Oleh Dr. Jasra Putra, M.Pd
(Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia)
OPINI, potretkita.net - Pengurangan angka stunting kita sangat berjalan lamban, karena stunting dianggap sebagai persoalan yang tidak langsung kelihatan, tidak menunjukkan sakit yang harus segera ditolong.
Sehingga, persoalan stunting ini jauh dari pembahasan di masyarakat. Ketika dibilang anak stunting, tidak secara waktu bersamaan dianggap berbahaya.
Orang tua baru menyadari setelah anak dinyatakan mengalami gangguan tumbuh kembang, baik dalam fisik dan jiwa. Akan semakin berat, ketika anak memasuki usia produktifnya, ketika mudah menyalahkan diri, disabilitas, sakit berkepanjangan, ditemukan penyakit berat, masalah kejiwaan, karena ketika aspek fisik kesehatan tidak terperhatikan maka anak anak akan terserang jiwanya.
Akhirnya hal itu akan menjadi rasa penyesalan tak berkesudahan, setelah diobservasi dunia kesehatan, ternyata mengancam jiwa, menyebabkan penyakit berkepanjangan, mengalami hambatan fisik dan jiwa, bahkan ancaman kematian.
Pencegahan stunting menjadi modal utama dan pertama dalam membentuk pondasi 1000 hari pertama kehidupannya, sejak dari kandungan sampai berumur 2 tahun. Karena stunting bicara pertumbuhan fisik, otak dan jiwa sang jabang bayi yang belum jadi, untuk di bekali kekuatan dalam pertumbuhannya.
Jangan kebalik, tumbuh tanpa sebelumnya dibekali kekuatan. Bahwa ada kebutuhan yang sangat serius sejak pasangan menikah, karena akan hadir seorang anak. Pengasuhan juga tidak hanya dimaknai kebutuhannya ketika sudah terlahir, pengasuhan juga wajib dihadirkan sejak dalam kandungan, sejak dititipkan dalam rahim ibunya, apa yang terjadi di dalam rahim sampai terlahir, terbukti sangat mempengaruhi pertumbuhannya.
Yang memprasyaratkan melakukan cek kesehatan ayah dan ibunya sejak sebelum merencanakan kehamilan, mengecek rahim sebelum merencanakan kandungan, menghadirnya kasih sayang antar pasangan dalam pengasuhan bersama sejak dalam kandungan, mendapatkan asupan gizi yang seimbang, menjaga psikis ibu yang mengandung karena gangguan selama kehamilan, ancaman kekurangan darah atau anemia, mendapatkan asupan gizi seimbang, mendapatkan imunisasi lengkap sejak awal.
Dan pembentukannya ketika anak terbebas dari stunting, mendapat imunisasi lengkap, mendapat pola pengasuhan yang tepat. Stunting menjadi faktor pondasi pertama aatau modal utama dan pertama dalam anak bisa kuat mengarungi kehidupan.
Namun setelah mengalami gangguan hambatan dalam tubuh, fisik dan jiwa, kita baru menyadari, seperti yang terjadi pada KLB campak, diabetes, kanker, anak anak mengalami ganguan jiwa, anak anak mengalami hambatan pertumbuhan otak, artinya ancamannya sangat serius, hanya saja tidak langsung terasa ketika di awal kandungan dan terlahir.
Kalau melihat naskah akedemik, tinjauan filosofis dan sosiologis yang disampaikan UU Perlindungan Anak artinya pelaksanaan perlindungan anak dari kekerasan haruslah terjadi sejak dari kandungan.
Artinya secara logika tidak akan terjadi ketika pencatatan kependudukan kita di hilirisasi sejak awal, dengan para petugas RT RW menyadari pentingnya sebagai koordinator pendorong kesehatan mereka yang akan dan sudah menikah, adanya pemeriksaan pada kesehatan pasangan yang baru menikah, melaporkan kesehatan pasangan anak anak yang hamil di luar pernikahan, pasangan yang menikah baik secara formal, siri, agama dan budaya.
Tidak melaporkan ada warganya yang hamil sejak bulan pertama. memastikan tidak ada kekerasan saat dalam kandungan hingga berumur 2 tahun. Karena kalau ini tidak di sadari, pernikahan hanyalah menuntut formalitas, administratif, pemenuhan tugas yang tidak berorientasi pada kelanjutan masa depan bangsa, dimana ada ancaman bila benar benar tidak terurus baik. Padahal harapan perbaikan luar biasa jatuh di pundak generasi bangsa.
Inilah yang dimaksud Undang Undang Perlindungan Anak, bahwa anak terlindungi sejak dalam kandungan hingga 18 tahun. Tetapi perlindungan sejak dalam kandungan ini, kesadarannya masih sangat perlu ditingkatkan, begitupun penerjemahan perlindungan anak sejak dalam kandungan, masih minim diterjemahkan dalam program program pemerintah yang ada, yang memang sangat membutuhkan kepedulian bersama masyarakat.
Seperti permasalahan terakhir yang viral, ibu mengalami kritis saat mau melahirkan dan di tolak rumah sakit, kasus anak menyanyat tangan, kasus anak menjadi pelaku untuk anak lainnya, bahkan ada anak yang membunuh terkesan tanpa alasan. Artinya ada yang harus dibenahi secara sistem soal cara pandang, sejak awal, untuk program stunting. Baik dari orang tua, keluarga, masyarakat dan pemerintah.
Karena ketika sejak kandungan tidak terdeteksi, kita akan menambah kegagalan generasi dalam menghadapi kehidupan, dalam menghadapi emosinya, dalam menghadapi kebutuhan fisiknya. Undang undang gagal dalam mengintervensi sejak awal dalam kandungan dalam mencegah situasi yang buruk di masa depan.
Anak hidup dalam hambatan dan kerugian, yang menyebabkan pertumbuhannya menjadi mengancam untuk diri sendiri dengan tanpa ia sadari. Krena anak tidak bisa membela dirinya sendiri, akibat tidak paham pertumbuhan fisik dan jiwanya yang sebenarnya mempunyai kebutuhan yang tidak bisa tertunda, sehingga ketika menghadapi ancaman, maka anak akan sangat mudah di kuasai fisik dan jiwanya, pemahamannya mudah di belokkan, menghadapi emosinya lebih didominasi ketakutan, kepanikan, tidak memiliki kekuatan dari dalam untuk menolaknya dan melampiaskan pada obyek yang tidak beralasan.
Ketika lepas dari umur 2 tahun, dimana diumur tersebut anak mulai belajar berjalan yang artinya mulai terlepas dari ketergantungan, disana mensyaraatkan anak bebas stunting. Artinya didalam fikrian yang sehat terdapat jiwa yang kuat.
Ini sesunguhnya yang diinginkan setiap orang tua, agar anak anak dapat dibekali kekuatan dari dalam dirinya, untuk menfilter apa yang menjadi hambatan, pengerusan masa depan.
Artinya, stunting adalah penerjemahan konsistensi Undang Undang Perlindungan Anak yang mempersyaratkan terjadinya perlindungan dan pengasuhan anak sejak dari kandungan.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar