Bencana Alam dan Naturalist Intelligence - Potret Kita | Ini Beda

Breaking

Post Top Ad

Post Top Ad

23 Juni 2021

Bencana Alam dan Naturalist Intelligence

 


OPINI, potretkita.net - Indonesia  memiliki kompleksitas musibah bencana alam, lengkap dengan aneka variannya, Mulai dari gempa bumi yang kecil dalam bentuk perenggangan (extention), menengah dan yang besar dalam bentuk seismogenetik (gempa bumi berskala besar).



Badai (toufan) mulai dari yang kecil diakibatkan oleh perubahan temperatur panas pada zona tertentu sampai dengan toufan yang besar seperti kejadian pada toufan seroja, yang meluluh lantakkan Nusa Tenggara Timur dan daerah lain di sekitarnya.


Banjir hal yang cukup familier dalam memori masyarakat, mulai banjir kecil akibat ketidak seimbangan drainase (saluran air) di beberapa permukiman, perkampungan dan perkotaan, banjir menengah yang harus melakukan evakuasi pada masyarakat setempat akibat curah hujan tinggi, sampai dengan bajir besar dengan menyapu warga yang berada di sekitar aliran sungai, di pemukiman, di perkampungan.


Demikian juga hal dengan longsor, mulai dari longsor biasa, terjadinya reruntuhan tanah, akibat marfologi yang kurang di kelola dengan baik, sampai kepada longsor yang menimbun ratusan warga di sekitarnya.  


Bencana sesuatu hal yang tidak diinginkan oleh semua masyarakat, tetapi dia datang, dan kita tidak siap dengan kedatangannya, sehingga menelan korban yang cukup besar, baik dalam bentuk material maupun dalam bentuk moral. Kesedihan korban bencana yang dirasakan, pertama, berpisah dengan orang yang dicintai dalam waktu yang sangat singkat.


Apalagi korban tersebut tulang punggung keluarga, dalam waktu singkat terjadi penambahan populasi anak yatim dan populasi janda dan duda di tengah masyarakat. Kedua, bencana merugikan material secara tiba-tiba. Betapa banyak orang kaya jatuh miskin dalam waktu singkat.


Betapa banyak orang waras, cerdas, intelektual dalam waktu singkat berubah menjadi stress, depresi, dan gangguan kejiwaan, karena harta benda hilang lenyap dalam seketika. Ketiga, bencana menghilangkan pekerjaan, menghilangkan profesi, penghasilan, menghilangkan  produktifitas sehingga menjadi objek kasihan dan menunggu bantuan dan pemberian orang-orang yang memiliki semangat philantorpy dan voluntry.


Keempat, bencana merusak perencanaan pembangunan, membuat program berantakan dan capaian pekerjaan menjauh dari target yang sudah ditetapkan akibat diterpa oleh bencana. Kelima, bencana membuat sesuatu kampung, daerah, dan negara mundur ke belakang dalam capaian kemajuan pembangunan.  


Tetapi di balik itu bencana juga dapat memberikan konstribusi positif kepada manusia, pertama, peringatan kepada manusia tentang kelalaian yang selama ini dilakukan baik dalam bentuk kebijakan maupun dalam aspek perilaku masyarakat terhadap lingkungan. Allah SWT memberikan sesuatu penuh dengan nilai spiritual, tetapi dapat ditangkap oleh orang-orang yang berpikir positif terhadap alam dan kebijakan Allah SWT sebagai penguasa alam. Dalam Al-Qur’an surat Ar-Rum (30) ayat 41:


Artinya: telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia: Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari akibat perbautan mereka, agar mereka kembali kepada jalan yang benar”.


Kerusakan di laut dapat dilihat dengan kasat mata diantaranya (1) penangkapan ikan dengan menggunakan trawl (pukat harimau) yang menghancurkan semua habitat yang ada di dasar laut, merusak dengan kasar dan sadis terumbu karang yang indah dan barokah di tengah laut dan memutus mata rantai generasi biota laut.


(2) Pengeboman yang lebih sadis dari trawl, semua yang ada disekitar lingkungan laut hancur berantakan, luluh lantak berkeping-keping dalam sekejap dan membutuhkan durasi pemulihan yang sangat lama. (3) Pembangunan lepas pantai yang tuna enviromental ethics, pembangunan yang tidak mengindahkan AMDAL, malah AMDAL yang dibuat-buat untuk melegalisasi pembangunan, dengan dalih pendapatan, pemasukan dan keuntungan material. 


Demikian juga kerusakan di darat (1) deforestation, pengundulan hutan dengan dalih hutan produksi dan pembukaan lahan perkebunan. (2) pertambangan yang tuna enviromental ethics, tidak mengindahkan AMDAL malah AMDAL disesuaikan dengan kepentingan pemesan. (3) polusi udara, polusi tanah dan polusi air akibat dari kebijakan yang salah dan  pola hidup serta gaya hidup yang tidak ramah dengan lingkungan.


Mufradat ayat yang berbunyi liyuziqohum, sangat dalam maknanya, dan sangat tajam frasenya, dimana Allah SWT menghendaki, bahwa sebagian dari akibat perbuatan yang dilakukan oleh manusia, dirasakan akibatnya. Sebagian kecil dari kebijakan pemerintah, perilaku masyarakat, dirasakan akibatnya.


Tetapi yang menjadi permasalahan sebagian kecil yang berbuat dirasakan akibatnya oleh banyak orang, hal ini adalah akibat dari tidak terjadinya proses amar ma’ruf nahi munkar di tengah kehidupan sosial kemasyarakatan. Hikmah musibah kedua yang perlu dipetik adalah tegaknya amar ma’ruf nahi munkar.


Akibat kerusakan yang dilakukan oleh segelintir orang yang rakus, tamak, sombong, dirasakan akibat oleh semua manusia yang ada di sekitar, tidak peduli etnis, kebangsaan, status sosial, dan keyakinan hidup, semua akan terkena musibah. Maka amar ma’ruf nahi munkar perlu ditegakkan, katakan yang benar itu benar sekalipun pahit dan beresiko secara personal, demikian juga yang tidak benar, dikatakan tidak benar, sekalipun beresiko secara personal, sehingga kebenaran tegak dan kebathilan enyah dalam kehidupan.


Ketiga, musibah memberikan pendalaman ketauhidan terhadap kebesaran Allah SWT sebagai penguasa, pengatur, pengasih dan penyayang, juga memupuk solidaritas dan soliditas kehidupan sosial dalam bentuk philantropy dan voluntry. Berbagai komunitas sosial yang tidak terdampak tersentak dan bangkit untuk peduli dan melakukan sesuatu kebajikan untuk kemaslahatan dan kepentingan masyarakat yang tengah terdampak musibah.


Amal jariyah, kesalehan sosial, kepedulian sosial, hidup dan tumbuh di tengah kehidupan sosial kemasyarakatan. Hubungan sosial, interaksi individual akrab di tengah kehidupan, tanpa mempedulikan perbedaan bangsa, etnis, status, dan keyakinan. Semua tergabung dalam wadah kepedulian terhadap kehidupan makhluk. Merasakan eksistensi penguasa alam dan membalut diri dalam beluran kasih sayang, dengan tema solidaritas.


Kesadaran untuk mencintai lingkungan tidak bisa terbangun dengan begitu saja pada diri seseorang, apalagi pada manusia dewasa yang tengah terasut oleh kepentingan material. Orang yang sudah terasut oleh kepentingan material, terpicu untuk mengekploitasi alam dengan mencampakkan hal-hal yang berbau ethics, morale, dan akhlak terhadap lingkungan.


Manusia kerasukan hawa nafsu untuk mengumpulkan kekayaan dari alam untuk beberapa turunan ke depen. Maka dengan itu satu hal potensialitas kemanusiaan yang perlu dihidupkan semenjak dari dini adalah kecerdasan natural (natural intelligence).


Menurut Garner satu diantara kecerdasan yang ada pada manusia diantara kecerdasan lainnya adalah kecerdasan natural,  kecerdasan itu diantaranya dapat diidentifikasi dengan delapan belas indikator diantaranya (1) nyaman berada di alam terbuka; (2) peduli dengan alam di sekitarnya; (3) merasa terhubung dengan alam;


(4) bisa mengenali jenis-jenis flora dan fauna; (5) bisa mengenali pola dan warna dari berbagai flora dan fauna; (6) pandai mengelompokkan flora fauna; (7) observatif pada alam dan isinya; (8) haus akan ilmu tentang bunga, pohon, batu, gunung merapi, formasi awan, dan lainnya; (9) menikmati momen mengeksplorasi alam terbuka, termasuk bagian yang menjijikan menurut anak lain;


(10) mengerti fenomena alam; (11) memperhatikan dengan detil setiap benda alam; (12) menyayangi berbagai jenis binatang; (13) memilih buku atau video tentang alam; (14) mencari musik yang berkaitan dengan alam;  (15) membuat kerajinan dari alam, seperti kerang, ranting, dan lainnya; (16) mengamati perubahan iklim, musim, rasi bintang, dan lainnya; (17) suka diajak ke kebun binatang, pusat penangkaran, atau pet shop; (18) menyukai kegiatan alam (camping, berlayar, panjat tebing) dibanding ke taman bermain.


Satu diantara langkah strategi pendidikan lingkungan ke depan, bagaimana membangun kecerdasan natural ini pada peserta didik semenjak dari pendidikan dini, dasar, lanjutan, menengah sampai dengan perguruan tinggi.


Kepada para pejabat, penguasa, dan para praktisi bisnis wacana dan praktek environmental ethics dipastikan menjadi sesuatu yang nyata dalam kehidupan, jangan hanya wacana dan lagu klasik yang diperdendangkan tapi dibohongi dalam kebijakan dan tindakan, akibat godaan pendapatan.


Kegelisahan dunia akibat perubahan iklim dan pemanasan global telah berusaha mengecam kebijakan pembangunan yang menjanjikan penghasilan dan mengesampingkan environemntak ethics. Enviromental ethics, hal yang menjadi garda terdepan dalam cuitan pembangunan dunia ke depan, maka negara yang ugal-ugalan melakukan kebijakan pembangunan infrastructure dengan tuna enviromental ethics, bersiap-siaplah menjadi negara terasing dalam pentas kehidupan dunia, pemimpin dan pengambil kebijakannya akan menjadi musuh bersama masyarakat dunia.


Kecerdasan natural dibangun dengan pendekatan, pertama, biarkan anak bermain peran bersama teman sebayanya,  bermain dengan memanfaatkan benda-benda alam di sekitarnya, saat bermain itu anak mampu mengidentifikasi dan memanfaatkan benda-benda alam untuk sesuai dengan imajinasinya.


Kedua, memelihara hewan atau tanaman di rumah,memelihara kucing, anjing, tanaman bunga atau buah-buahan. Di sinilah kemudian anak akan belajar merawat dan menghoramati alam, baik hewan maupun tumbuhan.


Ketiga, ajak anak berwisata ke kebun binatang, kegiatan ini anak akan mengamati dan mengidentifikasi macam-macam binatang, orang tua bisa meminta anak untuk menceritakan hasil pengalaman berwisatanya sepulang dari kebun binatang.


Keempat, mengajak anak untuk membuat kegiatan kemah literasi, ini tidak harus bertempat di bumi perkemahan, namun mendirikan tenda di sekitar lingkungan rumah juga sudah cukup.


Kelima, membiarkan atau meminta anak menggambar pemandangan,  saat kita meminta anak untuk menggambar pasti yang akan digambar oleh anak adalah menggambar dua gunung, di tengahnya terdapat matahari dan di bawah gunung terdapat hamparan sawah yang hijau.


Keenam, kita bisa mengajak anak untuk bermain pasaran,  permainan ini anak diminta untuk memetik dedaunan, mencium dan meraba daun yang didapat, dan mengolah daun sesuai imajinasi.


Keenam hal ini dapat diterapkan pada lembaga pendidikan pada tingkat usia dini, tingkat pendidikan dasar, tingkat lanjutan pertama, tingkat menengah dan sampai kepada perguruan tinggi.


Juga di lingkungan keluarga, oleh orang tua dan di tengah-tengah masyarakat pada lingkungan rukun tetangga, rukun warga dan kampung, desa dan kelurahan. Tetapi yang paling penting dari itu pendidikan diperlukan ketauladanan dari orang dewasa dalam hal ini orang tua, pendidik, tokoh masyarakat dan pemimpin yang tengah berkuasa.(Dr. Suhardin, M.Pd., Pengamat Lingkungan Hidup & LDK PP Muhammadiyah)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Top Ad