Muhammadiyah tak Perlu Basa-basi Lagi - Potret Kita | Ini Beda

Breaking

Post Top Ad

Post Top Ad

02 Agustus 2022

Muhammadiyah tak Perlu Basa-basi Lagi

PESERTA DISKUSI AKTIF PADA SESI INI:

Ketua Majlis Hukum dan HAM PWM Sumbar Boiziardi, Sekretaris MDMC-PWM Sumbar Portito, Buya Jufrizal (Jawa Barat), Jonito Vendry (Pasaman), Kasman Katik Sulaiman (Sungaipenuh), dan Direktur Polita Sumbar Desi Asmaret.


PADANGPANJANG, POTRETKITA.net – Ada kegelisahan atas kebiasaan sebagian kecil pimpinan di Persyarikatan Muhammadiyah; melabeli orang-orang sukses sebagai anggota Muhammadiyah. Sayangnya, itu hanya untuk kepentingan sesaat.

Boiziardi
“Sering memberikan labelisasi, bahkan membuatkan Kartu Tanda Anggota Muhammadiyah (KTAM) kepada orang-orang tertentu yang dianggap sukses, hanya untuk kepentingan sesaat, seperti kepada kepala daerah, legislator dan pejabat lainnya yang diberi labelisasi Muhammadiyah, walaupun secara biologis dan organisatoris tidak jelas garisannya,” kata Ketua Majlis Hukum dan HAM Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Sumatera Barat Boiziardi.


Tokoh Angkatan Muda Muhammadiyah tersebut mengungkapkan pendapatnya, pada Diskusi Virtual Muhammadiyah Potret Kita, menggunakan perangkat aplikasi WhatsApp Group (WAG).


Apa yang disebut Boiziardi itu pun mendapat tanggapan beragam dari warga grup, di antaranya Sekretaris Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) PWM Sumbar Portito, salah seorang tokoh Muhammadiyah di Jawa Barat; Buya Jufrizal, Pimpinan Muhammadiyah di Pasaman Jonito Vendry, salah seorang pengurus Muhammadiyah di Kota Sungaipenuh; Kasman Katik Sulaiman, dan Direktur Politeknik Aisyiyah (Polita) Sumbar Desi Asmaret.


Menurut Boiziardi, tidak adanya skala prioritas dalam mengorbitkan kader, misalnya ada kader potensial untuk maju di legislatif atau untuk eksekutif, Muhammadiyah selalu bersikap ambigu untuk memperjuangkannya. Tapi apabila sudah menjadi, tegasnya,  Muhammadiyah langsung mengakui si anu itu kadernya.


Ke depan, akademisi sekaligus advokat itu menyarankan, Muhammadiyah harus memetakan potensi kader, dan pendistribusian kader dengan memperjuangkannya, serta Muhammadiyah harus mengawal, baik sebelum jadi maupun sesudah jadi.


“Muhammadiyah tidak perlu lagi basa-basi dalam perpolitikan, utamanya untuk membesarkan kader-kader yang memiliki bakat dan minat di bidang politik. Belajar ke PWM Sumatera Utara yang berani dan tegas, menyatakan dukungan penuh terhadap kader-kader Muhammadiyah yang bertarung di jalan politik, dan dukungan itu langsung dibuktikan dengan Surat Edaran yang ditujukan ke seluruh PDM, PCM, PRM se-Sumatera Utara sesuai dapil masing-masing,” timpal Portito.

Portito
Menurutnya, beda dengan yang ada di Sumatera Barat. Semuanya diakomodir, sehingga terjadilah benturan sesama kader di lapangan, dan terjadi saling klaim basis masa di dapil masing-masing, sehingga banyak kader yang menjadi caleg akhirnya gagal terpilih. Kesempatan inilah yang dimanfaatkan dengan baik oleh kompetitor kader-kader yang berjuang.


Sehingga, katanya, yang duduk di posisi strategis di pemerintahan itu, banyak yang bukan kader Muhammadiyah tulen, melainkan hanya MUNA (Muhammadiyah Nama) saja. Dalam konteks dan perspektif ini, maka tambahnya, nyata sekali suka atau tidak, parpol telah menjadi wahana yang bukan hanya sangat instrumental, tapi menentukan perpolitikan nasional saat ini.


“Berdasarkan pengalaman politik akhi-akhir ini, saya sampai pada kesimpulan,  Muhammadiyah perlu "memiliki" parpol untuk pendistribusian kader-kader terbaiknya. Saya sengaja mencantumkan tanda kutip, sebab pengertian "memiliki" ini harus dielaborasi dan dirumuskan lebih lanjut,” jelas Portito, seraya menyebut hari ini Muhammadiyah masih bersikap basa-basi, dan malu-malu tapi mau.


Aktivis Muhammadiyah dari Jawab Barat; Jufrizal menyebut, Muhammadiyah belum punya standar untuk menetapkan, apakah seseorang itu kader atau bukan. Pengurus Muhammadiyah, ujarnya, memang sering mengklaim seorang pejabat atau orang yang cukup berpengaruh sebagai kader, ketika pada kesempatan tertentu mengatakan pernah bersentuhan dengan Muhammadiyah. Atau sebaliknya, kata dia, mengklaim dirinya sebagai kader pada saat butuh dukungan dari keluarga besar Muhammadiyah. 

Buya Jufrizal


Sebenarnya, ujar Jufrizal, tidak terlalu sulit untuk melihat apakah seseorang itu kader Muhammadiyah atau bukan. Hal yang paling ringan adalah dengan mencermati amaliyahnya yang dirujuk pada Himpunan Putusan Tarjih (HPT) Muhammadiyah.


Untuk memastikan kekaderan seseorang, menurut Jonito Vendry dari Pasaman, bisa dilihat dari sekolahnya, pengkaderan dalam Muhammadiyah yang diikutinya, Nomor Kartu Tanda Anggota Muhammadiyah (NKTAM)-nya kapan dibuat, waktu akan mencalonkan diri saja atau jauh sebelum itu.

Jonito Vendry


Tapi ado lo nan model ko ha (tapi ada pula yang model ini).  Waktu mancalon di berbagai lembaga termasuk parpol, kan minta rekomendasi dari Pimpinan Muhammadiyah. Alah duduak wee, icak-icak ndak tahu se jo Muhammadiyah (ketika sudah terpilih, dia pura-pura tak tahu saja lagi dengan Muhammadiyah),” timpal Kasman.


Nan salah awak juo (yang salah kita juga), rekomendasi tu mode manyampaikan ceramah di mesjid saja. Cibolah buek (cobalah dibuatkan) pakta integritas dengan mereka yang meminta rekomendasi itu,” sela Boiziardi.

Desi Asmaret
Desi Asmaret mengakui, apa yang diungkapkan Boiziardi, Jufrizal, Portito, Jonito Vendry, dan Kasman itu merupakan realitas. Dia menyarankan, majlis yang mengurusi kebijakan publik di tingkat PWM dan PDM dapat mengambil alih tanggung jawab tersebut.


Sementara itu, Kasman mengaku pernah mendengar cerita seorang aktivis di Amal Usaha Muhammadiyah (AUM), ketika ditanya dari mana dia dapat dana membangun gedung AUM yang dipimpinnya. “Dari  anggota dewan partai itu, tapi beliau bukan kader Lo.”

Kasman Katik Sulaiman.
Sementara tokoh tertentu yang berasal dari kader, icak-icak jauah se maagiah aspirasi untuak Muhammadiyah,  Baa dek apak, tu keceknyo. Apo dek faktor Muhammadiyah ndak serius mandukuang inyo?  (Yang betul-betul kader malah pura-pura jauh saja memberi dana aspirasi untuk Muhammadiyah. Bagaimana pula itu? Apa karena Muhammadiyah tak serius mendukungnya?)***


MUSRIADI MUSANIF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Top Ad