PADANG, POTRETKITA -- Ada dua potensi bencana yang mengintai masyarakat di Provinsi Sumatera Barat: Zona Megathrust di sepanjang pantai barat, dan Patahan Semangko yang membelah daratan Sumatera, termasuk kawasan Sumbar.
![]() |
Museum dan monumen gempa Padang 2009.(hariansinggalang.co.id) |
"Potensi ancaman tsunami dari Megathrust dan Patahan Semangko di Provinsi Sumatera Barat harus segera disikapi oleh pemerintah daerah, jika tidak ingin korban semakin banyak yang berjatuhan. Monitoring dan evaluasi yang dilakukan ini bertujuan untuk melihat sejauh mana kesiapan kita menghadapi bencana, pelatihan yang sudah dilakukan, sumber daya yang dimiliki sehingga semuanya bisa terukur," jelas Harmensyah.
Mengutip keterangan yang disiarkan melalui web resmi BNPB, Minggu (27/6), Harmensyah menyatakan itu, terkait dengan monitoring dan evaluasi (monev) terhadap kegiatan Hari Kesiapsiagaan Bencana (HKB) 2021 yang telah dihelat pada tanggal 26 April 2021 lalu. Hal itu, katanya, menjadi momentum bagi masyarakat untuk meningkatkan kesiapsiagaan, pengetahuan dan keterampilan masyarakat dalam menghadapi bencana.
Peringatan HKB yang diisi dengan kegiatan seperti sosialisasi kebencanaan, latihan evakuasi mandiri, uji alat peringatan dini, dan uji shelter atau tempat evakuasi.
Monev itu, menurutnya, dilakukan dengan melibatkan Kalaksa BPBD se-Sumbar dan organisasi kebencanaan seperti Forum PRB Sumatera Barat, KOGAMI, PMI Sumatera Barat, RAPI dan Senkom, guna mendapatkan masukan dan metode, demi menyongsong pelaksanaan HKB pada waktu yang akan datang.
Harmensyah mengatakan, apa yang sudah dicapai, perlu ditingkatkan dan dilakukan dengan lebih baik lagi. Kendala dan tantangan yang dialami di masa pandemi perlu dicarikan solusinya dengan pendekatan yang beraneka ragam dan menggunakan kearifan lokal yang ada.
"Jangan lelah untuk kerja bersama demi kemanusiaan, sinergikan Pentahelix, jangan kerja sendiri, atur dan siapkan pembagian tugas dan strategi bersama, disepakati dan disiapkan," tegasnya.
Melalui diskusi hangat yang dipandu langsung oleh Direktur Kesiapsigaan Eni Supartini, masing-masing Kalaksa BPBD dan organisasi kebencanaan yang hadir menyampaikan capaian dan tantangan pelaksanaan HKB tahun 2021.
Berdasarkan diskusi tersebut diperoleh beberapa masukan untuk pelaksanaan HKB pada masa yang akan datang meliputi; Pelibatan media lebih massive lagi untuk menginformasikan bahwa HKB bukan hanya seremonial tiap tanggal 26 April tapi bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran dan budaya siaga bencana.
Selanjutnya, forum berharap perlunya mendesain kegiatan HKB yang tidak lagi berorientasi pada pencapaian kuantitas peserta saja, tapi juga mulai mempertimbangkan kualitas dari pelaksanaan HKB dengan indikator capaian yang terukur.
Dalam hal ini, perlu didorong pemerintah daerah untuk menerbitkan surat edaran/peraturan kepala daerah agar setiap elemen Pentahelix menyusun rencana kesiapsiagaan dan prosedur keselamatan yang akan diujicobakan pada tanggal 26 April.
PATAHAN SEMANGKO
Mengutip informasi dari wikipedia.org diketahui, Sesar Besar Sumatera (bahasa Inggris: Great Sumatran Fault) atau Patahan Semangko adalah bentukan geologi yang membentang di Pulau Sumatera dari utara ke selatan, dimulai dari Aceh hingga Teluk Semangka di Lampung.
Patahan inilah membentuk Pegunungan Bukit Barisan, suatu rangkaian dataran tinggi di sisi barat pulau ini. Patahan Semangko berusia relatif muda dan paling mudah terlihat di daerah Ngarai Sianok dan Lembah Anai di dekat Kota Bukittinggi.
Sumatera juga mempunyai sesar strike-slip yang besar, yang biasa disebut Sesar Sumatera besar (Great sumatran fault), yang menggerakkan sepanjang pulau. Zona sesar ini mengakomodir sebagian besar gerakan strike-slip yang berasosiasi dengan konvergen oblique antara Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Eurasia.
Sesar tersebut berakhir di utara, tepat di bawah Kota Banda Aceh, yang pernah porak-poranda pada gempa bumi Samudra Hindia pada tahun 2004 lalu. Semenjak gempa tersebut, tekanan pada Sesar Sumatra meningkat secara signifikan, terutama di wilayah utara. Patahan ini merupakan patahan geser, seperti patahan San Andreas di California.
Patahan Semangko terletak di antara Zona Semangko patahan Lampung. Bagian selatan dari blok Semangko terbagi menjadi bentang alam menjadi seperti pegunungan Semangko, Depresi Ulehbeluh dan Walima, Horst Ratai dan Depresi Teluk Belitung.
Terbentuknya Patahan Semangko bermula sejak jutaan tahun lampau saat Lempeng (Samudra) Hindia-Australia menabrak secara menyerong bagian barat Sumatera yang menjadi bagian dari Lempeng (Benua) Eurasia. Tabrakan menyerong ini memicu munculnya dua komponen gaya.
Komponen pertama bersifat tegak lurus, menyeret ujung Lempeng Hindia masuk ke bawah Lempeng Sumatera. Batas kedua lempeng ini sampai kedalaman 40 kilometer, umumnya mempunyai sifat regas dan di beberapa tempat terekat erat.
Suatu saat, tekanan yang terhimpun tidak sanggup lagi ditahan, sehingga menghasilkan gempa bumi yang berpusat di sekitar zona penunjaman atau zona subduksi. Setelah itu, bidang kontak akan merekat lagi sampai suatu saat nanti kembali terjadi gempa bumi besar.
Gempa di zona inilah yang sering memicu terjadinya tsunami, sebagaimana terjadi di Aceh pada 26 Desember 2004.
Adapun komponen kedua berupa gaya horizontal yang sejajar arah palung dan menyeret bagian barat pulau ini ke arah barat laut. Gaya inilah yang menciptakan retakan memanjang sejajar batas lempeng, yang kemudian dikenal sebagai Patahan Besar Sumatra.
Geolog Katili dalam The Great Sumatran Fault (1967) menyebutkan, retakan ini terbentuk pada periode Miosen Tengah atau sekitar 13 juta tahun lalu. Lempeng Bumi di bagian barat Patahan Sumatera ini senantiasa bergerak ke arah barat laut dengan kecepatan 10 milimeter per tahun sampai 30 mm per tahun relatif terhadap bagian di timurnya.
Sebagaimana di zona subduksi, bidang Patahan Sumatera ini sampai kedalaman 10 - 20 km terkunci erat, sehingga terjadi akumulasi tekanan. Suatu saat, tekanan yang terkumpul sudah demikian besar, sehingga bidang kontak di zona patahan tidak kuat lagi menahan dan kemudian pecah.
Batuan di kanan-kirinya melenting tiba-tiba dengan kuat, sehingga terjadilah gempa bumi besar. Setelah gempa, bidang patahan akan kembali merekat dan terkunci lagi dan mengumpulkan tekanan elastik sampai suatu hari nanti terjadi gempa bumi besar lagi.
Pusat gempa di Patahan Sumatera pada umumnya dangkal dan dekat dengan permukiman. Dampak energi yang dilepas dirasakan sangat keras dan biasanya sangat merusak. Apalagi gempa bumi di zona patahan selalu disertai gerakan horizontal yang menyebabkan retaknya tanah yang akan merobohkan bangunan di atasnya. Topografi di sepanjang zona patahan yang dikepung Bukit Barisan juga bisa memicu tanah longsor.
Adapun lapisan tanah yang dilapisi abu vulkanik semakin memperkuat efek guncangan gempa. Beberapa tempat di Patahan Semangko merupakan pula zona lemah yang ditembus magma dari dalam bumi.
Getaran gempa bumi bisa menyebabkan air permukaan bersentuhan dengan magma. Karena itu, pada saat gempa bumi, kerap terjadi letupan uap (letupan freatik) yang dapat diikuti munculnya gas beracun, sebagaimana terjadi di Suoh, Lampung, pada 1933.(*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar