Toleransi Otentik itu Ada di Muhammadiyah - Potret Kita | Ini Beda

Breaking

Post Top Ad

Post Top Ad

04 September 2022

Toleransi Otentik itu Ada di Muhammadiyah

NARASUMBER

Gunawan Candra, SE (Kota Sungai Penuh)

Dr. Suhardin, M.Pd. (Jakarta)

Kasman Katik Sulaiman (Kota Sungai Penuh)

Jufri, M.I.Kom (Kota Tebing Tinggi)

Rafdinal (Medan)

Yansen (Kota Padang Panjang)



PADANG, POTRETKITA.net - Seorang warga Grup WhatsApp Muhammadiyah Potret Kita bernama Gunawan Candra dari Kota Sungai Penuh, Provinsi Jambi menulis, kendati sampai saat ini masih menganut agama Katolik, namun dia merasa sudah bagian tak terpisahkan lagi dari Muhammadiyah.


Lo, kok bisa? Bukankah Persyarikatan Muhammadiyah itu merupakan organisasi kemasyarakatan yang berasaskan Islam? Adalah benar, semua anggota Muhammadiyah adalah muslim. Tapi Muhammadiyah tidak menutup pintu rapat-rapat bagi nonmuslim yang simpatik alias jatuh hati dengan Muhammadiyah. Namanya simpatisan Muhammadiyah.


"Mohon maaf dan izin seluruh Group Muhammadiyah (Potret Kita --red), Saya juga sudah bagian dari Muhammadiyah, karena hanya saya yang ada satu-satunya Agama Katolik dan juga sudah tergabung di dalam Group IA UM SUMBAR," tulis Gunawan.


Gunawan, selalu menyatakan terus terang tidak beragama Islam dan berasal dari keturunan etnis Tionghoa, tapi dia mengaku adalah simpatisan Muhammadiyah. Gunawan menyandang gelar akademis Sarjana Ekonomi (SE) dari Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat.


Menjadi simpatisan dan memetik dan memberi manfaat bagi Muhammadiyah, khususnya bagi kalangan nonmuslim, bukanlah masalah dan tidak perlu dipermasalahkan. "Saya pernah bertemu dengan Pak Tomy, walikota Jayapura. Beliau bangga jadi alumni SD Muhammadiyah, sama Pak Gunawan ini. Dia setiap pagi memimpin apel, selalu menyampaikan pernyataan Radhitu billahi rabba wabil Islam madina," sebut Dr. Suhardin, M.Pd. 


Kata beliau, tambahnya, karena ia alumni Muhammadiyah maka ia jadi walikota, kalau tidak alumni, mungkin beliau tidak walikota. Kalau masuk Islam juga beliau tidak bisa jadi walikota. 


Menurut Suhardin, hidayah adalah hak prerogatif Allah, jangan usil dengan agama dan keyakinan orang. Cukup lakum dinukum waliyadin. Biar Allah yang menetapkan keadilan pada seseorang, jangan sekali-kali kita mengambil kewenangan Allah. Bagi kita innaddina 'indalllahi Islam. 


"Selamat Mas Gunawan, saya teringat pertemuan yang berkesa dengan Mr. Tomy tersebut, orang yang sangat friendly, dekat dengan Angkatan Muda Muhammadiyah, senantiasa mendahulukan kepentingan Muhammadiyah dari yang lainnya. Saya lebih mendahulukan undangan ketua PWM daripada rapat dinas," sebut Suhardin mengutip pernyataan beliau dengan serius, sekalipun bahasa seorang politisi, "Biasalah untuk nyenengin kita, tapi karena saya terlibat dalam kegiatan itu, melihat rona wajah serius," ujarnya.



"Toleransi otentik itu ada di Muhammadiyah. Kami buat album lagu Panti Asuhan beberapa tahun yang lalu, arransemen musiknya juga orang Katolik. Pak Gunawan itu adalah tetangga terbaik Panti Asuhan Aisyiyah Kota Sungai Penuh. Beliau amat peduli," ucap Kasman Katik Sulaiman, pengasuh panti asuhan tersebut.


Cerita soal toleransi otentik dan memberi manfaat bagi sesama manusia, kendati tidak beragama Islam, terus mengalir pada diskusi virtual itu. Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Tebing Tinggi, Provinsi Sumatera Utara; Jufri, M.I.Kom, menyebut di sekolah-sekolah Muhammadiyah Sumatera Utara, bukanlah hal luar biasa, bila ada saudara nonmuslim bersekolah di lembaga pendidikan Muhammadiyah.


"Di sekolah Muhammadiyah Serdang Bedagai ada alumni yang beragama Budha dan keturunan Tionghoa. Sekarang dia jadi motivator di Jakarta. Kalau pulang, pasti mampir ke sekolah Muhammadiyah dan tak lupa memberikan bantuan untuk almamaternya," sebut Jufri.


Apa yang terjadi di Sumatera Utara, tentu tak jauh beda dengan lembaga pendidikan Muhammadiyah di kawasan Indonesia Timur. Banyak kalangan nonmuslim yang meraih gelar sarjana dari Perguruan Tinggi Muhammadiyah, seperti Universitas Muhammadiyah Sorong di Papua.


"Tapi apakah harus seperti itu yang dinamakan dengan rukun?" tanya Rafdinal, wakil ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Medan. "Kalau saya pribadi masih ambil jarak dulu. Iman masih yazid wa yankus," sela Yansen, warga Muhammadiyah Kota Padang Panjang.


Kasman pun mengingatkan, sebagai warga Muhammadiyah yang tunduk sepenuhnya kepada Alquran dan Sunnah, maka perlu diingat-ingat Firman Allah dalam Alquran Surat Al-An'am Ayat 108. Bahwa, ada larangan mencaci sesembahan orang yang tidak beragama Islan.


Satu hal yang pasti, toleransi, keberagaman atau kebhinnekaan itu sudah lama berkembang di Muhammadiyah, jauh sebelum Indonesia ada.(MUSRIADI MUSANIF)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Top Ad