TANAH DATAR, POTRETKITA.net – Bertahun-tahun rintihan itu terdengar. Terkadang keras dan jelas di kuping. Pada masa lainnya, volumenya terdengar kecil, sayup-sayup dan kembali menghilang.
Begitulah
masyarakat Jorong Mawar I, II, Tanjung Lansek, dan Pamusihan. Mawar I dan II
berada di Nagari Lubuak Jantan, Tanjuang Lansek dan Pamusihan dalam wilayah
Nagari Tanjuang Bonai. Sama-sama berada di Kecamatan Lintau Buo Utara. Jorong
Mawar I aslinya bernama Tobaik Panjang, sedangkan Mawar II adalah Padang
Lunggo.
Keempat
perkampungan masyarakat yang berada di seberang Batang Sinamar itu, ketika kita
berada di jalan nasional Sijunjung-Payakumbuh, merupakan daerah terpinggir di
Kabupaten Tanah Datar. Akses menuju kawasan itu terbilang tidak mudah, karena
sarana jalan raya yang tak memadai.
Isolasi
masyarakat Mawar I, Mawar II, Tanjuang Lansek, dan Pamusihan baru berhasil
dibuka sekitar tahun 2007, ketika Kabupaten Tanah Datar dipimpin Bupati M.
Shadiq Pasadigoe. Sebelumnya, perkampungan dalam pelukan belantara itu sama
sekali tidak bisa diakses kendaraan bermotor.
Awalnya,
jalan dibangun dengan sistem gotong royong dalam program Tentara Manunggal Membangun
Nagari (TMMN). Setelah itu, jalan tersebut ditingkatkan dengan pengaspalan atas
bantuan Bank Dunia. Jalan mulus itu membentang sejak dari Mawar I hingga tembus
ke Pamusihan dan Tanjuang Bonai.
Karena berada di jajaran Bukit Barisan, jalan raya itu sangatlah berliku, menurun, mendaki, menanjaki perbukitan, dan menuruni lembah melewati perkampungan masyarakat Kalo-kalo, Tobaik Panjang, Bunian, Batang Jungkang, Buangan, Pamusihan, dan Tanjuang Lansek.
Jalan
beraspal mulus itu adalah cerita lama. Sudah lama sekali. Kini, badan jalan sudah
banyak yang terban dan tertimbun tanah longsor. Akses ke sana kembali terasa
sulit. Bahkan, pada beberapa lokasi, bahaya kecelakaan mengancam para pengguna
jalan.
Soal
sulitnya menuju Mawar karena sarana jalan raya yang rusak, kembali dikeluhkan
masyarakat dan disampaikan langsung kepada Bupati Eka Putra, Ahad (16/5), saat
berdialog dengan masyarakat setempat di SD Negeri 39 Lubuak Jantan; Jorong
Mawar I. Bukan hanya soal jalan raya, masyarakat juga kembali menyuarakan
keinginan agar dilakukan pemekaran nagari.
Dulu,
aspirasi pemekaran nagari juga sudah disuarakan, tetapi kemudian menjadi senyap
tanpa solusi. Pada 2015, suara itu kembali terdengar sayup-sayup dan menghilang
lagi. Baru kemarin itu kembali disuarakan warga, dengan harapan dapat didengar
dan direalisasikan pada masa kepemimpinan Bupati Eka bersama Wakil Bupati Richi
Aprian.
Pernah
ada usulan, nagari yang sudah lama ‘talipek’ dihidupkan lagi, yakni Nagari
Ampek Koto yang di dalamnya ada Jorong Tobaik Panjang (Mawar I), Padang Lunggo
(Mawar II), Tanjuang Lansek, dan Pamusihan. Ada juga di antara keempat jorong
itu yang memungkinkan dimekarkan.
Soal
aliran listrik yang tak lancar, sinyal telekomunikasi dan hilang-hilang timbul
dan terkadang tak ada sama sekali, sarana prasarana pendidikan, layanan
kesehatan, dan berbagai masalah sosial, mereka sampaikan kepada bupati yang
pada kesempatan tersebut memboyong sejumlah pejabat.
Eka
mengakui, banyak masalah yang dihadapi masyarakat di kawasan terpinggir itu.
Bukan saja soal sarana prasarana umum, tetapi juga pemekaran nagari, masalah
sosial, dan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) Batang Sinamar
yang dibangun di dekat perkampungan warga itu.
“Apa
yang disampaikan warga itu jelas untuk kemaslahatan bersama. Namun dalam
merealisasikannya, tentu tidak bisa serta-merta. Ada syarat yang harus
dipenuhi, mungkin saja membutuhkan waktu dan biaya yang tidak sedikit. Saya
bawa langsung para pimpinan OPD terkait, sehingga jawabannya bisa
terang-benderang,” kata bupati.
Ihwal
keinginan pemekaran nagari, Walinagari Lubuak Jantan Mukhlis Dt. Rajo Hitam
menjelaskan, hal itu perlu untuk dipertimbangkan, karena warga Mawar I dan
Mawar II bila ada urusan ke kantor walinagari Lubuak Jantan, jarak mereka cukup
jauh dengan akses jalan yang tidak dapat dibilang mudah dilintasi.
Hal
serupa, sesungguhnya juga dirasakan masyarakat Tanjuang Lansek dan Pamusihan.
Mereka juga harus ‘berhabis-habis hari’ bila ada keperluan dengan pemerintahan
nagari di Tanjuang Bonai.
“Usulan
pemekaran nagari merupakan tindakan halal dan sah-sah saja. Ini diatur dalam
Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa. Tapi ada syarat-syarat yang
harus dipenuhi,” jelas Kepala Dinas Pembangunan Masyarakat Desa, Pemberdayaan
Perempuan, dan Keluarga Berencana (PMDPPKB) Tanah Datar Nofenril.
Syarat
itu di antaranya, usia desa/nagari induk minimal lima tahun, jumlah penduduk
paling sedikit empat ribu jiwa atau 800 kepala keluarga (KK), dan lain-lain. Untuk
kedua syarat tersebut, tentu sudah terpenuhi. Nagari induk juga harus rela
membagi dua Alokasi Dana Nagari (ADN); sama-sama kebagian 50 persen dengan
nagari pemekaran.
Apakah
harapan-harapan warga itu akan terwujud? Kita tunggu sepak terjang dinas dan
instansi terkait. Apakah akan seperti yang dulu-dulu juga? Kalo-kalo, Tobaik
Panjang, Padang Lunggo, Tanjuang Lansek, dan Pamusihan sesungguhnya butuh
langkah taktis, strategis, dan sistematis. Tidak cukup politis semata.(MUSRIADI MUSANIF)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar