Oleh Drs. H.Talkisman TanjungMubaligh dan Pimpinan Muhammadiyah
tinggal di Batahan Mandailing Natal (Madina)
OPINI, potretkita.net - Salah satu hasil positif ibadah puasa Ramadhan bagi pelakunya, dapat mendidik yang bersangkutan untuk tidak tamak dan serakah terhadap dunia ini.
Sejak zaman Nabi Adam AS, sejarah mencatat tentang keserakahan dan ketamakan manusia. Apa yang diperebutkan oleh Qabil putra Nabi Adam AS, adalah simbol keserakahan pertama dalam sejarah perjalanan kehidupan manusia.
Allah SWT memang telah menciptakan nafsu bagi manusia, sehingga dengan nafsu itu membuat kehidupan manusia menjadi dinamis, kreatif dan inovatif dalam menjalani hidup dan kehidupan dimuka bumi ini.
Dengan nafsu pula, menjadikan manusia berbeda dengan malaikat yang senantiasa taat dan patuh terhadap perintah Allah SWT. Sedangkan manusia yang dibekali dengan nafsu oleh Allah SWT, justru memiliki pilihan, sebagaimana dijelaskan Al-Qur'an surat Al-kahfi 29 ;
...فمن شاء فليؤمن ومن شاء فليكفر...
".... maka barang siapa yang ingin beriman, silahkan dia beriman, dan barangsiapa yang pilihannya kafir, silahkan kafir..."
Allah SWT menciptakan nafsu dalam diri manusia mempunyai muatan negatif dan positif. Hal itu ditegaskan didalam Al-Qur'an surat Asy-syams : 8 ;
فاءالهمهافجورها وتقواها
"Maka Allah mengilhamkan pilihan kepada jiwa manusia itu berupa jalan kefasikan dan jalan ketaqwaan".
Dua muatan nafsu tersebut merupakan dimensi kemalaikatan yang bersumber dari alam malaikat, dan dimensi kebinatangan serta keserakahan. Dari dimensi kemalaikatan ini membuat manusia memiliki sifat-sifat yang baik, seperti : gemar membantu, suka bersilaturrahmi, dan lain sebagainya.
Sedangkan dimensi kebinatangan justru mengubah posisi manusia dari احسن تقويم menjadi اسفل سافلين. Dimensi inilah yang mendorong manusia untuk berbuat zhalim, untuk serakah serta kema'siyatan lainnya.
Hasrat yang bersumber dari nafsu فجورها yang memenuhi pikiran akan mencederai peradaban manusia. Ketamakan dan keserakahan akan membuat manusia lupa bahwa ia adalah ciptaan Tuhan. Allah SWT menciptakan keindahan dunia pada pandangan manusia, sebagaimana informasi dari Al-Qur'an surat Ali Imran : 14 ;
زين للناس حب الشهوات من النساء والبنين والقناطر المقنطرة من الذهب والفضة والخيا المسومةوالاءنعام والحرث ذالك متاع الحياة الدنيا والله عنده حسن الماءب.
"Dijadikan indah pada pandangan manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari emas, perak, kenderaan pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah lah tempat kembali yang baik (syurga)".
Ayat ini menjelaskan bahwa Allah SWT menciptakan alam dan segala yang ada di dalamnya, sebagaimana hidup untuk mendekatkan diri kepada-Nya.
Namun banyak diantara manusia yang tertipu oleh gemerlap dunia disebabkan dorongan nafsu kebinatangannya yang tidak terkendali, dan justru tampil sebagai makhluk yang serakah dan tamak.
Terkait dengan kondisi jiwa manusia sering tidak terkendali, dimana dimensi kebaikan yaitu dimensi kemalaikatannya tidak berdaya, maka Allah SWT telah menjadikan ibadah puasa sebagai pengendali nafsu serakah dan tamak tersebut, yakni :
Pertama, ibadah puasa Ramadhan mengajarkan kepada umat beriman bahwa dalam kondisi lapar, fisik manusia akan menjadi lemah dan disa'at itu orang yang berpuasa akan segera menyadari ketidakberdayaannya. Sifat angkuh, sombong, merasa diri super, hebat dan seterusnya, akan segera tunduk dan berbalik menjadi manusia yang tawadhdhu', qana'ah serta tawakkal kepada Allah SWT.
Kedua, ibadah puasa ramadhan melatih jiwa dan pikiran orang yang berpuasa untuk mampu mengendalikan keserakahan dan ketamakannya.
Seenak apapun makanan dan minuman yang halal, tidak akan disantap jika belum tiba waktunya (waktu berbuka). Pada s'at itu orang yang berpuasa semestinya dapat mengambil buah dari latihan mengendalikan nafsu serakah dan tamak tersebut untuk diimplementasikan dalam hidup dan kehidupannya di bulan-bulan pasca Ramadhan.
Ketiga, puasa Ramadhan mengajarkan pola hidup sederhana, disamping untuk merasakan sebahagian kecil derita orang miskin, yang kemiskinannya permanen dan terstruktur.
Orang miskin seperti itu sehari-hari dalam kelaparan, dan itu berlangsung dalam waktu yang tidak ada batasnya, karena tidak memiliki jalan keluar dan solusi sama sekali.
Tidak jelas kapan waktu berbukanya, beda dengan orang berpuasa ramadhan, sudah ditetapkan waktu untuk berbuka, sehingga bisa menikmati kembali segala fasilitas hidup yang dimilikinya.
Dengan demikian, maka orang-orang yang berpuasa ramadhan akan dapat mengendalikan dirinya dari keserakahan dan ketamakan, dan yang muncul adalah rasa simpati dan empati kepada sesama, sekaligus terintegrasi didalam dirinya antara hablun min Allah dengan hablun min An-naas, dan akan terealisasi apa yang disebut dengan kesalehan sosial.
Keserakahan manusia tidak akan pernah hilang pada dirinya kecuali kematian datang menjemputnya. Keserakahan ini adalah perasaan tidak puas dengan apa yang sudah dicapai, dan dikarenakan ketidakpuasan itulah manusia berusaha dengan segala cara tidak peduli apakah diridhai atau tidak.
Kemudian, serakah itu tidak hanya pada harta benda, tetapi ada setakah kepada wanita, pangkat, jabatan atau kekuasaan, paling tidak pengaruh. Dan untuk memenuhi semuanya itu srgala cara digunakan. Ibarat kata pepatah; srpetti meminum air laut, semakin diminum semakin haus.
Banyak kasus di negeri ini yang berujung pada keserakahan. Korupsi, kolusi, nepotisme, pencucian uang, manipulasi, mark up anggaran, suap menyuap dan yang ngeyren sa'at ini adalah pamer kekayaan dihadapan masyarakat, seolah-olah kekayaan yang dimiliki bangsa dan negara ini diwariskan untuk mereka saja.
Keempat, puasa Ramadhan mendidik pelakunya untuk senantiasa jujur dan merasakan kedekatannya dengan Allah SWT. Puasa adalah ibadah yang rahasia, karena hanya Allah SWT dan dirinya daja yang tau apakah berpuasa atau tidak.
Kejujuran hasil dari training ramadhan akan menyadarkan pelakunya bahwa seluruh profesi dan jabatan yang digeluti adalah amanah Allah SWT yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT.
Konsep aji mumpung tidak berlaku bagi orang beriman yang berpuasa ramadhan. Mumpung ada kesempatan, mumpung sedang berkuasa, dan seterusnya, yang jelas apapun bentuk amanah yang kita emban memiki konsekwensi pertanggungjawaban dihadapan Allah SWT. ***
والله اعلم
Tidak ada komentar:
Posting Komentar