JAKARTA, POTRETKITA.net - Plt. Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Dr. Daryono menyatakan, pascagempa Magnitudo 6,2 di perairan Kepulauan Mentawai, Provinsi Sumatera Barat, permukaan laut terlihat normal.
![]() |
| TWITTER DARYONO |
"Monitoring muka laut Tide Gauge (BIG) di Sikabaluan tampak normal, tidak ada anomali muka laut," jelasnya.
Daryono menyebut, rentetan gempa kuat yang terjadi bbrp bulan terakhir di Siberut merupakan pesan, kita harus mewaspadai zona gempa Mentawai-Siberut ini. Jika masyarakat pesisir Mentawai dan Pantai Barat Sumatra, khususnya Sumatra Barat, merasakan guncangan gempa kuat maka segeralah menjauh dari pantai.
Dua rangkaian gempa signifikan yang terjadi Ahad (11/9) pagi ini, dipicu aktivitas subduksi lempenfg di zona Megathrust Mentawai-Siberut.
BERITA TERKAIT
Mewaspadai Megathrust Mentawai Setelah 225 Tahun Berlalu
Gempa Magnitudo 6,2 Aktivitas di Zona Megathrust Mentawai-Siberut
Daryono menjelaskan, dengan mekanisme sumber pergeseran naik, maka pembangkit gempa Siberut Mag.6,2 adalah aktivitas subduksi lempeng (megathrust). Dampak guncangan di Sagulubeg Siberut Barat mencapai IV-V MM. Hingga saat ini blm ada laporan kerusakan.
Guncangannya di Siberut Utara terasa pada skala V MMI, yaitu getaran dirasakan oleh hampir semua penduduk, orang banyak terbangun, gerabah pecah, barang-barang terpelanting, tiang-tiang dan barang besar tampak bergoyang, bandul lonceng dapat berhenti.
Guncangan IV-V MMI dirasakan di Sagulubeg, Siberut Barat, Sikabaluan, dan Tua Pejat. Pada guncangan skala IV MMI pada siang hari dirasakan oleh orang banyak dalam rumah, di luar oleh beberapa orang, gerabah pecah, jendela danpintu berderik dan dinding berbunyi.
Masyarakat Padang, Padang Panjang, Painan, dan Pasaman Barat merasakan gempa ini pada III-IV MMI. Guncangan gempa III MMI merupakan getaran yang dirasakan nyata dalam rumah, dan terasa getaran seakan-akan ada truk berlalu.
Gempa pertama terjadi pada pukul 06.10 WIB dengan magnitudo 6,1. Lokasinya berada pada koordinat 1,18 derakat Lintang Selatan (LS); 98,53 derajat Bujur Timur (BT), berjarak 147 kilometer barat laut Kepulauan Mentawai, pada kedalaman sepuluh kilometer.
Sedangkan gempa kedua terjadi pada pukul 06.24 WIB dengan magnitudo 5,4. Koordinatnya berada pada 1,25 LS; 98,49 BT, 146 kilometer barat laut Kepulauan Mentawai pada kedalaman sebelas kilometer.
SURAT BNPB
Beberapa waktu lalu, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah mengirim surat kepada Gubernur Sumatera Barat, agar meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan menghadapi kemungkinan terjadinya bencana tsunami di Mentawai dan pesisir barat Sumbar. Surat itu beredar luas di beberapa platform media sosial.
Surat itu dikirim, setelah Mentawai diguncang gempa Magnitudo 6,4 dan serentetan gempa susulannya, pada Senin (29/8/2022).
Kepala BNPB Letjen TNI Suhayanto, dalam rilisan di bnpb.go.id melalui Plt. Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari, Ph.D. yang diakses dan dikutip pada Selasa (30/8) malam menyebut, rangkaian gempa tersebut terjadi di segmen megathrust Mentawai yang diketahui menyimpan potensi energi gempa hingga M 8.9, dan berpotensi mampu memicu tsunami.
Sehari setelah itu, BNPB mengeluarkan imbauan kesiapsiagaan bagi pemangku kebijakan dan masyarakat di Provinsi Sumatera Barat, khususnya yang terdampak gempabumi dan yang berpotensi terpapar tsunami.
Himbauan itu antara lain beisi, kepada masyarakat agar meningkatkan kesiapsiagaan dan kewaspadaan terhadap potensi gempabumi susulan. Peringatan dini gempabumi dapat diperoleh dengan memanfaatkan barang-barang yang mudah dijumpai di rumah seperti kaleng bekas.
"Pelihara terus kewaspadaan dan kesiapsiagaan terhadap potensi gempa susulan. Masyarakat di dalam rumah bisa menyiapkan peringatan dini gempa sederhana dengan menyusun kaleng-kaleng bekas yang disusun bertingkat, sehingga jika terjadi gempa kaleng jatuh dan menimbulkan bunyi sebagai pertanda harus evakuasi keluar rumah," ujar Suharyanto.
Pastikan tidak ada barang-barang besar seperti lemari, kulkas, meja dan lain-lain yang bisa menghalangi proses evakuasi keluar rumah saat terjadi gempa. Khusus bagi masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir, Suharyanto berpesan agar bisa mengenali ciri gempa yang bisa memicu tsunami.
"Jika gempa berlangsung secara terus menerus selama lebih dari 30 detik baik itu dengan guncangan keras maupun mengayun, masyarakat yang berada di daerah pantai agar segera lari ke tempat yang lebih tinggi untuk menghindari kemungkinan terjadi tsunami," pungkasnya.(mus)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar