MENGENANG 14 TAHUN TSUNAMI
SAMUDERA HINDIA DI SELATAN JAWA
TANGGAL 17 Juli 2006 pukul 15:19:26 WIB, segmen yang berada di 50 kilometer utara palung Jawa, atau sekitar 225 Km Barat Daya Pangandaran, tiba-tiba patah dan terangkat, menghasilkan getaran di Samudera Hindia dengan kekuatan 6,8 SR menurut BMKG atau Magnitudo 7,7 versi USGS.
pikiran-rakyat.com |
Akibat bencana itu, sebanyak 668 orang meninggal dunia. Kemudian 65 hilang (diasumsikan meninggal dunia) dan 9.299 lainnya luka-luka. Sementara menurut BMKG korban tewas mencapai 665 orang, 9.275 luka-luka dan 65 hilang tersebar di 9 kabupaten, 3 provinsi.
Getarannya merambat dan mengguncang Pulau Jawa dengan intensitas maksimal V MMI. Di Kulonprogo, gempa terasa berayun. Di Jakarta yang berjarak 355 km, guncangannya dirasakan selama lebih dari satu menit dan membuat gedung-gedung tinggi bergoyang.
Guncangan gempa paling kuat tercatat di pesisir Jawa Barat dan Jawa Tengah. Pangandaran, Tasikmalaya, Cianjur selatan dan Cilacap dengan intensitas IV-V MMI. Lalu III-IV MMI di Bandung, Ciamis, Kebumen, Banten, Jakarta, Yogyakarta dan II-III MMI di Madiun Jawa Timur.
Bukan kategori MMI merusak, bahkan masyarakat di luar rumah sepanjang pantai banyak yang tidak merasakan getaran. Tapi gempa itu cukup dirasakan oleh orang di dalam rumah dari Jawa Barat hingga Jawa Tengah. Getaran dirasakan bersifat lambat (slow shaking) dan berayun.
Saat itu, tak ada masyarakat awam yang menduga bakal terjadi tsunami, karena dirasakan tidak telalu signifikan, namun andai saat itu teknologi sosial media sudah seperti sekarang, maka bisa dipastikan orang Madiun akan update status gempa bersamaan warganet di Bandung sampai Jakarta.
Sementara itu di Samudera Hindia, deformasi batuan pada kedalaman 30 km ini telah membuat permukaan air laut terangkat, menciptakan gelombang yang mengarah ke pesisir Jawa, dan menjelma menjadi gelombang tsunami mematikan tanpa disadari masyarakat pesisir.
Sekitar pukul 16.00 WIB, dilaporkan di Cilacap air laut yang awalnya berombak tenang dan sedikit berkabut, mendadak surut bervariasi sekitar 50-100 meter dari bibir pantai. Dari tanda alam inilah baru disadari, gelombang tsunami sudah sangat dekat untuk menyapu pesisir.
BACA JUGA : Pacitan Perlu Siapkan Skenario Terburuk Gempa dan Tsunami, Cilegon Menyimpan Potensi Bahaya Tsunami, Mewaspadai Megathrust Mentawai Setelah 225 Tahun Berlalu
Pukul 16.13 WIB, suara gemuruh terdengar dari arah laut selatan Pangandaran, diiringi angin yang tiba-tiba berubah jadi kencang dan mengerikan. Tak lama kemudian, gelombang tsunami berwarna hitam dan panas mulai menerjang pesisir lalu menyapu 500 meter ke arah daratan.
Di tempat lain, tsunami juga tiba di Cilauteureun, Cipatujah, Ciamis, pantai Cianjur dan Sukabumi. Di Kebumen, gelombang tsunami datang dengan didahului suara dentuman keras. Gelombang tsunami juga menerjang Pantai Cilacap, serta pantai selatan Yogyakarta.
