Filosofis Hidup-hidupilah Muhammadiyah…itu tak Relevan Lagi - Potret Kita | Ini Beda

Breaking

Post Top Ad

Post Top Ad

01 Agustus 2022

Filosofis Hidup-hidupilah Muhammadiyah…itu tak Relevan Lagi

PESERTA AKTIF DISKUSI KALI INI

Ketua MDMC Sumbar H. Marhadi Efendi; Dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Prof. Mahmud Yunus Batusangkar; Novi Budiman; Kasman Katik Sulaiman (Kota Sungaipenuh); Ketua PDM Kota Sungaipenuh Buya Yudesman; Ketua PDM Pabasko Buya H. Amiruddin; Aktivis Muhammadiyah Jawa Barat Jufrizal; Youtuber Yansen (Padangpanjang); Sekretaris MDMC Sumbar Portito; AMM Sarolangun Bangko Futaki Izhar; Kader Muhammadiyah Jakarta M. Edrison Kamil.***

 

PADANG, POTRETKITA.net – “Tidak relevan lagi. Yang relevan itu: Hiduplah Bersama Muhammadiyah,” tegas H. Marhadi Efendi, tokoh muda Muhammadiyah yang kini menjadi ketua Muhammadiyah Disaster Management Center Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (MDMC-PWM) Sumatera Barat.

 

Alasannya sederhana saja. Bagaimana kita bisa menghidupkan Muhammadiyah, tegasnya, kalau kita sendiri tidak bisa hidup dan sejahtera. Marhadi menegaskan, Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) itu bisa hidup, pasti pengelolanya dulu yang harus hidup dan sejahtera.

 

Akademisi dari Universitas Islam Negeri (UIN) Prof. Mahmud Yunus Batusangkar; Novi Budiman, sepakat dengan Marhadi. Tapi, Kasman dari Kota Sungaipenuh memberi syarat kepada Marhadi dan Novi Budiman, “Kearifan harus menjadi kata kunci,” tegasnya.

 

Kasman pun bercerita pengalaman seorang sekretaris persyarikatan. Ketika masih kuat-kuatnya, dia menghabiskan waktu sepenuhnya mengurus Muhammadiyah. Full time! Tapi dia tidak punya usaha lain untuk penghidupannya bersama keluarga. Usahanya mandek karena krisis.

 

“Kalau dia mundur atau tidak full lagi mengurus persyarikataan, maka akan berakibat buruk terhadap jalannya organisasi. Apa yang bisa kita lakukan untuk kasus seperti ini,” ucapnya bernada tanya.

 

Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Sungaipenuh Buya Yudesman berpendapat, mestinya filosofis Hidup-hidupilah Muhammadiyah dan Jangan Mencari Hidup di Muhammadiyah tetap relervan. “Nilainya abadi, kendati aktualisasinya dinamis,” ujar mantan aktivis IMM di Kota Bukittinggi itu.

 

Terkait dengan itu, Ketua PDM Padangpanjang Batupuh X Koto (Pabasko) Buya H. Amiruddin menegaskan, almarhum Buya Ramli AD jauh-jauh hari sudah mengingatkan, ketika memberi tausiyah di Kauman Padangpanjang belasan tahun silam. “Boleh hidup bersama Muhammadiyah, asal kan bisa memberikan pengorbanan lebih  untuk Muhammadiyah,” tegasnya.

 

“Betul itu, buya,” timpal Jufrizal, salah seorang tokoh Muhammadiyah di Jawa Barat. Menurutnya, ketika adagium itu ditelorkan oleh para pendiri Muhammadiyah dahulu, persyarikatan ini belum mempunyai amal usaha. “Sekarang semua ada. Jadi kita harus hidup bersama dengan AUM.  AUM itu harus dibesarkan dengan profesional dan proporsional,” tegasnya.

 

BACA PULAMasih Relevankah Slogan Hidup-hidupilah Muhammadiyah?


Seorang wartawan sekaligus Youtuber di Kota Padangpanjang menyebutkan, soal hidup-hidupilah Muhammadiyah dan jangan mencari hidup di Muhammadiyah itu, dia sangat terkesan dengan statemen tokoh Muhammadiyah Padang Pariaman sekaligus anggota Majlis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah; Izhar Ilyas.

 

“Mamak Izhar Ilyas bercerita dengan sangat lugas tentang untuk apa sebenarnya bermuhammadiyah di era Muhammdiyah berkemajuan saat ini. Cerdas dan cadas ala mamak masih terjaga dari dulu hinggo kini. Bila itu terjawab dengan benar, maka selesai sudah perdebatan hidup-hidupilah Muhammadiyah itu. Klir!” katanya.

 

Sekretaris MDMC-PWM Sumbar Portito mengingatkan, jangan takut miskin lantaran mengurus Muhammadiyah. Alhamdulillah, katanya, sampai saat ini belum ada pengurus Muhammadiyah yang miskin.

 

“Yang banyak ditemukan sekarang, setelah pensiun mengurus Muhammadiyah mereka diabaikan dan dilupakan. Padahal mereka sudah berpuluhan tahun mengabdikan hidupnya ke Muhammadiyah. Gak ada jaminan hari tuanya di Muhammadiyah. Jika sakit, berobatlah sendiri,  kalau berobatnya  ke Rumah Sakit Aisyiyah/Muhammadiyah, ya bayar sendiri,” sebut Portito. 

Relawan yang bekerja untuk Muhammadiyah di daerah terluar.(menara62.com)

Tapi,  sela Kasman, impinan AUM itu digaji, sementara pimpinan persyarikatan tidak. “Inilah yang kemudian jadi masalah,” sebutnya.

 

Soal bagaimana mengurus Muhammadiyah tanpa digaji itu, Buya Amiruddin mencontohkan dengan Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jambi Buya H. Suhaimi Can.

 

“Komplek Perguruan Muhammadiyah dibangun di atas tanah pribadi beliau. Beliau punya usaha yang bergerak di bidang perdagangan, properti, dan pekebunan kelapa sawit di Bangko dan Sarolangun. Beliau menegaskan, Muhammadiyah itu ladang amal, mencari rezeki di luar Muhammadiyah,” tuturnya.

 

Bukan hanya Buya Suhaimi yang ‘berinvestasi akhirat’ di Muhammadiyah, tapi juga putranya bernama Haji Johan. Di Kabupaten Merangin, H. Johan mewakafkan tanahnya seluas satu hektar untuk Komplek SMP Muhammadiyah Boarding School (MBS) Merangin.

 

“Tanahnya yang di samping MBS pun dijual. Silahkan cari orang yang mau membeli, nanti uangnya masuk ke kas MBS. Sepersen pun tidak akan diambil. Begitu kata Pak H. Johan,” ujar tokoh muda Muhammadiyah di Sarolangun Bangko; Futaki Izhar.

 

"Wahai orang-orang yang beriman! Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu." Buya Amiruddin pun menyetel Alquran Surat Muhammad ayat 7.

 

Kader Muhammadiyah Sumbar yang sudah lama berkiprah di Jakarta; H. Edrison Kamil menyebut, ada tiga tipe orang dalam mengurus Muhammadiyah. Pertama, mengabdi, tidak dapat apa-apa, malahan dia banyak memberi. Kedua, tipe mengurus, tidak dapat apa-apa, dan juga tidak memberi.

 

Ketiga, ujarnya, tipe bekerja, bisa mendapatkan dari Muhammadiyah. “Nah, kalau ingin berkecimpung,  ingin tipe mana, silahkan pilih. Maka pesan KH Ahmad Dahlan sangat jelas tujuannya,” kata dia.***

(MUSRIADI MUSANIF)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Top Ad