SERIAL SEBELUMNYA, klik :
- Jurnalisme Haji Agus Salim (Bagian 1)
- Jurnalisme Haji Agus Salim (Bagian 2)
- Jurnalisme Haji Agus Salim (Bagian 3)
- Jurnalisme Haji Agus Salim (Bagian 4)
- Jurnalisme Haji Agus Salim (Bagian 5)
Oleh Musriadi Musanif, S.Th.I
(Wartawan Utama/Korda Harian Umum Singgalang Kabupaten Tanah Datar)
OPINI, potretkita.net - Masih dalam pembahasan tentang akhlak seorang jurnalis muslim, Iwan pun membeberkan sepuluh pedoman akhlak Alquran yang mesti diperhatikan, baik oleh wartawan maupun prakisi media:
1. Dalam menyampaikan informasi, jurnalis muslim hendaknya melandasi dengan niat yang tinggi untuk senantiasa melakukan pengecekan kepada pihak-pihak yang bersangkutan, sehingga tidak merugikan siapapun.
2. Ketika menyampaikan karyanya, jurnalis muslim hendaknya menggunakan bahasa yang baik dan benar dalam gaya bahasa yang santun dan bijaksana. Dengban demikian, apa yang disampaikannya akan dapat dimengerti, dirasakan, dan menjadi khitmat bagi orang banyak.
3. Jurnalis muslim harus melaksanakan tugasnya secara profesional dalam ikatan kerja yang produktif, sehingga karyanya akan memiliki hasil yang optimal dan adil untuk semua pihak, sehingga ia akan dipandang sebagai aset utama perusahaan media.
4. Dalam melaksanakan tugasnya, jurnalis muslim hendaknya menghindari prasangka maupun pemikiran negatif sebelum menemukan kenyataan objektif, berdasarkan pertimbangan yang adil, berimbang dan diputuskan oleh pihak berwenang.
5. Dalam kehidupan sehari-hari, jurnalis muslim hendaknya senantiasa dilandasi etika Islam dan gemar melakukan aktifitas sosial yang bermanfaat bagi umat. Jurnalis muslim sudah sharusnya selalu memperkaya wawasan keislamannya untuk meningkatkan amal ibadah sehari-hari.
6. Jurnalis muslim hendaknya senantiasa menjunjung tinggi asas kejujuran, kedisiplinan dan selalu menghindarkan diri dari hal-hal yang akan merusak profesionalisme dan nama baik perusahaannya. Komitmen yang tinggi seyogyanya diberikan pada profesionalisme dan bukan pada ikatan primordialisme yang sempit,
7. Jurnalis muslim hendaknya senantiasa mempererat persaudaraan sesama profesi, berdasarkan prinsip ukhuwah Islamiyah, tanpa harus meninggalkan asas kompetisi sehat yang menjadin tuntutan perusahaan media massa modern.
8. Jurnalis muslim hendaknya menyadari betul, bahwa akibat dari karyanya akan memiliki pengaruh yang luas terhadap khalayak. Karena itu, hendaknya semua kegiatan jurnalistiknya ditujukan untuk tujuan-tujuan yang konstruktif dalam rangka pendidikan dan penerangan umat.
9. Jurnalis muslim hendaknya menyadari dengan penuh kesadaran bahwa profesinya merupakan amanat Allah, umat dan perusahaan media. Karena itu, jurnalis muslim hendaknya selalu mempertanggungjawabkan pekerjaannya kepada Allah, umat dan perusahaannya.
10. Jurnalis muslim hendaknya selalu berkata atau menulis dengan prinsip-prinsip bahasa yan diajarkan Alquran, yakni qaulan ma’rufan (pantas), qaulan kariman (mulia), qaulan masyura(mudah dicerna), qaulan balighan (efektif/tepat sasaran), dan qaulan layyinan (lemah lembut).
Begitulah. Islam memberi kesempatan sebesar-besarnya kepada setiap jurnalis untuk berkreasi, menghasilkan berita-berita yang pantas. Dan, Haji Agus Salim, baik dalam kapasitasnya sebagai jurnalis yang melakukan peliputan hingga ke pedalaman Jawa, Sumatra dan Sulawesi, maupun dalam kapasitasnya sebagai redaktur dan pemimpin redaksi, telah mengaplikasikan konsep-konsep tersebut sepanjang karir jurnalistik beliau.
JURNALISME PROFETIK
Dari sisi konten dan materi yang akan disiarkan, sesungguhnya di zaman Haji Agus Salim jurnalis Islam jauh lebih leluasa ketimbang di zaman pemerintahan Soekarno dan Soeharto berkuasa. Padahal ketiga zaman itu amatlah berbeda.
Di zaman Haji Agus Salim sebelum Indonesia merdeka, negeri ini berada di bawah kendali penjajah Belanda. Perjuangan dan konten siaran media sepenuhnya diarahkan kepada upaya mencerdaskan anak bangsa dan upaya merebut kemerdekaan dari penjajah.
Berbeda dengan zaman Soekarno setelah Indonesia merdeka dan dalam kajian sejarah dikenal sebagai orde lama, kalangan jurnalis Indonesia, terutama yang memiliki basis ideologi Islam kuat, justru banyak yang dibreidel dan dilarang terbit.
Beberapa redaktur dan pemimpin redaksinya dijebloskan ke penjara karena dianggap melakukan propaganda dan menghasut melawan pemerintah. Kondisi yang tak jauh beda, juga ditemukan di zaman Soeharto yang lebih populer disebut sebagai orde baru.
Apa yang menjadi faktor utama pembeda ketiga zaman itu? Satu hal yan pasti, jurnalisme yang dianut Haji Agus Salim dan tokoh-tokoh pers di zaman perjuangan kemerdekaan adalah jurnalisme profetik, yaitu suatu bentuk aktifitas jurnalistik yang memposisikan diri seorang jurnalis tidak hanya sekedar pembuat peristiwa dan penyampai laporan lengkap, akurat, jujur, dan bertangungjawab sesuai dengan kaidah dan teknik jurnalistik, tetapi juga memberikan petunjuk ke arah transformasi atau perubahan berdasarkan cita-cita etik dan profetik Islam.
Artinya, jurnalisme profetik adalah suatu jurnalisme yang secara sadar dan bertanggung jawab memuat kandungan dari cita-cita ideologi, etik dan sosial Islam.(Artikel ini pernah dijadikan bahan ajar oleh penulis di STBA H. Agus Salim Bukittinggi --bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar