MADRASAH Tsanawiyah Muhammadiyah (MTsM) Sukomananti di awal 1980-an menjadi organ dakwah Muhammadiyah yang amat potensial, seiring dengan bergabungnya Chandra Mesra dan Mizlan di Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Sukomananti, Nagari Aua Kuniang, Kecamatan Pasaman, Kabupaten Pasaman (jauh sebelum dimekarkan).
Musriadi Musanif, S.Th.I |
Sejumlah personil hebat diberi amanah untuk mengelola dan mengembangkan madrasah, termasuk Damisar, Yubhar, Fauzul Aziz, Fachri Mandayu, Anang Suryana, dan sejumlah guru hebat lainnya. Chandra Mesra (alm) memimpin Muhammadiyah selaku ketua Bagian Pendidikan dan Pengajaran.
BACA JUGA : Menjemput Sejarah Muhammadiyah di Sukomananti Nan Unik
Ada dua koperasi milik Muhammadiyah waktu
itu yang berhasil didirikan dan kemudian menjadi amat berpengaruh, satu
dipusatkan di Sukomananti, satu lagi di Padang Tujuah. Penggalangan dana dari
warga persyarikatan untuk mendukung amal usaha, terutama MTsM di Tapalan dan
TKABA di Sukomananti, tetap berjalan dengan intensif. Selain melalui iuran
anggota, amal usaha juga disokong dengan jasa koperasi tersebut.
MTsM Sukomananti terus bertahan di tengah
beratnya tantangan. Jumlah siswanya memang tidak kunjung mencapai angka
menggembirakan, sementara MTs Tarbiyah Islamiyah yang terletak di Kampuang Kubu
mulai diminati orang tua untuk melanjutkan pendidikan putra putri mereka,
sebagai alternatif bila gagal masuk SMP Negeri satu-satunya di Pasaman Baru.
Realitas itu sebenarnya sejak awal sudah
disadari pengurus. Bahwa MTsM Sukomananti sudah dipastikan hanya akan
mendapatkan calon siswa dari keluarga Muhammadiyah, baik anggota maupun
simpatisan. Chandra, Ramli, Mizlan, Damisar, Yubhar, dan lain-lain, tak
sungkan-sungkan menyampaikan kekecewaan mereka, ketika mendapat kabar ada warga
dan simpatisan Muhammadiyah yang memasukkan anak mereka ke MTs sebelah, atau
masuk SMP Negeri.
Berkeluh kesah memang bukan pilihan
terbaik. PCM Pasaman yang berkedudukan di Sukomananti bersama pimpinan madrasah
dan majlis guru, mencari berbagai akal untuk memancing minat warga Nagari Aua
Kuniang memasukkan anak mereka ke MTsM, di antaranya dengan mendirikan grup
orkes gambus siswa yang dipimpin Fauzul.
Seluruh siswa dilatih memainkan alat-alat
musik. Ada yang menjadi drummer, tukar gitar, seruling, penyanyi, dan pendukung
lainnya. Grup orkes gambus itu berkesempatan tampil di sejumlah iven dan
menyemarakkan pesta pernikahan. Tidak saja di sekitaran Nagari Aua Kuniang dan
Lingkuang Aua, tetapi sampai ke Kinali, Kotobaru, Kajai, Talu, dan Sasak.
Lumayanlah! Penampilan para siswa sempat menarik minat tamatan SD untuk
melanjutkan sekolah mereka ke MTsM Sukomananti. Jumlahnya memang tidak banyak.
Maklum, masyarakat masih alergi dengan label Muhammadiyah.
Daya tarik MTsM Sukomananti juga dikemas
sedemikian rupa oleh seorang guru yang tinggal di Guguak Tigo bernama Asrul.
Guru Bahasa Inggris itu punya keahlian drumb band. Keahliannya dimanfaatkan
dengan baik oleh PCM Pasaman. Peralatan pun dibelikan.
Para pelajar MTsM Sukomananti pun unjuk
kebolehan bermain drumb band, melintas di jalan utama sejak dari Tapalan hingga
Padang Tujuah. Sering pula tampil di berbagai acara. Sedikit banyaknya,
penampilan drumb band mampu menyedot perhatian masyarakat.
Penulis menyelesaikan pendidikan di MTsM
Sukomananti pada 1985, setelah melewati berbagai ujian yang cukup berat. Ujian
persamaan untuk mendapatkan Nilai Evaluasi Muri (NEM) wajib diikuti di SMP
Negeri Simpangampek, ujian Evaluasi Belajar Tahap Akhir (EBTA) diikuti di MTsM
Kajai untuk mendapatkan ijazah negeri yang dikeluarkan MTsN Lansap Kadap, dan
Evaluasi Belajar Tahap Akhir Muhammadiyah (EBTAM) untuk mendapatkan ijazah MTsM
yang diterbitkan PWM Sumbar.
Atas dukungan Pak Lanin dan sejumlah
personil PCM Pasaman, penulis dianjurkan melanjutkan pendidikan ke Kulliyatul
Muballighien Muhammadiyah (KMM) Kauman Padang Panjang. Di Kauman, semua urusan
penulis berjalan lancar, berkat dukungan Prof. Dasman Lanin yang waktu itu sedang
bekerja kerjas mendirikan Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Muhammadiyah (STKIPM), lalu kemudian melebur menjadi Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat (UMSB).
Ketua PCM Pasaman H. Setarmon saat ini,
adalah mahasiswa tahun-tahun pertama FKIP UMSB yang didirikan Dasman bersama rekan-rekan
di Kauman Padang Panjang,
Kendati telah bersekolah di Padang Panjang,
namun sesekali penulis juga pulang ke Sukomananti. Penulis tetap diberi
kesempatan tampil memotivasi siswa MTsM dengan cara tampil berpidato di Masjid
Taqwa Muhammadiyah dan Mushalla Al-Mukmin Padang Tujuah.
Dari orangtua dan pengurus cabang, juga penulis
memperoleh informasi tentang perkembangan amal usaha Muhammadiyah Cabang
Pasaman, terutama soal MTsM Sukomananti, kendati tidak terlalu banyak.
Persoalan kesulitan dana dan rendahnya dukungan masyarakat nagari, termonitor
terus menggelayuti madrasah ini.
Terakhir, sebelum MTsM Sukomananti
mengakhiri riwayatnya, penulis mendapat kabar, madrasah ini mendapat dukungan
dana segar dari Lanin sekeluarga dalam bentuk pengalokasian dana rutin dari
hasil kebun kelapa sawit mereka. Waktu itu, Lanin dan keluarga sudah pindah ke
Jakarta dan Lampung dengan beberapa putra, putri dan menantunya yang tetap
tinggal di Sukomananti menyokong pergerakan Muhammadiyah.
Pasokan dana segar itu membuat MTsM bisa
terus berjalan. Namun disayangkan, dana segar itu ternyata tidak mampu
mendorong masyarakat Sukomananti, selain anggota dan simpatisan Muhammadiyah,
menyekolahkan putra putri mereka ke madrasah itu.(MUSRIADI MUSANIF, bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar