Anak Masa Depan Kemanusiaan - Potret Kita | Ini Beda

Breaking

Post Top Ad

Post Top Ad

21 Desember 2021

Anak Masa Depan Kemanusiaan

JAKARTA, POTRETKITA.net - Anak masa depan manusia dan kemanusiaan. Demikian dikatakan Ketua Dewan Pembina PAKAR PA Dr. Suhardin, S Ag., M Pd.  dalam seminar Nasional Perlindungan Anak, kemarin.


Seminar itu dilaksanakan Pusat Kajian dan Riset (PAKAR) Perlindungan Anak (PA) pada tanggal 19 Maret 2021 di Auditorium Pimpinan Ranting Muhammadiyah Kayumanis Matraman Jakarta Timur. Kegiatan ini juga menghadirkan beberapa narasumber nasional, Komisioner KPAI Dr. Jasra Putra, S Fil.I M Pd. Aktivis Perndidikan PAUD  Fitriani, M Pd. dan Aktivis LBH untuk Korban Anak Hendra Warman, SH., M Si.


''Anak masa depan bangsa. Potret bangsa masa depan ditentukan oleh keadaan anak sekarang. Bangsa di dunia berlomba untuk optimalisasi pembinaan, penguatan, pembim-bingan,  dan pengasahan potensi anak, agar dapat tumbuh dan kembang optimal. Beberapa bekal diberikan untuk persiapan diri anak menyongsong masa depan yang penuh tantangan di kemudian hari,'' katanya.


Suhardin mengatakan, kesuksesan suatu bangsa memberikan kebijakan, treatment pembinaan anak akan membuat bangsa menjadi maju, kuat, dan berjaya dalam peradaban masa depan. Sebaliknya bangsa yang lengah, lalai, salah dalam mempersiapkan dan memberikan treatment, kebijakan untuk pembinaan anak menuju masa depan, akan menjadi bangsa yang kalah bersaing, berada pada posisi belakang dalam peta perjalanan bangsa menuju masa depan. 


Menurutnya, Anak terlahir di tengah keluarga, ibu dan ayah serta saudara, tetapi anak bukan semata tanggungjawab keluarga ini, ia berada dalam ekosistem sosial budaya, di dalam negara bangsa, di tengah kehidupan dunia.


''Anak bukan semata tanggungjawab keluarga, tetapi tanggungjawab negara, tanggungjawab pemerintah daerah, tanggungjawab komunitas sosial, dan tanggungjawab masyarakat di lingkungan tempat tinggal anak. Semuanya memiliki fungsi, peranan, dan tanggungjawab masing-masing sesuai dengan kedudukan dan kewenangannya masing-masing,'' sebut dosen Universitas Ibnu Chaldun itu.


Negara dan bangsa, tegasnya, bagian dari kehidupan populasi penunggu dunia, telah tersadar dengan tanggungjawabnya meratifikasi konvensi anak, yang bersepakat untuk memberikan layanan kesehatan anak dengan sebaik mungkin, memberikan layanan pendidikan anak, dilindungi tumbuh dan kembangnya, didengarkan pendapatnya dalam mengembangkan kebijakan, dan diperlakukan anak secara adil. 


Suhardin mengatakan, negara Indonesia membuktikan keseriusannya dengan membuat Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 32 Tahun 2014 tentang perubahan Undang-Undang  Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Memberikan legalisasi perlindungan anak mengatur kewajiban pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat dan orang tua/wali kepada anak.


Orang tua wajib (1) mengasuh, memelihara dan melindungi anak; (2) menumbuh kembangkan anak sesuai dengan bakat dan minatnya; (3) mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak; (4) memberikan pendidikan karakter dan penanaman nilai budi pekerti pada anak.  Pada pasal 53 dinyatakan dengan jelas dan tegas bahwa pemerintah dan pemerintah daerah bertanggungjawab untuk memberikan biaya pendidikan dan/atau banruan Cuma-Cuma atau pelayanan khusus bagi anak kurang mampu, anak terlantar, anak yang berada di daerah terpencil.      


Undang-undang yang dibuat negara bagian dari kesadaran yang tinggi atas tanggungjawab pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat terhadap anak. Kesadaran bahwa anak adalah masa depan. Permasalahan anak adalah masalah sekaranag yang tidak bisa ditunda-tunda, ungkap komisioner Jasra Putra dalam seminar perlindungan anak PAKAR PA di Jakarta.


Pembangunan infrastruktur bisa ditunda, membangun jembatan, jalan, bandara, pelabuhan, bisa ditunda disesuaikan dengan anggaran, tetapi permasalahan anak, harus dilakukan sekaranag dan ditempat anak, karena perjalanan hari, mengiringi perjalanan pertumbuhan anak.


Tumbuh dan kembang anak perlu dibarengi dengan irama yang seimbang, pertumbuhan anak ada pada  pisik, sementara perkembangan anak ada pada mental, yang harus diisi dengan menanamkan nilai, sehingga tumbuh menjadi karakter, budi pekerti, akhlaqul kharimah. Pertumbuhan anak harus diisi dengan nutrisi, gizi yang seimbang, sehingga menjadi anak yang sehat, kuat, dan tangguh.


Dalam realitas sosial yang menghiasi media massa terlihat, terdengar dan dirasakan oleh kita, bahwa anak sering menjadi bagian dari eksploitasi orang dewasa. Pertama, anak dijadikan pekerja, karena anak dapat digaji dengan murah, sehingga pengusaha dapat meraup keuntungan besar. Kedua, anak dijadikan eksploitasi mengundang simpati, banyak anak dibawa oleh orang dewasa, seolah-olah ia adalah ibu dari anak, digendong di prapatan lampu merah untuk meraih simpati masyarakat memberikan bantuan, sumbangan.


Padahal, katanya, banyak diantara anak itu  yang diambil dari trafiking, penggendong bukan ibu kandung. Banyak juga anak di suruh meminta-minta tetapi di organize oleh orang tertentu. Ada juga anak yang di rumahkan dalam layanan rumah singgah, rumah yatim dan dhuafa. Ketiga, anak korban kekerasan orang tua. Banyak orang tua yang mengalami konflik, yang berujung pada perceraian. Anak menjadi korban perebutan orang tua, antara Bapak dan ibuk dari si anak.


Keempat, anak korban kekerasan di lembaga pendidikan, sekolah, pesantren, tempat pengajian. Dilakukan oleh orang yang tidak bertanggungjawab, tuna peradaban, miskin moralitas, kehilangan akhlak. Mereka memanfaatkan kekuasaan pada dirinya untuk menyalurkan sahwat seksualitas kepada anak, yang tidak punya kekuatan untuk melawan. Kelima, kekerasan anak di tengah masyarakat, ruang publik. Banyak anak yang tidak berdosa, tidak berdaya menjadi korban pelecehan seksual orang dewasa di tengah fasilitas publik, taman bermain, ruang terbuka hijau, toilet umum, pasar, arena permainan, dan berbagai fasilitas lainnya. 


Semua yang diungkapkan itu bagian dari turbulansi perlindungan anak di tengah kehidupan sosial masyarakat. Anak yang harusnya dilindungi, dibina, dikuatkan, dihargai, disayangi, dibimbing, malah dijadikan objek pemuasan sahwat oleh orang-orang yang tuna peradaban, miskin moral, dan kehilangan akhlak.


Nurani perlindungan yang ada dalam dirinya tercabut oleh gelombang sahwat yang tengah mersemayam, sehingga ia gelap dalam menatap nilai kebenaran. Regulasi perlindungan anak sangat dibutuhkan penegakkan yang serius dan optimal di negara ini, jangan hanya pilih kasih dan kelihatan pasif menunggu pengaduan dari masyarakat, baru aparat bertindak, apakah itu kepolisian, komisioner dan komisioner daerah perlindungan anak Indonesia.


Pembelaan KPAI yang terlihat di media, pada umumnya yang sudah terangkat oleh publikasi, sementara yang berada di grossrot jarang tertangani. Anak selebritis menjadi pemberitaan yang sensasi dan menarik di KPAI, tetapi anak orang-orang miskin, dhuafa, nyaris luput dari perhatian KPAI.


''Tetapi mungkin kita dapat pahami, terkait dengan keterbatasan anggaran dan keterbatasan SDM dalam penanganan anak tersebut. Namun yang lebih penting dari itu harus menyelesaikan permasalahan anak dari mudik, jangan hanya menjadi pemadam kebakaran, setelah ada masalah baru si aparat bertugas menyelesaikan, tetapi semenjak dari awal harus benar-benar mengurus anak semenjak dini.''

 

Lembaga yang bertugas dari mudiknya tentu adalah Kementerian Agama dengan Penyuluh Keagamaan pada tingkat Kantor Urusan Agama (KUA), pendidikan, pelatihan pharenting dibutuhkan dalam membina keluarga sakinah. Perlu belajar dengan organisasi keagamaan Aisyiyah dan Muslimat Nahdlatul Ulama, yang telah berusaha memberikan bimbingan keluarga sakinah kepada putra dan putri sebelum melangsungkan pernikahan.


Kementrian Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPAI) yang ada pada masing-masing dinas di Kabupaten Kota, dibutuhkan keseriusan dalam menjalankan program sekolah ramah anak, rukun tetangga ramah anak, rukun warga ramah anak dan kota ramah anak. Semua program ini dapat dengan pro aktif mengembangkan dan membina kesadaran yang tinggi masyarakat untuk melakukan perlindungan terhadap anak.


Program ini akan dapat meminimalisasi permasalahan kekerasan terhadap anak. Tetapi yang menjadi tiang utamanya bagaimana negara dapat menjamin kesejahteraan keluarga, sehingga masing-masing keluarga dapat membimbing, membina, dan menguatkan potensi anak untuk tumbuh dan berkembang, serta menanamkan karakter anak.(MUSRIADI MUSANIF)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Top Ad