Sepakbola Indonesia Diharap Jauh dari Kekerasan - Potret Kita | Ini Beda

Breaking

Post Top Ad

Post Top Ad

19 Juli 2022

Sepakbola Indonesia Diharap Jauh dari Kekerasan

1.195 Pengaduan Kasus Anak

Masuk KPAI Hingga Mei 2022


JAKARTA, POTRETKITA.net
- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menerima pengaduan terkait anak sebanyak 1.195. Itu terjadi sepanang Januari-Mei 2022. Bagaimana dengan kasus-kasus yang tidak diadukan?


"Ribuan pengaduan yang masuk. Rinciannya: pengaduan soal Pemenuhan Hak Anak (PHA) sebanyak 824 aduan dan pengaduan soal Perlindungan Khusus Anak (PKA) sebanyak 371 aduan. Tertinggi dalam kasus PHA adalah kluster lingkungan keluaga dan pengasuhan alternatif sebanyak 703. Sedangkan tertinggi dalam kasus PKA adalah kluster anak korban kekerasan fisik, verbal, psikis dan kejahatan seksual sebanyak 371 aduan," kata Komisioner KPAI Dr. Jasra Putra, M.Pd., Selasa (19/7) malam.


Di tengah banyaknya kasus itu, menurut Jasra, muncul pula kasus baru terhadap seorang anak berinisial R, saat berlangsungnya pertandingan sepakbola. Kasusnya berupa bullying dan kekerasan verbal.

 

Menurutnya, banyak anak memiliki problem eksistensi sejak dari bangun sampai tidur kembali, akibat medsos yang serampangan mem-bullyingnya. Padahal ruang medsos, tegasnya, juga membutuhkan ruang kondusif untuk tumbuh kembang anak yang perlu perhatian orang dewasa untuk mengawasi dan membimbingnya. 


"Saya kira dengan naiknya peringkat sepakbola Indonesia di mata dunia dengan keberhasilan  pelatih STY dan pemain sepakbola di pertandingan sebelumnya. Menjadi babak baru dalam membangun talenta sepakbola tanah air. Saya kira kita ingin sepakbola kita dicintai dunia, seperti yang terjadi di beberapa negara," ujar Jasra.


Kita ingin, tegasnya, sepakbola Indonesia jauh dari kekerasan, apalagi warisan kekerasan. Karena dengan itu, para pemain dan supporter sepakbola serta ekonomi di circle sepakbola akan tumbuh mendunia. Seperti upaya pelatih STY dan pemain sepakbola di pertandingan sebelumnya yang menyebabkan Indonesia jauh naik diperhitungkan di dunia.


Begitu juga  upaya menghadirkan sepakbola legenda dunia ke tanah air belakangan, yang di gelar berbagai pihak. Telah terus membawa nama harum mata iklim sepakbola Indonesia di mata dunia. Yang kalau ini dipupuk terus, ucapnya, akan dapat mengundang banyak talenta mau bermain di Indonesia atau mendukung pelaksanaan Sepakbola baik secara nasional dan dunia. Dan tidak ada lagi pertandingan klub sepakbola idaman, tapi bertandingnya jauh dari suporternya.


Menurut dia, janganlah kita mengajarkan dan terus melangengkan kekerasan dalam sepakbola. Apalagi hal seperti teriakan kepada ananda R menjadi pembiaran. Karena itu, kata Jasra, tidak baik untuk iklim sepakbola Indonesia, yang dapat dianggap menjadi warisan melanggengkan wajah kekerasan menghiasi sepakbola kita, tentu sangat tidak dinginkan kita semua


Kita juga tidak ingin, pembiaran ini, seperti menyetujui anggapan kebiasaan stigma di masyarakat yang menempatkan prasangka menjadi beban anak, yang menyebabkan mereka tidak nyaman atas stigma tersebut. Sehingga menenggelamkan hidupnya dan bukan bangkit, tapi kita memberi masa depan yang semakin buruk buat anak-anak kita.  


Sebutan ini menjadi luka batin yang dalam untuk anak-anak, dan seringkali kita tidak tahu kapan benar-benar dapat disembuhkan. Namun realita nya kita melihat luka batin ini dapat merugikan banyak orang, bahkan jadi aksi serampangan membalas, yang juga tergambarkan dalam kekerasan-kekerasan yang menghiasi wajah sepakbola kita.


"Kisah Ananda R yang di teriaki para pendukung klub sepakbola tertentu, tentu saja menjadi stigma serupa. Yang tentu tidak akan diterima orang tua manapun, ketika anaknya dianggap salah dukungan atau dipojokkan, tentu sangat tidak elok. Janganlah warisan pelanggengan kekerasan ini kemudian dibiarkan. Artinya kita sedang membiasakan budaya sepakbola yang akan menstigma supporter anak-anak lainnya," tuturnya.(mus/*)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Top Ad