PESERTA AKTIF DISKUSI TOPIK INI:
Aktivis Muhammadiyah M. Edrison Kamil (Jakarta); Tokoh Muhammadiyah Pabasko Buya Syafril Alwis (Padangpanjang), Kader Muhammadiyah Yuzalmon (komisioner KPU Sumbar); dan Direktur Polita Aisyiyah Sumbar Dr. Desi Asmaret;
PADANG, POTRETKITA.net – Ada misteri di balik aset-aset Muhammadiyah. Orang menyebut kaya, tapi pimpinan persyarikatan tak bisa menunjukkan kekayaannya itu di mana. Masih ada misteri di balik aset-aset kekayaan Muhammadiyah.
“Keuangan dan manajemen aset Muhammadiyah sudah semestinya sentralisasi atau satu pintu. Sudah menjadi keharusan. Saya melihat, ada problem mendasar dan misteri yang sulit diungkap,” ujar M. Edrison Kamil, salah seorang kader Muhammadiyah asal Sumatera Barat yang kini berkiprah di Jakarta.Menurutnya, bila sentralisasi keuangan dan aset itu bisa dilakukan, maka semuanya akan menjadi terang-benderang, dan Muhammadiyah benar-benar siap memasuki era transparansi dan keterbukaan. Pada akhirnya akan menjurus kepada tegaknya asas berkeadilan dalam membagi ‘kue’ dari setiap Amal Usaha Muhammadiyah (AUM).
Agar hal itu bisa terealisasi, Edrison yang pernah menjadi ketua umum Pimpinan Cabang IPM Kauman Padangpanjang itu berpendapat, secara organisasi mulai dari pusat sampai ranting harus dalam satu irama.
Sekarang pertanyaannya, kata dia, apakah sistem satu pintu keuangan Muhammadiyah ini berlaku nasional, atau hanya kebijakan setiap strata pimpinan saja. Sebab, tuturnya, begitu banyak pimpinan di atas satu amal usaha tidak mau tahu saja.
Salah seorang tokoh Muhammadiyah di Padangpanjang; Buya Syafril Alwis mengatakan, orang di luar Muhammadiyah melihat, Muhammadiyah adalah organisasi yang sangat kaya, dari ranting sampai ke pusat. Kalau pengelolaan keuangannya terpusat, kata dia, maka akan terperhatikanlah orang-orang yang mengelola Muhammadiyah ini.
“Sulit terwujud, tapi kalau semuanya berniat mau, bisa saja,” sebut Syafril. “Muhammadiyah itu sangat otonom, sehingga aset dan kekayaannya berserakan di mana-mana. Sangat kaya dan kaya sekali,” timpal Edrison.
Kader Muhammadiyah yang kini menjadi Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumatera Barat; Yuzalmon berpendapat, sejatinya Muhammadiyah sudah harus memiliki standarisasi sistem keuangan dan perbendaharaan secara nasional, dan diawasi dengan sistem yang standar.
“Kemampuan pengawasan keuangan yang standar, baru kemudian masuk ke dalam sentralisasi keuangan AUM di masing-masing tingkatan. Selama ini di persyarikatan pengelolaan masih bersifat parsial. Begitu juga dengan penempatan uang tersebar di banyak rekening, sehingga daya tawar menjadi rendah,” sebut Yuzalmon yang merupakan kader IMM dan IPM tingkat Sumbar itu.
BACA PULA : Ini Respon Wakil Ketua PWM Soal Tata Kelola AUM di Sumbar
Pengelolaan Satu Pintu di Amal Usaha Muhammadiyah, Mungkinkah?
Terkait dengan usulan Yuzalmon, Direktur Politeknik Aisyiyah Sumatera Barat Dr. Desi Asmaret mengatakan, Amal Usaha Muhammadiyah. khususnya Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan Aisyiyah (PTMA), sudah memiliki standarisasi keuangan yang disahkan oleh Majelis Dikti Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Akan tetapi, tegas Desi, dalam pelaksanaannya belum semua PTMA melaporkannya sesuai dengan standar tersebut. Mereka, katanya, baru melaporkan ke pemimpinan pusat, dalam hal ini Majelis Dikti dan Litbang PP Muhammadiyah apabila diminta. Dan, itu pun tidak semua yang mengirimkannya. Mungkin karena beragamnya kondisi dan keadaan AUM/AUA di tempat masing-masing.
“Apabila standar tersebut sudah dilaksanakan dan di-monev (monitoring dan evaluasi) dengan baik, serta dievaluasi dan diaudit secara berkala, maka akan ketahuan mana PTMA yang sehat dan yang tidak.
Prinsip-prinsip saling tolong-menolong antar PTMA, imbuhnya, masih terkendala dengan ego sektoral masing-masing. Inilah yang harus dicairkan. Mungkin di Jawa, tegasnya, sistem seperti ini sudah terwujud. Mereka saling bersinergi untuk mewujudkan misi perserikatan. “Namun belum demikian kita yang berada di Sumatera, khususnya Sumatera Barat,” katanya.***
(MUSRIADI MUSANIF)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar