JAKARTA, POTRETKITA.net - Pandemi Covid-19 mengubah banyak hal dalam cara hidup manusia di dunia, termasuk urusan pendidikan.
Dosen Universitas Ibnu Chaldun Jakarta Dr. Suhardin, M.Pd., menjelaskan,sekolah mulai dari jenjang Pendidikan anak usia dini hingga jenjang pendidikan tinggi sepi, hanya ada petugas keamanan dan kebersihan. Semua melakukan aktivitas belajar dan mengajar di rumah, dengan istilah BDH (Belajar Dari Rumah).
''Seluruh komponen pendidikan; peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan, dan orang tua, dipaksa beradaptasi dengan keadaan tersebut. Sekalipun sekarang sudah ada PTM (Pembelajaran Tatap Muka), tetapi belum optimal, hanya dilakukan lima puluh persen,'' katanya.
Menurutnya, civitas akademik harus memikirkan cara lain dalam penyelenggarakan pendidikan. Dunia belum pernah mengalami situasi ini, sehingga belum ada pola atau prosedur yang secara mudah bisa direplikasi. Seluruh pemerintahan negara di dunia yang menggantungkan proses pendidikan pada sekolah, sekarang bingung, tertekan dan belum menemukan solusi yang tepat.
Paradigma pendidikan berpusat di sekolah, ujarnya, perlu berevolusi, beradaptasi, berimprovisasi, berinovasi, menggali, mengkaji, dan mentherapi model alternatif yang strategis dan solutif.
Beberapa ilmuwan, peneliti telah banyak mengkaji, mengevaluasi, membahas, menganalisi terkait dengan permasalahan rumah sebagai pusat pendidikan selama pandemi Covid-19; Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan tahun 2020, orang tua menjadi aktor pendidik, pengajar, fasilitator layanan Pendidikan Agama pada saat pandemi berlangsung.
''Belum optimal pembelajaran daring, hambatannya, sumber daya manusia, pengaturan penyelenggaraan, kurikulum, maupun sarana belajar. Orang tua mengajak anak rekreasi, memberikan dukungan psikologis, motivasi, bujujan, kata-kata penyemangat dan reword. Untuk mengatasi kesulitan anak dalam melakukan pembelajaran di rumah,'' katanya.
Lebih jauh dari itu, menurutnya, juga ditemukan ketidaksiapan guru dan siswa, karena siswa harus mampu memahami materi tanpa berhadapan dengan guru. Pemilihan strategi pembelajaran daring, perlu mempertimbangkan kemampuan siswa, kemampuan orang tua siswa dalam membantu dan tempat tinggal siswa.
Bagi orang tua berekonomi menengah ke atas, permasalahan dan kendala belajar di rumah, tidak begitu mereka rasakan. Mereka memiliki sumber daya untuk mengantisipasinya, mendatangkan guru, tutor dan pembimbing ke rumah. Tetapi bagi kelas menengah ke bawah, BDR permasalahan yang sangat kompleks; tempat belajar, pembimbing anak belajar, bahan ajar, jaringan internet, smartphone, notebook dan leptop.
''Hal ini pernah ditemukan dalam penelitian sebelumnya juga, kendala orang tua dalam mendampingi anak BDR pada masa pandemi Covid-19 adalah kurang materi ajar dari orang tua, kesulitan menumbuhkan minat belajar anak, tidak memiliki cukup waktu untuk mendampingi anak karena harus bekerja, orang tua tidak sabar dalam mendampingi anak saat BDR, kesulitan orang tua dalam mengoperasikan gadget, dan kendala terkait jangkauan layanan internet,'' jelasnya.
Permasalahan ini, menurut Suhardin, pernah menjadi perbincangan dalam diskusi di kantor Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan untuk membantu orang tua siswa dalam bentuk bahan ajar pendidikan agama, namun yang menjadi permasalahan bahan ajar pendidikan agama yang bagaimana? apakah bahan ajar dalam bentuk pedoman? Apakah bahan ajar dalam bentuk buku suplemen? Apakah bahan ajar dalam bentuk buku saku.
Untuk menjawab pertanyaan itu, pihaknya juga sudah melakukan penelitian melibatkan sejumlah dosen sebagai tim peneliti.(musriadi musanif)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar