Jurnalisme Haji Agus Salim (Bagian Dua) - Potret Kita | Ini Beda

Breaking

Post Top Ad

Post Top Ad

12 Juli 2021

Jurnalisme Haji Agus Salim (Bagian Dua)

Oleh MUSRIADI MUSANIF, S.Th.I
Wartawan Utama/Korda Harian Umum Singgalang Kabupaten Tanah Datar


OPINI, potretkita.net
-
Pikiran jernih Haji Agus Salim yang dituangkannya melalui Oetoesan Hindia, disebut-sebut memiliki pengaruh luar biasa terhadap perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia. Apa yang beliau tuliskan, banyak menjadi rujukan oleh tokoh-tokoh pergerakan dari seluruh negeri.

Haji Agus Salim (kabarpadang.com)

Selain sebagai seorang penulis, Haji Agussalim juga dikenal seorang pemimpin media yang ulet, Suratkabar Neratja yang beliau pimpin, terbukti mampu menjadi rujukan paling terkemuka di masa itu.


Rhoma Dwi Aria Yulianto, seorang periset 100 tokoh pers nasional menyatakan, pemikiran Haji Agus Salim dikenal amat tajam. Penanya mampu menelisik persoalan hingga ke akar-akarnya. Bahasa yang dipergunakannya, amat menarik dan menggugah. Sosok yang juga dikenal sebagai tokoh pembaharuan pemikiran dalam Islam (reformis Islam) itu, benar-benar bersinar laksana bintang cemerlang di zamannya.


Karir Haji Agus Salim di dunia jurnalistik, sesungguhnya dapat ditelusuri sejak tahun 1915, yakni ketika bekerja sbagai penterjemah Bahasa Melayu di Balai Pustaka yang kemudian berlanjut ke posisi Redaktur II di Suratkabar Harian Neratja. Dengan demikianlah dapat diketahui, sebenarnya sosok seorang Haji Agus Salim terlebih dahulu terjun ke dunia jurnalistik, sebelum bekecimpung di dunia politik melalui organisasi bernama Syarikat Islam yang dipimpin Cokroaminoto.


Harian Neratja yang dipimpin Haji Agus Salim terbit sejak 1917 oleh NV Vitgevers Mij Evolutie. Mulanya, perusahaan ini menerbitkan suratkabar berdasarkan modal kredit yang disalurkan penjajah Belanda. Pada awalnya, Neratja dipimpin Datuk Tumenggung. Beberapa waktu kemudian, jabatan itu diserahkan kepada kemenakannya bernama Abdul Muis.


Melalui tangan Abdul Muis, sang datuk berharap, pertikaian antara pemerintah Belanda dengan Centraal Syarikat Islam dapat diredakan. Yang terjadi justru sebaliknya, Abdul Muis tetap menjadikan Neratja sebagai media perjuangan Syarikat Islam. Tulisan-tulisan Abdul Muis dan Agus Salim semakin tajam menyayat relung-relung pemerintahan penjajahan Belanda.


Menariknya, Datuk Tumenggung justru jadi belawanan dengan Abdul Muis. Pertikaian keduanya tak bisa dielakkan lagi. Semakin hari kian meruncing. Tak mungkin bisa dipersatukan lagi.


Di saat-saat hubungan mamak dan kemenakan itu kian memanas, Datuk Tumenggung berprinsip, kepemimpinan Abdul Muis di Neratja tak mungkin untuk diteruskan. Agus Salim dianggap menjadi orang yang palong cocok menggantikan Abdul Muis dengan jabatan sebagai redaktur.


Entah kenapa, Datuk Tumenggung justru kian memperbesar kekeliruannya. Harapan semula Syarikat Islam bisa bersikap lebih lunak terhadap Belanda, tidak pernah jadi kenyataan. Pena Haji Agus Salim jauh lebih tajam dari apa yang dibayangkan orang sebelumnya.


Dengan jabatan itu, Agus Salim malah menjadi lebih produktif dalam menulis artikel dan tajuk rencana yang menyuarakan pelawanan terhadap apapun yang fdilakukan penjajah Belanda di negeri ini. Gaya penulisannya saja yang berbeda, Agus Salim sedikit lebih halus dan cerdas dalam gayanya bertutur dalam wujud tulisan.


Menurut Dwi, apa yang selama ini memenuhi benaknya dalam upaya mencerdaskan kehidupan anak bangsa ini, kini semakin leluasa beliau tuangkan dalam bentuk tulisan dengan tetap mencerminkan dirinya seorang penulis khas dan menggunakan sapaan-sapaan islami.


Dalam sebuah artikel berjudul Lahirnja tipis, isinja dalam, Agus Salim ingin menyatakan kepada pembacanya, pendidikan model barat pada masa itu tidak akan menghasilkan manusia berbudi pekerti, beriman kuat terhadap agama masing-masing, memiliki rasa percaya dan harga diri yang tinggi, bertanggungjawab serta tahu dengan kewajibanya. Pendidikan barat itu justru telah melahirkan egoisme.


Melalui Harian Neratja edisi 4 Oktober 1917 itu, Haji Agus Salim mengkritik L. J. Poldeman, seorang penguasa penjajah yang berniat menyelenggarakan pendidikan khusus kalangan pribumi.


Menariknya, hampir di setiap artikel yang beliau tulis, ayat-ayat Alquran yang relevan selalu beliau kutip sebagai pembuka tulisan. Jurnalisme Haji Agus Salim adalah perpaduan antara sosok seorang wartawan profesional dengan seorang ulama dan politikus ulung.


Tidak diperoleh kabar dan alasan pasti, pada 2 Januari 1925, Haji Agus Salim mengakhiri karir jurnalistiknya di Harian Neratja. Beliau kemudian memimpin Hindia Baroe yang diterbitkan NV Maatschappij tot Explotatie van het degblad Neratja di bawah Syarikat Islam.(MUSRIADI MUSANIF, artikel ini pernah dijadikan bahan ajar oleh penulis di STBA H. Agus Salim Bukittinggi --bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Top Ad