Ini Kata Komisioner KPAI Jasra Putra pada Munas Panti Asuhan - Potret Kita | Ini Beda

Breaking

Post Top Ad

Post Top Ad

08 Oktober 2022

Ini Kata Komisioner KPAI Jasra Putra pada Munas Panti Asuhan


BANJARMASIN, POTRETKITA.net - Forum Nasional Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak dan Panti Sosial Asuhan Anak (LKSA-PSAA), menggelar musyawarah nasional, 7-9 Oktober 2022, di Banjarmasin, Kalimantan Selatan.


Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Dr. Jasra Putra, M.Pd, yang juga aktivis wadah berhimpun itu, turut hadir bersama Ketua Komisi VIII DPR Dr. Ashabul Kahfi, Sekretaris Dirjen Kementerian Sosial RI Salahudin Yahya, dan Bupati Tanah Bumbu Zairullah Azhar.


Jasra yang merupakan mantan Sekjen Panti se-Indonesia menjelaskan, kegiatan konsolidasi ini adalah forum strategis, dimana antara lembaga sosial membuat program kerja yang berdampak secara nasional. Apalagi, ujarnya, seringkali yang muncul di permukaan kasus-kasus di panti, seperti kekerasan, adopsi ilegal.

 Seperti yang baru saja disorot masyarakat tentang adopsi illegal Ayah Sejuta Anak. 


"Padahal banyak praktek baik layanan sosial masyarakat ini yang memiliki akreditasi dan pengawasan yang terbuka, serta memiliki output generasi yang berkualitas, baik secara layanan, fasilitas dan mengikuti regulasi dengan akreditasi bertingkat," sebutnya.


Mereka, tambahnya, adalah wadah bertemunya layanan sosial masyarakat lintas agama, lintas budaya, lintas profesi, bahkan lembaga layanan pemerintah, begitupun APH banyak memanfaatkan wadah koordinasi dan konsolidasi gerakan penyelenggaraan pengasuhan di Indonesia melalui Forum Nasional LKSA-PSAA yang beranggotakan 5500 panti.


Menurut Jasra, layanan yang asalnya dari anak, kini berkembang lintas kluster tidak hanya anak, seperti lansia, disabilitas, anak jalanan, termasuk menjalankan lembaga pendidikan, lembaga berasrama dalam satu wadah.


Justru fenomena yang belakangan terjadi, kata tokoh muda Muhammadiyah itu, yang dominan muncul adalah lembaga berasrama atau sekolah berasrama yang melakukan kekerasan bertahun tahun, kepada peserta didiknya, dengan kekerasan seksual, kekerasan fisik bahkan meninggal dunia di lembaga.


"Tapi yang terjadi dengan Fornas LKSA PSAA ini sangat berbeda, justru para anggotanya memiliki panti sebagai lembaga asuhan juga lembaga pendidikan. Mereka terdaftar di pemerintah dan masyarakat, melaksanakan akreditasi lembaga pendidikan dan lembaga pengasuhannya pada negara," tegasnya.


Sehingga, tutur Jasra, sebenarnya banyak praktek baik dari sekolah dan asramanya secara langsung. Bahwa negara hadir memproteksi dan mendukung jalannya lembaga pendidikan dan lembaga asramanya sekaligus. Dalam satu layanan.


Mereka berorganisasi bersama, mengikuti perkembangan regulasi, berjejaring, diaudit pemerintah dan membangun kapasitas pendidikan dan pengasuhannnya. Artinya bila ada lembaga berasrama yang muncul dominan berita kekerasan seksual atau kekerasan fisik lainnya. Sangat penting berjejaring dengan forum ini.


Panti menegaskan, mereka dalam mengasuh anak, menggunakan sistem, pola, taat regulasi, bahkan warisan budaya dalam pengasuhan di jaga oleh forum ini, seperti di Sunda mengenal kukut atau ngenger, di Ambon mengenal istilah mata, di Sumatera Barat mengenal istilah ninik mamak, dan masih banyak lagi istilah serapan budaya, ketika anak terlepas pengasuhan keluarga inti.


"Mereka menguatkan dan mendampingi. Begitupun mempertahankan anak di keluarga menjadi bagian utama, panti bagi mereka merupakan shelter tempat sementara, karena pada akhirnya anak anak di panti harus kembali ke keluarga dan masyarakat," jelas Jasra.


Bagi mereka, imbuhnya, ketika anak lepas dalam pengasuhan yang diperhatikan jangan sampai anak terlepas dari akar budaya dan agama, dan ini dijelaskan dalam UU Perlindungan Anak. Bahwa dengan memperhatikan ini, kita sedang mempertahankan garis keluarga atau nasab yang tidak boleh hilang. 


Dan itu, menurut Jasra, diakomodir dalam PP 44 tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pengasuhan Anak dan Konvensi Hak Anak, tidak boleh memutus dimana akar anak berasal, ada yang dalam regulasi di istilahkan keluarga sedarah atau kindship care, kemudian yang diluar keluarga dengan Foster care atau keluarga pengganti, yang menjadi acuan dalam perpindahan anak dari keluarga.


Bahkan panti menyepakati, pentingnya mengatur lembaga lembaga yang dapat memberikan hak kepada calon orang tua asuh, sehingga melalui Forum Nasional LKSA PSAA bersama pemerintah kami bersepakat membangun akreditasi lembaga, karena perlu diawasi bersama.


Tidak bisa semua panti, karena itu melalui wadah Forum bisa terkonsolidasi dan pengawasan bersama, karena kami sepakat perlu akreditasi bertingkat, sehingga mereka yang bisa melaksanakan adopsi dan penitipan anak sementara perlu sertifikasi.


Sebagaimana diketahui dari 5500 panti yang bergabung di organisasi kami, 80 persennya adalah milik masyarakat. Bahkan Save The Children mencatat Indonesia memiliki 9000 panti. Panti juga memiliki lembaga pendidikan, tetapi menariknya panti dalam menjalankan bisnis pendidikan tidak meninggalkan pengasuhan anaknya, ketika lepas jam sekolah.


"Jadi sangat jauh istilah mendisiplinkan anak, tetapi bersama pemerintah membangun akreditasi penyelenggaraan pengasuhan anak. Ini sangat menarik, di tengah banyak lembaga pendidikan menyelesaikan kasus di luar jam sekolah dengan pendekatan kedisplinan yang berbuntut kekerasan kekerasan," jelasnya. 


Bahkan, sebut Jasra lagi, yang memiliki panti serta menjalankan pendidikan adalah para tokoh agama atau pemuka agama di daerahnya. Sehingga sebenarnya banyak contoh baik lembaga asuhan juga menjalankan lembaga pesantren dalam satu wadah, dimana disana berjalan misi pendidikan dan juga mengakreditasi pengasuhan secara bersamaan.


"Saya kira semangat panti se Indonesia sangat penting misi mereka disebarkan, dalam membangun perubahan cara layanan pendidikan yang juga tidak meninggalkan layanan pengasuhan secara profesional. Bahkan panti yang bisa akreditasi baik peringkat satu sampai tiga mendapat dukungan negara," sebut tokoh nasional asal Pasaman Barat itu.


Memang, tuturnya, peran anak-anak yang terlepas dari keluarga, tidak bisa dilepaskan dari mereka yang siap mengasuh anak, sifatnya pun sementara, karena mereka kembali ke keluarga dan kembali ke masyarakat. Hanya kita harus ikut bertanggung jawab memperkuat pengasuhan mereka.


Justru dari sebagian panti di Indonesia, pemerintah sangat berterima kasih dan mengapresiasi, karena sesungguhnya lebih banyak lembaga asuhan yang terus belajar dan saling konsolidasi demi kepentingan terbaik bagi anak.(mus)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Top Ad