TANAH DATAR, potretkita.net - Petani kita kini sedang risau. Harga-harga produksi tani seperti sayur mayur dan tanaman hortikultura lainnya, sedang jatuh. Orang menyebutnya dengan tajun kapalo.
![]() |
Sejauh ini, belum diperolah informasi adanya kebijakan yang diambil pemerintah, khususnya daerah-daerah yang kebanyakan warganya bertanam hortikultura di seputaran Gunung Marapi, Singgalang, Sago, dan Tandikek.
Konkretnya: Kabupaten Tanah Datar, Agam, Kota Padang Panjang, Bukittinggi, sebagian Limapuluh Kota, dan sebagian Padang Pariaman.
"Lah abih main sanak. Iko bana-bana lado di ateh saratuih ribu (sudah habis main kita sanak. Harga cabai di atas Rp100 ribu)," tulis seorang petani di grup facebook bernama Pasar Padang Luar Sumatera Barat: Grosir Sayur Mayur Murah.
Benarkah demikian? Ternyata tidak. Petani itu memfoto beberapa butir cabai, sekira setengah ons, yang diletakkan di atas uang lembaran Rp100 ribu.
Lantas berapa harga sebenarnya cabai saat ini? Dari percakapan petani itu, dapat diketahui harga cabai di pasaran saat ini, hanya berkisar Rp10 ribu hingga Rp20 ribu sekilo. Kebanyakan, toke meminta dengan harga Rp100 ribu untuk sepuluh kilogram cabai dengan kualitas terbaik.
Di Pasar Padang Luar, Kabupaten Agam, salah satu pasar utama sayur mayur dan hortikultura di Sumatera Barat, pada Kamis (27/4), terpantau lobal bulek dihargai Rp2.500/kg, bawang prei Rp7.000/kg. selederi Rp15.000/kg, dan mentimun Rp5.000/kg.
Sedangkan cabai hijau Rp22 ribu/kg, cabai merah Rp15 ribu, terong Rp3.000/kg, buncis Rp4.000/lobak bungo Rp6.000/kg, japan Rp2.000/kg, dan tomat Rp5.000/kg.
"Harga itu relatif. Pergeserannya jam per jam. Bagusnya, kalau ada sayur yang siap panen bawa saja ke sini. Siapa tahu pas dapat harga bagus. Jangan terlalu percaya medsos," sebut seorang petani.
Zainal Abidin, petani sayur mayur di Kabupaten Tanah Datar mengakui, harga-harga produksi tani memang sedang turun tajam. Dia pun meminta, dinas terkait dapat membantu menstabilkan harga di pasaran, sehingga petani kembali bersemangat mengolah lahan pertanian mereka, agar nanti tidak terjadi krisis pangan.
Kebanyakan petani, ujarnya, mengolah lahan dengan modal yang sangat tipis. Kenyataan itu sangat memiriskan, karena untuk membeli pupuk dan pestisida dibutuhkan biaya tambahan akibat harganya mahal. "Ketika dipanen, tak balik modal, lantaran harga yang jatuh," tuturnya.
Para petani berharap, ujarnya, pemerintah bisa turun tangan dalam menstabilkan harga, sehingga memberi keuntungan bagi petani yang menggarap lahan.(mus)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar