JAKARTA, potretkita.net - Kasus Gagal Ginjal Akut pada Anak (GGAPA) yang menghebohkan Indonesia beberapa waktu lalu masih belum usai. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta negara memulihkan hak-hak para korban.
"Banyak pihak menuntut agar negara memulihkan hak-hak keluarga korban, atas kemarian sia-sia yang menimpa anaknya akibat minum sirup. Ada pula tiga keluarga korban melakukan aksi Kamisan pada 30 Maret 2023 lalu di depan istana," kata Wakil Ketua KPAI Dr. Jasra Putra, M.Pd.
Mengutip keterangan dari Kementerian Koordinator PMK, Jasra menyebut, kementerian itu akan mencari cara memberikan bantuan untuk keluarga korban. Lalu dijawab Menteri Sosial pada 20 Maret lalu. “Pak, kami enggak ada uang. Kalau (dikasih santunan) satu kali, terus dia cuci ginjal lagi, terus dari mana duitnya?,” sebut Mensos.
Sementara itu, Kementerian Kesehatan merilis, sedikitnya 326 anak terkena GGAPA akibat meminum sirup. Dari jumlah itu, 204 anak meninggal.
Menurut Jasra, sebaran kasus GGAPA dari data yang masuk ke KPAI dari Kementerian Kesehatan per 20 Oktober 2022, di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam 31 kasus dengan 20 meninggal, Sumatera Barat 22 kasus dengan 12 meninggal, dan Sumatera Utara 7 kasus dengan 6 meninggal.
Berikutnya, Sumatera Selatan 2 kasus dengan 2 kasus meninggal, Jambi 3 kasus dengan 2 meninggal, Bengkulu 1 kasus dengan meninggal (belum terlaporkan), Jawa Timur 24 kasus dengan 13 meninggal, Jawa Barat 12 kasus dengan meninggal (belum terlaporkan).
Jawa Tengah 1 kasus dengan meninggal (belum terlaporkan), DKI Jakarta 71 kasus dengan 40 meninggal, Banten 11 kasus dengan meninggal (belum terlaporkan), Yogyakarta 13 kasus dengan 5 meninggal, Bali 17 kasus dengan 11 meninggal, dan NTT 2 kasus dengan 2 meninggal.
Kalimantan Timur 1 kasus dengan meninggal (belum terlaporkan), Kalimantan Utara 2 kasus dengan meninggal (belum terlaporkan), Kalimantan Barat 20 kasus dengan 10 meninggal, dan Kalimantan Selatan 1 kasus dengan meninggal (belum terlaporkan).
Di Sulawesi Utara 2 kasus dengan 1 meninggal, Sulawesi Selatan 1 kasus dengan meninggal (belum terlaporkan), Kepulauan Riau 3 kasus dengan 1 meninggal, Papua 1 kasus dengan meninggal (belum terlaporkan), Papua Barat 1 kasus dengan meninggal (belum terlaporkan).
"Untuk itulah KPAI melakukan serangkaian kegiatan pengawasan, baik secara langsung maupun dalam jaringan, diantaranya mengundang keluarga korban dalam fasilitas daring, dan mempertemukan langsung dengan anggota Komisi IX DPR RI yang bermitra dengan Kementerian Kesehatan, mengundang pejabat BPJS, BPOM dan beragam profesi yang dibutuhkan, melalui fasilitas daring," sebutnya.
Tokoh nasional asal Pasaman Barat itu mengataka, pihaknya juga sudah melakukan pertemuan 3 lembaga National Human Right Indonesia (NHRI) yaitu Komnas HAM, Komnas Perempuan dan KPAI, dilanjutkan koordinasi dengan Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN).
KPAI juga menggelar rapat koordinasi bersama stakeholder terkait, yang juga melibatkan profesi di bidang kesehatan dan perlindungan anak, serta melakukan langkah-langkah komperhensif dalam penanganan kasus GGAPA sesuai prosedur yang berlaku.
Berdasarkan kondisi, imbuhnya, tersebut KPAI melalui surat nomor 247/9/KPAI/4/2023 pertanggal 5 April 2023 berkirim surat yang berisikan rekomendasi langkah-langkah yang bisa di upayakan Menko PMK.
Pertama, Kementerian Sosial RI dapat memberikan skema bantuan santunan kepada keluarga korban yang anaknya meninggal dan anaknya yang mengalami GGAPA, dikarenakan sampai saat ini belum ada pertanggungjawaban dari pemerintah maupun stakeholder terkait yang diberikan kepada keluarga korban.
Kedua, Kemenkes perlu memastikan penyediaan fasilitas rujukan dan menyelenggarakan akses pengobatan yang komperhensif bagi anak dan keluarga yang menjadi korban GGAPA, agar setiap anak mendapatkan derajat kesehatan yang optimal, dengan meliputi upaya penanganan promotif, preventif, kuratif, rehabilitative baik untuk pelayanan kesehatan dasar maupun rujukan.
Ketiga, KPPPA perlu melakukan koordinasi pendataan korban lebih lanjut antara lembaga daerah dan lembaga kesehatan yang memiliki tugas dan fungsi pendampingan dalam memberikan pendampingan psikologis kepada keluarga korban pasca kehilangan anak akibat GGAPA.
Keempat, BPJS Kesehatan membuat skema pembiayaan pengobatan lanjutan terhadap para korban GGAPA, dimana sampai saat ini masih ada pengobatan lanjutan yang tidak ditanggung oleh BPJS Kesehatan dan menjadi tanggungan keluarga korban, seperti cuci darah dan pembelian obat lainnya diluar kasus GGAPA karena adanya komplikasi penyakit yang ditimbulkan.
Jasra mengapresiasi kepada pemerintah dan stakeholder, terkait dalam menangani kasus GGAPA Progresssif Atipikal pada anak, namun ia mempertegas, negara punya kewajiban memulihkan hak hak korban, sebagaimana juga rekomendasi Komnas HAM.
"Rekomendasi ini berlaku, bila di kemudian hari masih ditemukan kasus yang sama atas kelalaian pengawasan obat dan makanan dan industri farmasi yang melanggar ketentuan aturan yang ada," tegasnya.(musriadimusanif)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar