Respon terhadap Perlindungan Anak Terkadang Masih Lemah - Potret Kita | Ini Beda

Breaking

Post Top Ad

Post Top Ad

05 April 2022

Respon terhadap Perlindungan Anak Terkadang Masih Lemah

JAKARTA, POTRETKITA.net - Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Dr. Jasra Putra, M.Pd menegaskan, vonis hukuman mati yang dijatuhkan hakim Pengadilan Tinggi Bandung, terhadap pelaku rudapaksa belasan santri, merupakan respon positif lembaga peradilan terhadap usaha-usaha perlindungan anak.

Komisioner KPAI Dr. Jasra Putra, M.Pd
Jasra mengatakan hal itu, Selasa (5/4), menanggapi putusan hukuman mati yang dijauhkan Pengadilan Tinggi Bandung terhadap HW, pengasuh sebuah pondok pesantren yang sudah terbukti melalui pengadilan, melakukan rudapaksa terhadap belasan santriwatiya. Dalam kasus ini, juga ditemukan fakta para korban melahirkan sembilan bayi akibat prilaku bejat HW.


"Putusan pengadilan ini juga menjadi harapan KPAI, adanya perubahan cara bekerja, pandangan dalam kebijakan, norma, sistem, prosedur, operasional didalam penanganan Klaster V Perlindungan Khusus Anak. Seringkali kita temukan, respon Anak-anak Membutuhkan Perlindungan Khusus (AMPK) yang di dalam PP 78 tahun 2021 tentang Perlindungan Khusus Anak, ada 15 kategori AMPK masih sangat lemah, karena instrumen kebijakan yang belum banyak berpihak," ujarnya.


Menurut Jasra, seharusnya apa yang di putuskan majelis hakim menjadi penguat harmonisasi kebijakan, terkait pemenuhan hak perlindungan anak, terutama anak-anak korban kejahatan seksual baik di daerah daerah.


BACA JUGAKPAI Apresisi Pengadilan atas Vonis Mati Perudapaksa 12 Santriwati


Jasra mengatakan, kita juga masih memiliki pekerjaan rumah yang besar, kepada kebijakan yang lebih berpihak pada korban. Karena selama ini, lembaga pemasyarakatan telahdi amanahkan majelis hakim untuk pelaksanaan pidana maksimal bagi pelaku kejahatan seksual dengan penerapan hukuman maksimal. Artinya, kata dia, negara memberi jaminan panjang untuk para pelaku. 


Sementara para korbannya masih menghadapi rehabilitasi yang dianggap terlalu singkat, dengan resiko yang harus dijalani sepanjang hidup. "Saya kira dengan perubahan paradigma undang-undang tentang pemberatan hukuman maksimal kepada pelaku kejahatan seksual, juga harus seiring dengan rehabilitasi yang lebih integratif, berkelanjutan dan jangka panjang untuk korban kejahatan seksual. Apalagi korbannya anak-anak, yang negara punya kewajiban melindunginya sampai 18 tahun, jelasnya.(mus)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Top Ad