PASAMAN BARAT, POTRETKITA.net - Penentuan awal bulan hijriyah secara konvensional, pertama, melihat bulan (hilal); kedua, persaksian orang adil; ketiga, penyempurnaan atau menggenapkan bilangan bulan sebanyak tiga puluh; keempat, melakukan hisab.
Buya Iskandar Talu saat zoom meeting dengan mantan siswanya yang kini sudah banyak bergelar doktor. |
Hal ini didasarkan pada QS 3:185 yang terjemahannya berbunyi: Siapa yang menyaksikan (syahadah) diantara kamu masuknya bulan itu (dengan merukyah hilal), maka hendaklah dia berpuasa di bulan itu.
Hadits yang diriwayatkan Bukhari Muslim menyatakan: Berpuasalah kamu karena melihat hilal dan beridulfitrilah karena melihat hilal pula: Jika bulan terhalang oleh awan terhadapmu maka genapkanlah bulan Syakban tiga puluh hari.
Buya Iskandar Talu usai berdiskusi dengan Pemimpin Redaksi potretkita.net/Wartawan Harian Umum Singgalang di kediaman beliau; Sungaijoniah Nagari Talu, Kecamatan Talamau, Pasaman Barat. |
Terkait dengan fungsionalisasi syadah dalam penentuan awal bulan lebih khusus dinyatakan dalam hadits Ashabu Sunan, Ibnu Hiban, Ad-Daruqutni, Baihaqi dan Al-Hikam, matannya sebagai berikut: Datang seorang baduwi kepada Nabi SAW maka katanya: sesungguhnya saya telah melihat bulan. Lalu beliau SAW bersabda: Adakah engkau bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah? Jawab beliau: Ya.
Sabda beliau SAW: Adakah kau bersaksi bahwa Muhammad pesuruh Allah? Jawabnya: Ya, Sabda beliau SAW: Hai Bilal, undangkanlah kepada orang banyak, supaya besok mereka berpuasa.
Persaksian tersebut diwujudkan juga dengan kemampuan menggunakan rakyi akal sehat dan berkompetensi untuk menghitung peredaran bulan dalam garis orbit. Hal ini didasarkan pada firman Allah SWT dalam QS 55:5: Matahari dan Bulan beredar menurut perhitungan. QS 10:5 Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahayadan ditetapkan pada bulan itu manzilah-manzilah supaya kamu mengetahui hitungan tahun dan perhitungan (waktu) Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan, tanda-tanda (kebenaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.
Buya Iskandar, seorang Pasaman Barat yang dikenal jenius, ahli qawaid, ulama yang mendalami ilmu ushul Fiqh beserta Fiqh, dan Ilmu Falak itu menjelaskan, prinsip wujudu hilal merupakan bagian dari syahadah yang mempersaksikan secara saintifik tentang masuknya bulan baru secara pasti.
Wujudu hilal dinyatakan pasti apabila memenuhi tiga kriteria: pertama, terjadi konjungsi (ijtimak); kedua, ijtimak sebelum matahari terbenam; dan ketiga, hilalnya telah dinyatakan wujud. Tetapi, menurut beliau, jangan terjadi egos sentris kewilayahan, hanya berpatokan pada wilayah Yogya dan sekitar, boleh jadi tidak wujud di Yogyakarta tetapi wujud di wilayah Sumatera dan jajaran khatulistiwa.
Prinsip syadah tersebut, ujarnya, berpatokan kepada ayat Allah dalam bentuk penciptaan alam semesta ini, tidak ada pembatasan yang siginifikan antar negara, wilayah dan daerah, semua dalam proses kadar dan ketentuan Allah dalam perjalanan bulan dan Matahari, wujudul hilal langkah strategis untuk penentuan kalender Hijriyah Internasional.
"Hisab yang divalidasi dengan rukyah sebagai perwujudan syahadah. Maka jadikanlah hisab sebagai penentu, jangan hanya sebagai pemandu, karena perhitungan tersebut telah dilakukan validasi," sebut ulama karismatik dan bersahaja, yang bermukim di Talu, Pasaman Barat.(SUHARDIN)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar