PESERTA AKTIF DISKUSI KALI INI:
Ketua MDMC Sumbar H. Marhadi Efendi; Dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Prof. Mahmud Yunus Batusangkar; Novi Budiman; Kasman Katik Sulaiman (Kota Sungaipenuh); Ketua PDM Kota Sungaipenuh Buya Yudesman; Ketua PDM Pabasko Buya H. Amiruddin; Aktivis Muhammadiyah Jawa Barat Jufrizal; Youtuber Yansen (Padangpanjang); Sekretaris MDMC Sumbar Portito; AMM Sarolangun Bangko Futaki Izhar; Kader Muhammadiyah Jakarta M. Edrison Kamil.***
PADANG, POTRETKITA.net – “Tidak relevan lagi. Yang relevan itu: Hiduplah Bersama Muhammadiyah,” tegas H. Marhadi Efendi, tokoh muda Muhammadiyah yang kini menjadi ketua Muhammadiyah Disaster Management Center Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (MDMC-PWM) Sumatera Barat.
Alasannya sederhana saja. Bagaimana kita bisa menghidupkan Muhammadiyah, tegasnya, kalau kita sendiri tidak bisa hidup dan sejahtera. Marhadi menegaskan, Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) itu bisa hidup, pasti pengelolanya dulu yang harus hidup dan sejahtera.
Akademisi dari Universitas Islam Negeri
(UIN) Prof. Mahmud Yunus Batusangkar; Novi Budiman, sepakat dengan Marhadi.
Tapi, Kasman dari Kota Sungaipenuh memberi syarat kepada Marhadi dan Novi
Budiman, “Kearifan harus menjadi kata kunci,” tegasnya.
Kasman pun bercerita pengalaman seorang
sekretaris persyarikatan. Ketika masih kuat-kuatnya, dia menghabiskan waktu
sepenuhnya mengurus Muhammadiyah. Full time! Tapi dia tidak punya usaha lain
untuk penghidupannya bersama keluarga. Usahanya mandek karena krisis.
“Kalau dia mundur atau tidak full lagi
mengurus persyarikataan, maka akan berakibat buruk terhadap jalannya
organisasi. Apa yang bisa kita lakukan untuk kasus seperti ini,” ucapnya
bernada tanya.
Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota
Sungaipenuh Buya Yudesman berpendapat, mestinya filosofis Hidup-hidupilah
Muhammadiyah dan Jangan Mencari Hidup di Muhammadiyah tetap relervan. “Nilainya
abadi, kendati aktualisasinya dinamis,” ujar mantan aktivis IMM di Kota
Bukittinggi itu.
Terkait dengan itu, Ketua PDM Padangpanjang
Batupuh X Koto (Pabasko) Buya H. Amiruddin menegaskan, almarhum Buya Ramli AD
jauh-jauh hari sudah mengingatkan, ketika memberi tausiyah di Kauman Padangpanjang
belasan tahun silam. “Boleh hidup bersama Muhammadiyah, asal kan bisa memberikan
pengorbanan lebih untuk Muhammadiyah,”
tegasnya.
“Betul itu, buya,” timpal Jufrizal, salah
seorang tokoh Muhammadiyah di Jawa Barat. Menurutnya, ketika adagium itu ditelorkan
oleh para pendiri Muhammadiyah dahulu, persyarikatan ini belum mempunyai amal
usaha. “Sekarang semua ada. Jadi kita harus hidup bersama dengan AUM. AUM itu harus dibesarkan dengan profesional
dan proporsional,” tegasnya.
Seorang wartawan sekaligus Youtuber di Kota
Padangpanjang menyebutkan, soal hidup-hidupilah Muhammadiyah dan jangan mencari
hidup di Muhammadiyah itu, dia sangat terkesan dengan statemen tokoh
Muhammadiyah Padang Pariaman sekaligus anggota Majlis Tabligh Pimpinan Pusat
Muhammadiyah; Izhar Ilyas.
“Mamak Izhar Ilyas bercerita dengan sangat
lugas tentang untuk apa sebenarnya bermuhammadiyah di era Muhammdiyah
berkemajuan saat ini. Cerdas dan cadas ala mamak masih terjaga dari dulu hinggo
kini. Bila itu terjawab dengan benar, maka selesai sudah perdebatan
hidup-hidupilah Muhammadiyah itu. Klir!” katanya.
Sekretaris MDMC-PWM Sumbar Portito
mengingatkan, jangan takut miskin lantaran mengurus Muhammadiyah. Alhamdulillah,
katanya, sampai saat ini belum ada pengurus Muhammadiyah yang miskin.
“Yang banyak ditemukan sekarang, setelah pensiun mengurus Muhammadiyah mereka diabaikan dan dilupakan. Padahal mereka sudah berpuluhan tahun mengabdikan hidupnya ke Muhammadiyah. Gak ada jaminan hari tuanya di Muhammadiyah. Jika sakit, berobatlah sendiri, kalau berobatnya ke Rumah Sakit Aisyiyah/Muhammadiyah, ya bayar sendiri,” sebut Portito.
Relawan yang bekerja untuk Muhammadiyah di daerah terluar.(menara62.com) |
Tapi,
sela Kasman, impinan AUM itu digaji, sementara pimpinan persyarikatan
tidak. “Inilah yang kemudian jadi masalah,” sebutnya.
Soal bagaimana mengurus Muhammadiyah tanpa
digaji itu, Buya Amiruddin mencontohkan dengan Ketua Pimpinan Wilayah
Muhammadiyah (PWM) Jambi Buya H. Suhaimi Can.
“Komplek Perguruan Muhammadiyah dibangun di
atas tanah pribadi beliau. Beliau punya usaha yang bergerak di bidang
perdagangan, properti, dan pekebunan kelapa sawit di Bangko dan Sarolangun.
Beliau menegaskan, Muhammadiyah itu ladang amal, mencari rezeki di luar
Muhammadiyah,” tuturnya.
Bukan hanya Buya Suhaimi yang ‘berinvestasi
akhirat’ di Muhammadiyah, tapi juga putranya bernama Haji Johan. Di Kabupaten
Merangin, H. Johan mewakafkan tanahnya seluas satu hektar untuk Komplek SMP
Muhammadiyah Boarding School (MBS) Merangin.
“Tanahnya yang di samping MBS pun dijual. Silahkan
cari orang yang mau membeli, nanti uangnya masuk ke kas MBS. Sepersen pun tidak
akan diambil. Begitu kata Pak H. Johan,” ujar tokoh muda Muhammadiyah di
Sarolangun Bangko; Futaki Izhar.
"Wahai orang-orang yang beriman! Jika
kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan
kedudukanmu." Buya Amiruddin pun menyetel Alquran Surat Muhammad ayat 7.
Kader Muhammadiyah Sumbar yang sudah lama
berkiprah di Jakarta; H. Edrison Kamil menyebut, ada tiga tipe orang dalam
mengurus Muhammadiyah. Pertama, mengabdi, tidak dapat apa-apa, malahan dia
banyak memberi. Kedua, tipe mengurus, tidak dapat apa-apa, dan juga tidak
memberi.
Ketiga, ujarnya, tipe bekerja, bisa mendapatkan
dari Muhammadiyah. “Nah, kalau ingin berkecimpung, ingin tipe mana, silahkan pilih. Maka pesan
KH Ahmad Dahlan sangat jelas tujuannya,” kata dia.***
(MUSRIADI MUSANIF)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar