JAKARTA, POTRETKITA.net -- Tiga akademisi dari tiga perguruan tinggi berbeda menemukan fakta, membaca literasi jihad di kalangan milenial tidak berdampak sigfnifikan dalam membentuk cara pandang mereka, terutama terkait dengan pemaknaan jihad dan terorisme.
ilustrasi bengkulutoday.com |
''Hasil temuan penelitian terlihat, pengaruh literasi jihad terhadap goodlooking intention tidak signifikan, karena memiliki pengaruh rendah, yakni 0,22 dengan determinasi 04,84 persen, keinginan kaum milenial terlibat dalam gerakan good looking hanya dipengaruhi oleh literasi jihad sebesar 04,84 persen. Sangat kecil,'' kata Suhardin kepada PotretKita.net, Kamis (22/7).
Menurutnya, kaum milenial memiliki intensitas rendah dalam melakukan literasi jihad, yakni hanya berkisar pada angka rata-rata = 57,30, median = 51,16, dan mode mode = 50, pada umumnya berada di bawah rata-rata, hanya sebagian kecil yang di atas rata-rata, hal ini memperlihatkan bahwa literasi jihad di kalangan milenial tidak menjadi budaya yang kondusif.
Suhardin menjelaskan, bacaan yang diberikan kepada mereka pada umumnya bacaan yang sudah dipersiapkan oleh mentoring-nya, sehingga ia berkorelasi signifikan dengan kerangka berpikir dan pemahaman terhadap efinisi, pengertian, dan paradigma jihad dalam pikiran mentoring tersebut, hal ini dibuktikan dengan koefisien korelasi yang sangat signifikan sebesar 0,42 dengan koefisien determinasi 17,47 persen.
Artinya, katanya, pemahaman jihad yang melekat dalam otak para milenial dipengaruhi oleh bahan bacaan yang diberikan mentoring untuk brainwashing (cuci otak) sebesar 17,47 persen dan hal ini berpengaruh kepada goodlooking intention sebesar 25,10 persen persen. Hubungan pemahaman jihad dengan keinginan bergabung dengan gerakan (goodlooking intention) sangat signifikan pada koefisien korelasi 0,50.
Goodlooking intention dipengaruhi oleh pemahaman jihad yang sudah dibangun oleh mentoring melalui kegiatan brainwashing. Temuan tersebut dapat disimpulkan bahwa literasi jihad remaja rendah, sehingga mudah dirasuki oleh pemahaman jihad yang keliru dari berbagai media, terutama yang disuguhi oleh gerakan tertentu menjadikan remaja sebagai target goodlooking yang ditugaskan menjadi guidence, movement, dan langsung menjadi penganten.
Temuan dan kesimpulan yang didapat pada penelitian ini, peneliti menyarankan kepada Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI) untuk banyak berperan dalam memberikan pemahaman keagamaan masyarakat yang benar dengan mengoptimalkan kegiatan penyuluh keagamaan yang ada pada Kantor Urusan Agama (KUA di kelurahan.
Kepada organisasi kemasyarakatan Islam, Majelis Ulama Indonesia, lebih kuat lagi memberikan pemahaman washatiyatul Islam, Islam Moderasi, Islam Berkemajuan, Islam Nusantara, agar pemahaman keberagamaan masyarakat benar-benar tergali dari sumber aslinya dengan manhaj yang tepat, benar, akurat dan berdasar. Agar remaja terhindar dari impor pemahaman yang keliru tentang agama dan keagamaannya, dirasuki oleh pemahaman terkait dengan permasalahan sosial dan politik kebangsaan, membuat remaja bersedia ikut bergabung dalam gerakan jihadis yang keliru.
Di sisi lain, Suhardin menyebut, radikal dan gerakan radikal di dunia global dan di Indonesia, nyata adanya, bukan isu bukan hoax, tetapi sebuah fakta yang dapat dilihat dan diamati secara fenomenologis. Tentu ia tidak berdiri sendiri dalam sebuah ruang yang kosong, ia berkelit kelindan dengan permasalahan sosial, politik dan budaya yang tengah dialami oleh bangsa Indonesia dan situasi politik internasional.
Keterbatasan pengetahuan dan keterbatasan pemahaman terhadap sesuatu objek permasalahan, apakah itu agama, sosial, budaya, politik, ekonomi dan teknologi, membuat seseorang kaku dalam bersikap dan tumpul dalam bertindak. Pengetahuan dangkal dan pemahaman yang sempit menutupi pandangan dan penerawangan pada permasalahan yang lebih luas dan komplek, ia terkubur dan terbelenggu pada pemikiran yang sempit, ruang lingkup yang sumpek, dan ledakan emosional yang tempramental.
''Hal inilah bentuk nyata dari fenomena sumbu pendek pada kalangan milenial. Ia hanya menerima yang bersifat pengetahuan doktrinal, tidak boleh belajar dengan guru yang lain. Pengetahuan yang diajarkan oleh gurunya mutlak kebenaran, tidak perlu dikonfirmasi dengan guru yang lain,'' katanya.
Bacaan yang diterima sesuai dengan kitab yang dianjurkan oleh guru, tidak boleh dikonfirmasi dengan bacaan lain, referensi lain, buku dan kitab yang lain. Segala bentuk pengetahuan, paham, ajaran, informasi yang berbeda dengan yang diajarkan dan kitab yang dibaca, semuanya adalah salah.(mus)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar