JAKARTA, potretkita.net - Kasus korupsi di Indonesia terbilang masih tinggi. Akibatnya menghalang masuknya investasi. Triliunan rupiah dana sudah ditilep dengan tidak sah.
Anggota Komisi XI DPR RI Anis Byarwati menyatakan, dia sangat prihatin dan miris melihat maraknya kasus korupsi di Indonesia.
"Perilaku korup tersebut membuat kepercayaan rakyat menurun kepada pejabat publik. Selain itu, maraknya kasus korupsi juga menghambat investasi,” kata Anis, sebagaimana dikutip dari laman dpr.go.id, yang diakses pada Sabtu (22/4) pagi.
Menurutnya, Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia saat ini tercatat sebagai yang terendah sejak era reformasi, yaitu sebesar 34 poin dari skala 0-100 pada 2022.
Politisi dari Fraksi PKS itu menjelaskan, IPK Indonesia pada 2022 menempati peringkat ke-110, padahal sebelumnya berada di peringkat ke-96 secara global. Penurunan ini, jelasnya, berarti ada masalah yang tidak dibenahi.
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan Bank Dunia, imbuhnya, satu-satunya hambatan utama bagi investor untuk berinvestasi di Indonesia adalah korupsi.
"Padahal Indonesia memerlukan banyak investasi terutama direct investment agar terjadi akselerasi dalam perekonomian kita, terutama pasca pandemi, investasi di IKN juga kurang laku jika korupsi masih tinggi," katanya.
Wakil Ketua BAKN DPR RI ini menyebut, membaiknya fiskal Indonesia beberapa tahun belakangan lebih didorong oleh kenaikan harga komoditas. Sehingga, menurutnya, pemerintah harus mendorong ekonomi ditumbuhkan melalui investasi.
"Tentunya Investasi yang dapat memberikan nilai tambah produk, dan menyerap tenaga kerja, sehingga menurunkan angka kemiskinan," tandasnya.
20 TITIK
Sebaran kasus korupsi di Indonesia diklasifikasikan oleh Indonesia Corruption Wtch (ICW) ke dalam 20 titik besar. Sebaran itu menjangkau seluruh kementerian, departemen, perusahaan negara, pemerintah daerah, dan elemen pemerintahan lainnya.
Unguk kasus 2022 lalu, dalam rilisan ICW yang dikutip dari laman katadata.co.id, kerugian negara terbesar adalah kasus korupsi sektor perdagangan yang nilainya hingga Rp20,9 triliun. Secara kuantitas kasus, sektor ini menyumbang 10 kasus pada 2022.
Kedua adalah sektor transportasi dengan nilai kerugian mencapai Rp8,82 triliun. Untuk kuantitas kasusnya, terjadi 12 kasus korupsi di sektor ini pada 2022. Ketiga, sumber daya alam yang merugikan negara hingga Rp7 triliun. Adapun jumlah kasus sektor ini sebanyak 35 kasus sepanjang 2022.
Keempat, agraria, dengan nilai kerugian Rp2,66 triliun. Jumlah kasusnya cukup banyak, yakni 31 kasus. Kasus korupsi sektor desa, dengan jumlah kasus paling banyak pada 2022, yakni 155 kasus, menyumbang kerugian negara sebesar Rp381 miliar.
"Berdasarkan catatan ICW, sejak pemerintah mengalokasikan dana desa pada tahun 2015, secara konsisten terjadi peningkatan tren kasus korupsi hingga tahun 2022," tulis ICW dalam laporannya.
Berikut sebaran data sektor kasus korupsi pada 2022:
1. Desa (115 kasus) Rp381.947.508.605
2. Utilitas (88 kasus) Rp982.650.170.188
3. Pemerintahan (54 kasus) Rp238.864.223.983
4. Pendidikan (40 kasus) Rp130.422.725.802
5. Sumber daya alam (35 kasus) Rp6.991.905.298.412
6. Perbankan (35 kasus) Rp516.311.670.301
7. Agraria (31 kasus) Rp2.660.495.253.696
8. Kesehatan (27 kasus) Rp73.905.212.389
9. Sosial kemasyarakatan (26 kasus) Rp116.235.776.805
10.Kepemudaan & olahraga (13 kasus) Rp46.336.115.709
11.Transportasi (12 kasus) Rp18.829.811.532.887
12.Kebencanaan (12 kasus) Rp94.473.033.327
13.Keagamaan (10 kasus) Rp77.316.361.942
14.Perdagangan (10 kasus) Rp20.962.979.341.935
15.Kepemiluan (10 kasus) Rp25.959.510.384
16.Komunikasi dan Informasi (9 kasus) Rp20.444.303.484
17.Investasi dan pasar modal (4 kasus) Rp123.885.725.659
18.Pertahanan dan keamanan (2 kasus) Rp453.094.059.541
19.Kebudayaan dan pariwisata (2 kasus) Rp20.510.000.000
20.Peradilan (4 kasus) data kerugian negara belum tersedia
(ed.mus, dari berbagai sumber)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar