Menkeu Harus Jelaskan Duduk Tegaknya Sisa Anggaran Rp1.200 Triliun - Potret Kita | Ini Beda

Breaking

Post Top Ad

Post Top Ad

02 November 2022

Menkeu Harus Jelaskan Duduk Tegaknya Sisa Anggaran Rp1.200 Triliun

JAKARTA, potretkita.net - Ada sisa anggaran sebesar Rp1.200 triliun. Itu jelas sangat besar. Menteri Keuangan Sri Mulyani diminta penjelasannya tentang duduk-tegak uang berlebih itu.

ILUSTRASI KOMINFO.GO.ID

"APBN kita totalnya Rp2.700 triliun. Kalau Rp1.200 triliun itu belum diserap, ini kan jumlah yang sangat besar. Maka, harus hati-hati disampaikan yang bisa jadi belum dianggarkan, dalam proses, atau memang sama sekali belum ada penyerapan. Itu yang harus diklarifikasi oleh pemerintah,” kata Anggota Komisi XI DPR RI Mukhammad Misbakhun.


Dia meminta Menteri Keuangan Sri Mulyani, untuk menjelaskan secara komprehensif perihal sisa anggaran Rp1.200 triliun yang harus dihabiskan dalam waktu dua bulan atau hingga 2022. Sebab, jika hanya mengeluarkan angka saja, maka hal tersebut dapat misleading, seolah-olah anggaran tak terserap karena tinggal dua bulan.


Secara teknis anggaran, Menkeu harus menjelaskan apakah serapan anggaran yang belum optimal tersebut apakah karena proyeknya belum selesai, belum dibayar, atau proyeknya sudah ada namun belum ditenderkan. “Jadi apakah itu uang yang sudah ditransfer atau belum terealisasikan, itu harus dijelaskan. Itu banyak klasifikasinya,” tegasnya, sebagaimana dikutip dari laman resmi dpr.go.id, yang diakses pada Rabu (2/11) siang.


Secara cakupan, ia juga meminta Menkeu menjelaskan apakah anggaran Rp 1.200 triliun total angka APBN, atau akumulasi APBN dengan APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota. “Kalau misalnya 1.200 triliun itu merupakan APBN penuh ini merupakan prestasi yang buruk, karena tugasnya pemerintah adalah mendorong terjadinya belanja,” ujar Anggota Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR itu.


Ia menilai Rp 1.200 itu angka yang sangat serius. Sehingga, Menkeu harus klarifikasi apakah Rp 1.200 triliun itu akumulasi dari APBN, APBD Provinsi, dan APBD Kota/Kab. Kalau tidak akumulasi dari anggaran pusat dan daerah, ini berarti (serapan anggaran pusat) ada sesuatu yang tidak berjalan di APBN kita.


“Apakah itu masih belum dianggarkan, atau realisasinya belum dibayar, sudah ditenderkan tapi masih menunggu realisasi pelaksanaannya selesai. Itu kan harus diklarifikasi jangan hanya melempar angka saja,” tuturnya.


ANJLOK

Sementera itu, Anggota Komisi XI DPR RI Ecky Awal Mucharam mendesak pemerintah untuk mengendalikan inflasi pangan, dikarenakan makin mengancam daya beli masyarakat. Kenaikan inflasi yang tinggi tersebut kian khawatirkan, di mana inflasi akan terdorong mencapai 6-7 persen jika tak dapat dikendalikan pemerintah.


Ecky menyebut harga-harga pangan naik cukup tajam pada akhir Oktober 2022 dibandingkan Oktober tahun lalu. Diketahui, kenaikan seperti beras naik 5 persen, daging sapi 7,5 persen, telur sebesar 23 persen, minyak goreng naik 10,7 persen, cabai rawit 23,3 persen dan pangan lainnya terpantau naik.


"Jika ini tidak terkendali dan tidak diredam, pemulihan ekonomi akan terhambat, inflasi merangkak naik sehingga daya beli turun," kata Ecky dalam keterangan tertulis kepada Parlementaria, Selasa (1/11/2022). Ecky pun menyatakan bahwa selain disebabkan kenaikan harga pangan, ancaman inflasi juga berasal dari pelemahan rupiah.


Dikarenakan setiap pelemahan 1 persen rupiah akan berkontribusi atas 0,4 basis poin inflasi. "Jika kita hitung sejak awal tahun rupiah sudah melemah sebanyak 8,87 persen, pemerintah dan BI seharusnya bekerja lebih keras," Politisi Fraksi PKS tersebut.


Karena itu, ia mendesak pemerintah fokus menjelang akhir tahun ini untuk menangani inflasi dan dampak-dampaknya. "Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) turun dari sebelumnya 124,7 menjadi 117,2, artinya terjadi penurunan signifikan pada keyakinan konsumen, situasi ini tidak baik karena kita akan menghadapi tantangan lebih berat tahun depan terkait ketidakpastian ekonomi global," tutup Anggota Badan Anggaran DPR RI ini.(*/mus)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Top Ad