Tradisi Malamang di Koto Katiak - Potret Kita | Ini Beda

Breaking

Post Top Ad

Post Top Ad

20 Oktober 2021

Tradisi Malamang di Koto Katiak

PADANG PANJANG, POTRETKITA.net - Beragam tradisi umat Islam memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Lain padang lain ilalang.

Kaum ibu sedang membuata lemang di Koto Katiak.(diskominfo pp)

Di Koto Katiak, Kecamatan Padang Panjang Timur, Kota Padang Padang Panjang, Sumatera Barat, tradisi tahunan itu diwujudkan dalam bentuk membuat lemang. Dalam bahasa setempat dinamakan malamang.


Asnida, salah seorang warga menjelaskan,  lamang adalah penganan dari beras ketan yang dimasak dalam seruas bambu, setelah sebelumnya digulung dengan selembar daun pisang. Gulungan daun bambu berisi beras ketan itu dicampur santan kelapa, garam, bawang putih secukupnya, asam, buah kemiri sesuai takaran. Kemudian dimasukkan ke dalam seruas bambu, lalu dibakar sampai matang. Untuk lamanya Lamang bisa matang dengan sempurna, dibutuhkan kurang lebih empat jam.


Kegiatan yang diadakan di salah satu rumah warga ini, turut diramaikan kader PKK Koto Katik, remaja masjid, jajaran kelurahan dan semua lapisan masyarakat. Kegiatan rutin tahunan ini turut di-support Lurah Koto Katiak Akmal Amri, sebagaimana dikutip dari laman facebook Dinas Kominfo Kota Padang Panjang.


Selain Malamang, rangkaian kegiatan Maulid Nabi ini juga diisi dengan kegiatan tabligh akbar dan lomba keagamaan. Kegiatan ini ditutup dengan "Basuluah Kaliliang Kampuang” yang diiringi shalawat bersama pada Rabu (20/10) malam.

Yanita Fitri Syam, Ketua Pokja 1 PKK Koto Katik berharap, dengan adanya tradisi ini dapat menjadi motivasi bagi masyarakat untuk tetap melestarikan tradisi Baka Lamang. 


"Dengan adanya kegiatan Malamang ini kami berharap dapat menjalin silaturahmi antarwarga Koto Katik untuk selalu kompak dan bekerja sama. Serta menjadikan momen ini agar masyarakat meneladani Baginda Rasul Muhammad SAW dan juga hari besar Islam lainnya," ucapnya.


Lemang sebenarnya sudah jadi tradisi dan kuliner khas hampir seluruh nagari di Sumatera Barat. Tapi di Kota Padang Panjang, lemang bisa ditemukan di setiap hari pasar, yakni Senin dan Jumat. Ada puluhan pedagang lemang yang berjualan. Mereka berasal dari Kabupaten Tanah Datar, daerah yang melingkari kota berjuluk Serambi Mekah itu.


Salah satu daerah penghasil leman terkenal adalah Nagari Limo Kaum. Semaju apapun zaman, sehebat apapun era digitalisasi, banyak orang tak bisa melupakan lemang limo kaum.


Bagi perantau ketika pulang kampung, mereka takkan lupa mengobat kerinduannya dengan menikmati lamang gurih itu. Lemang ini asik dinikmati dengan tapai ketan hitam. Ada juga yang memakannya dengan durian atau sarikayo.


 

Kini, seiring dengan berkembangnya usaha kuliner khas lokal, lamang limokaum tidak hanya bisa didapat di Pasar Batusangkar, tetapi pada hari-hari pasar, pedagang sudah menjualnya di pasar-pasar nagari yang ada di Tanah Datar. Bahkan, bila Senin dan Jumat, pedagang lamang limokaum juga berjejer di pusat kuliner yang ada di dalam Pasar Padang Panjang.


Ada lagi di kawasan Aie Angek, Kecamatan X Koto, persisnya di jalan nasional yang menghubungkan Bukittinggi dengan Padangpanjang-Padang. Untuk di jalur padat kendaraan ini, seorang putra Batusangkar yang enggan namanya dituliskan, sengaja ‘mengantarkan’ lamang limokaum itu ke jalan lintas Sumatra yang dikenal termacet di Sumbar setiap musim liburan.


“Kami membuka kedai lemang limokaum ini sejak beberapa tahun silam. Ini lebih memudahkan perantau mendapatkan lemang yang jadi kerinduan mereka, karena tak perlu lagi harus datang ke Batusangkar. Kami biasa menyiapkan paket lemang yang dapat dikirim langsung menggunakan transportasi udara untuk perantau di Jakarta,” terangnya.


Lantas bagaimana dengan kondisi lamang limokaum di sentra pembuatannya, Balai Labuah Ateh di Nagari Limo Kaum? “Membuat lemang itu adalah tradisi masyarakat dalam menyambut Ramadhan. Tapi karena rasanya yang khas dan permintaan yang tinggi, sejak beberapa tahun silam sudah ada warga yang memproduksi lemang untuk diperdagangkan,” ujar seorang warga.


Di Balai Labuah Ateh yang menjadi pusat pembuatan lamang limo kaum, kini sudah tak banyak lagi orang yang betah membuatnya. Paling banyak hanya sekitar lima orang saja. Mereka hampir setiap hari membuat lemang untuk kemudian dipasarkan para pedagang ke pasar-pasar yang sudah menjadi langganan mereka.(musriadi musanif)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Top Ad