepada orang lain sebagai pencitraan bahwa kita melaksanakan sebuah peribadatan seperti shalat, zakat, dan haji.


Kemurnian ibadah, kualitas puasa, hanya pribadi yang berpuasa dengan Allah SWT yang dapat mengukurnya. Maka Allah menyebut bahwa berpuasa seorang hamba adalah untuk Allah SWT. Balasan yang diberikan Allah kepada yang berpuasa mendapatkan anugerah al-Muttaqien, disiapkan oleh Allah SWT sorga seluas langit dan bumi. 


Orang yang berpuasa telah berhasil menundukkan dirinya dari keinginan yang dapat merugikan dirinya dan orang lain, sehingga para shoimin dan shoimat akan dapat memberikan perilaku yang berorientasi terhadap kebaikan lingkungan hidup; 


Pertama, hidup secara proporsional, tidak berlebih-lebihan yang dapat mengakibatkan kerusakan alam, dan membuat kecemburuan sosial di tengah-tengah kehidupan sosial budaya. 


Kedua, tidak mubazir, karena sudah dilatih dalam satu hari penuh tidak makan dan tidak minum serta tidak melakukan hubungan biologis, sehingga dalam berbuka cukup dalam kadar membatalkan puasa dan melanjutkan kepada hari berikutnya, sehingga tidak banyak sampah yang akan dibawa ke tempat pembuangan akhir. 


Ketiga, meminimalisasi dan menghilangkan sikap pamer, riya yang akan menimbulkan kecemburuan sosial di tengah lingkungan. Shoimin telah terlatih dalam pengendalian diri, sudah terlatih untuk focus menuju Allah SWT. Sehingga segala sesuatu yang ia lakukan murni hanya untuk kepentingan Allah SWT.


Keempat, berbagi dengan sesama, sudah dirasakan bagaimana letih dan lesu dalam menahan untuk tidak makan dan minum,  maka rasa lapar dan dahaga sudah dirasakan, hal ini telah menjadi pakaian keseharian bagi para hamba Allah SWT yang tidak berpunya, maka selayaknya, dan sudah menjadi keharusan untuk kita berbagi dengan mereka, agar gini rasio, kesenjangan sosial antara yang kaya dan yang miskin tidak terlalu menganga di tengah-tengah kita.


Kesenjangan sosial ini akan menjadi rerumputan kering yang akan terbakar pada waktu yang tepat, jika tidak ada pengendalian dari pihak-pihak yang sudah merasa berkecukupan. 


Kelima, puasa memberikan pelajaran kepada kita secara nyata bahwa kebutuhan biological manusia secara personal sangat relative sedikit, untuk apalah merusak lingkungan yang begitu parah demi untuk menumpukkan kekayaan, sehingga melupakan diri bahwa kita juga saat tertentu akan kembali menghadap Allah SWT.*** 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Top Ad