Cilacap beruntung punya benteng alami Nusa Kambangan, tsunami tidak terlalu tinggi dan merusak, namun air laut berlumpur menggenang perkampungan. Di Nusa Kambangan, gelombang tsunami tercatat tinggi run-up mencapai 15-20 meter dengan genangan 8 meter. Ketinggian tsunami ini diperkirakan akibat longsoran besar bawah laut di selatan pulau tersebut (Katalog Tsunami Indonesia 416-2017)
Gelombang tsunami di Pangandaran muncul dalam 2-3 tahap, pertama tidak terlalu tinggi. Tetapi selanjutnya, gelombang kedua muncul menerjang pantai dengan ketinggian maksimum dengan durasi 15-30 menit.
Rata-rata ketinggian tsunami 5-6 meter dari MSL (permukaan air laut rata-rata) di Pangandaran, termasuk run-up 1-3m dari MSL di pantai selatan Jogja. Sementara di Pantai Samas dan Parangtritis (Laporan KR Jogja), tsunami menyebabkan air laut masuk ke daratan hingga sejauh 300 meter.
Air laut (tsunami) terasa panas di Pangandaran bukan fenomena baru, Tsunami Aceh 2004 juga diketahui terasa panas. Serambi Indonesia (2005) bahkan menyebut berbau belerang. Jauh sebelum Tsunami Aceh dan Pangandaran, ada cerita serupa di zaman awal Mataram Islam berdiri.
Dalam ulasan Intisari tahun 1991 Nyai Roro Kidul, Sosok Rekaan Senopati menceritakan legenda pertemuan Sutawijaya dengan pengusa laut Selatan. Konon terjadi sebelum berdirinya Mataram Islam, mungkin antara tahun 1585-1587.
Beliau melakukan ritual tapa ngeli di laut selatan, dengan menenggelamkan dirinya di muara sungai dekat Suwangan, sebelah barat Pantai Depok. Dalam Serat Srinata dari babad Tanah Jawi dikisahkan...
Setelah itu, air laut bergemuruh dengan suara menakutkan. Gelombang naik setinggi gunung. Airnya panas, keruh berbuih dan banyak ikan mati. Istana Segoro Kidul geger dan mengakibatkan kegelisahan Ratu Kidul, yang istananya ada di Kahyangan Dlepih.
Ia berkata: "Selama ini aku belum pernah menyaksikan, Samudra menjadi pesisir”. Dalam sains, ciri-ciri yang disebutkan seperti samudera jadi pesisir (surut tiba-tiba) dan air yang panas tentu adalah cerita tsunami masa lalu.
Khusus yang di Aceh, diduga panasnya air laut akibat semburan lumpur vulkanik, mungkin ini juga yang terjadi saat tsunami Pangandaran, mirip dengan kejadian di Porong Sidoarjo waktu gempa Jogja.
Dugaan penyebab lain, episentrum tsunami Pangandaran berada di bawah lantai Samudera Selatan Jawa yang endapannya lunak, kemungkinan sedimen ini yang terangkat dan membuat airnya menghitam.
Sebagaimana yang pernah diulas koran Pikiran Rakyat 14 Agustus 2006, endapan tsunami Pangandaran 2006 hanya lapisan pasir berwarna kehitaman. Gempa besar di subduksi bisa berdampak pada lepasnya metana dalam jumlah besar ke permukaan laut.
Pelepasan metana ini bisa berupa fireball. Itu sebabnya ada yang melihat bola api di atas laut sebelum tsunami tiba. Pelepasan metana biasanya juga diikuti fenomena mud volcano yang keluar saat terjadi rekahan.
Apa yg harus kita lakukan untuk upaya mitigasi ? Ingat! peringatan dini tsunami terbaik adalah gempa itu sendiri. Jangan abaikan update gempa yang dirasakan teman di media sosial, misalnya jika temanmu update merasakan gempa kecil di Jogja dan di waktu yang sama temanmu yang lain di Sukabumi juga merasakan gempa kecil. Ini berarti, ada peristiwa gempa besar yangg mungkin bersumber di dekat batas subduksi Samudera Hindia.
Jika merasakan gempa lebih dari 20 detik, segera evakuasi dalam waktu kurang dari 20 menit menuju ketinggian minimum 20 meter.(dikutip dari thread pada akun twitter MTGS Georitmus⁴ 5.5+ @Jogja_Uncover)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar