OLEH-OLEH H. AMPERA SALIM
DARI HARI PERS NASIONAL (HPN) 2022
DI KOTA KENDARI, SULAWESI TENGGARA
H. Ampera Salim (berkaca mata) bersama H. Anto (perantau Minang di Kendari) |
Pagi Ahad, sudah shalat subuh saya diantar istri dan dua anak saya, dari Gunung Pangilun, Padang ke BIM (Bandara Internasional Minangkabau). Saya rapid tes di jalan ke Bandara pagi itu. Bayar Rp.100 ribu.
Dari BIM Padang Pariaman, naik pesawat ke Bandara Soekarno Hata, Tangerang. Setelah itu naik lagi ke Bandara Juanda, Surabaya. Selanjutnya, naik lagi pesawat ke Bandara Hasanuddin, Ujung Pandang. Jarum jam menunjukan, sudah masuk magrib waktu setempat.
Selanjutnya naik pesawat satu kali lagi. Barulah tiba di Bandara Halu Oleo Kendari. Waktu isya pun sudah masuk di daerah itu.
Saya pikir, inilah baru pengalaman, naik pesawat empat kali dalam sehari. Jarak yang ditempuh pun lumayan jauh.
Kawan saya Iriansyah Tanjung, mengatakan, "Makan obat saja hanya tiga kali sehari menurut resep dokter. Ini kita naik pesawat empat kali sehari," guraunya sambil keluar Bandara Halu Oleo.
Itu terjadi, Ahad malam, 6 Februari 2022.
Pada hari Senin esok malamnya, rombongan Walikota Padang Panjang, Fadly Amran Datuak Paduko Malano, yang saya ikuti, dijamu perantau Minang setempat.
Mereka menyambut kami di Rumah Makan Nusantara, kepunyaan Pak Masri asal Lubuk Buaya, Kota Padang. Rumah Makan ini, terletak di Jl. Tebaununggu No.1, Korumba, Kec. Mandonga, Kota Kendari.
Setelah jamuan makan malam, dihidangkan pula aneka makanan ringan bersama kopi manis. Ada puluhan orang Pengurus IKM (Ikatan Keluarga Minang) Sulawesi Tenggara yang hadir pada malam itu, bercerita lepas dengan kami.
Pengurus IKM yang hadir tua muda, lakibperempuan, tampak senang sekali. Sama seperti kami juga sangat senang berjumpa saudara sekampung di perantauan.
Di Sulawesi Tenggara ada sekitar 3 ribu warga keturunan Minangkabau. Untuk Kota Kendari saja, yang baru terdata oleh IKM, ada 240 KK, atau sekitar 700 jiwa.
Pak Masri menyediakan satu ruangan yang cukup besar, di samping kanan Rumah Makan Nusantara miliknya. Itu khusus untuk sekretariat IKM. Di situ bermacam kegiatan dilakukan urang awak setiap hari.
Ingin main domino ada meja tersedia. Ingin bercerita lepas boleh juga sambil minum kopi. Ada juga pelajaran Adat Minangkabau secara berkala. Setiap Ahad pagi ada instruktur senam untuk menjaga kebugaran.
Bagi Dunsanak yang baru datang dari kampung, belum ada tempat tinggal, boleh bermalam di situ. Gratis. Jika tidak ada bekal, IKM akan menanggung makan tiap hari.
"Soal makan ini, jangan ragu. Urang awak punya 34 rumah makan di Kendari," kata salah seorang pengurus IKM. Rumah makan itu, katanya, yang berskala besar seperti restoran ada 7 buah. Berskala kecil seperti ruko 23 buah. 4 buah lainnya tenda kaki lima.
Ada yang menarik. Dari seluruh rumah makan tadi, beras yang dipakai, itu semua dipasok oleh IKM. Ini pula salah satu cara IKM mencari anggaran untuk menggerakan roda organisasi.
"Sekarang baru beras. Nanti kita akan masuk ke ayam, daging dan bumbu masak," kata Ketua IKM Sulawesi Tenggara, Irwan Oktavi.
"IKM kini berusaha mencari modal untuk membangun rumah gadang dan masjid. Kini tanahnya sudah ada satu hektar. Tanah itu diwakafkan Pak Masri pemilik Rumah Makan Nusantara," tambahnya.
Rencana pengurus, sebut Irwan, IKM Sultra akan membuat Perkampungan Minang di Kendari. Di situ ada rumah gadang, masjid, lapau, taman, ruang bermain anak yang semuanya bernuansa Minangkabau.
Ada yang menarik satu lagi. Ketika berada di Sekretariat IKM, semua yang datang harus memakai bahasa Minang. Jika ada yang tidak berbahasa Minang mereka akan didenda.
Berceritalah kami semalam itu, dengan bahasa urang awak.
Walikota Padang Panjang H. Fadly Amran diapit H. Iriansyah Tanjung dan H. Ampera Salim. |
Di akhir pertemuan, Walikota Fadly Amran, menyerahkan paket pakaian adat kepada pengurus, sebagai dukungan kepada IKM dalam merawat tradisi Ranah Minang di perantauan.
"Terimakasih, Pak Wali. Ini benar-benar bermanfaat bagi kami, untuk terus melestarikan budaya kampung halaman di negeri orang," sambut Irwan Ketua IKM Sulawesi Tenggara.
Selasa, 8 Februari saya lihat Walikota Fadly Amran, menjadi nara sumber dialog kebudayaan di RRI Kendari di Jalan Laute No.44, Mandonga, Kota Kendari, Sulawesi Tenggara.
Letaknya tidak jauh dari tempat saya menginap Hotel Zenith di Jalan Malik Raya No.20, Korumba, Kec. Mandonga, Kota Kendari. Saya pesan gojek saja ke tempat itu dengan bayaran Rp. 7.000.
Sembilan kepala daerah, penerima Anugerah Kebudayaan Persatuan Wartawan Indonesia (AK-PWI) 2022, tampil mempresentasikan sekilas, tentang sinergi kebudayaan lokal dengan program pembangunan daerah.
Acara ini dipandu Yusuf Susilo Hartono dari PWI Pusat. Ikut memberikan sambutan Ketua Dewan Pers M.Nuh dan Ketua PWI Atal S Depari. Seminar berjalan lancar. Pengunjung cukup ramai memenuhi ruang pertemuan RRI Kendari, yang tidak begitu besar.
BACA JUGA : Paparan Fadly Soal Kearifan Lokal Padang Panjang, Fadly dan Sejumlah Kepala Daerah Terima Anugerah Kebudayaan PWI
Rabu, tanggal 9 Februari, adalah puncak HPN (Hari Pers Nasional). Tahun ini diperingati di halaman parkir Masjid Al Alam di Jalan Lalolara, Kec. Kambu, Kota Kendari.
Masjid ini dijuluki masjid terapung. Dibangun tahun 2010 di masa kepemimpinan Gubernur Sultra Nur Alam. Diresmikan penggunaannya tahun 2018.
Masjid Al Alam menjadi ikon Kota Kendari, yang banyak dikunjungi warga sekitar dan para wisatawan luar daerah.
Letak Masjid Al Alam di Teluk Kendari. Untuk menuju ke masjid ini, para pengunjung melewati hutan bakau yang cukup lebat di kiri kanan jalan masuk.
Kemudian jalan khusus menuju masjid, dibuat beton dalam laut. Sehingga terlihat laut kiri kanan jalan selepas hutan bakau tadi.
Indah sekali pemandangan alam sekitar tempat itu. Wajar kalau menjadi ikon wisata religi di Sulawesi Tenggara.
Anugerah Kebudayaan PWI
Wali Kota Padang Panjang, H. Fadly Amran, BBA Datuak Paduko Malano menerima Anugerah Kebudayaan Persatuan Wartawan Indonesia (AK-PWI) 2022, di halaman parkir masjid ini.
Ada dua tenda besar dipasang, di tempat acara dilangsungkan. Seluruh penerima AK-PWI duduk di tenda utama bersama panitia inti dan tamu kehormatan.
Di belakang tenda utama, ada tenda satu lagi yang cukup besar juga. Di tempat ini para pengiring penerima anugerah dan pengiring tamu kehormatan duduk bersama sama.
Di depannya, disediakan televisi yang cukup besar, untuk menyaksikan Presiden Joko Widodo, yang mengikuti langsung acara itu, secara virtual dari Istana Bogor.
Presiden mengucapkan terima kasih kepada seluruah insan pers.
"Saya ucapkan terimakasih kepada insan pers Indonesia. Meskipun berada di situasi pandemi, insan pers tetap terus bekerja menyampaikan informasi, meningkatkan literasi, membangun optimisme, dan membangun harapan, sehingga masyarakat tetap tangguh menghadapi dampak pandemi Covid-19," katanya.
Melalui layar lebar di tenda utama, terlihat jelas Presiden Joko Widodo memberikan sambutan.
Setelah melakui serangkaian acara, akhirnya kepala daerah penerima AK-PWI naik ke pentas. Mereka adalah: Fadly Amran (Walikota Padang Panjang, Sumatera Barat), La Bakry (Bupati Buton, Sulawesi Tenggara), Hendra Lesmana (Bupati Lamandau, Kalimantan Tengah), Hj. Nina Agustina Da’i Bachtiar (Bupati Indramayu, Jawa Barat), Helmi Hasan (Wali Kota Bengkulu, Provinsi Bengkulu) Yuhronur Efendi (Bupati Lamongan, Jawa Timur), Gibran Rakabuming Raka (Wali Kota Surakarta, Jawa Tengah), Suprawoto (Bupati Magetan, Jawa Timur), dan Bupati Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat, H. Musyafirin.
Selain AK-PWI, pada saat yang sama, juga diserahkan Anugerah Jurnalistik Adinegoro untuk insan pers serta Press Card Number One untuk sejumlah wartawan senior.
Dari Sumbar ada tiga orang yang menerima Press Card Number One ini, yaitu: Zulnadi, Gusfen Khairul dan Heranof Firdaus.
Minum Kopi Haji Anto Kendari
Setelah acara puncak selesai menjelang zuhur, saya dan Iriansyah Tanjung bersama kawan kawan, makan siang di Rumah Makan Padang Sasarani di Jalan Bunggasi, Anduonohu, Poasia, Kota Kendari, diajak Walikota Fadly Amran.
Juragan rumah makan ini akrab dipanggil Pak Ujang. Dia berasal dari Padang Panjang. Rasa gulai ikan racikan Pak Ujang, khas sekali. Pas dilidah urang awak. Patut pula orang lain, suka makan di tempat Pak Ujang.
Pria 62 tahun ini, mengatakan, dahulunya dia buka rumah makan di Jakarta. Sejak 2007 pindah ke Kendari. Kini rumah makannya sudah empat di kota itu.
"Jual belinya jangan ditanya. Keempat rumah makannya ramai semua," kata Ajo Ad seorang pengurus IKM kepada saya.
Pak Ujang sukeses berusaha di Kendari. Dia jadi salah seorang pengurus IKM Sultera. Juga pengurus gabungan paguyuban suku suku yang ada di Sulawesi Tenggara. Seperti paguyuban Bugis, Jawa, Sunda dan lain sebagainya.
Malam harinya, setelah magrib, saya bersama Walikota Fadly Amran kembali bergabung dengan pengurus IKM di Warung Kopi Haji Anto 2 di Jalan Buburanda, Lalolara, Kec. Kambu, Kota Kendari.
Kedai kopi Haji Anto ini ada ditiga tempat. Semuanya terkenal. Pemiliknya berani pasang tagline, “Mau Jadi Gubernur, Walikota, Bupati, Anggota DPR, Minum Kopi Haji Anto."
Rupanya di sini tempat ngopi para pejabat. Presiden Joko Widodo, pernah minum kopi di Warkop Haji Anto 2, tempat kami minum itu, sebanyak dua kali.
Warung ini terkenal, sebagai tempat minum para pejabat setempat dan pejabat lain, yang datang berkunjung ke Kendari.
Malam itu, Haji Anto penguasa warung, ikut duduk bersama kami. Dia tampak sangat akrab dengan Pengurus IKM Sultra dan Pengurus Paguyuban Bugis yang juga hadir malam itu.
Ketua IKM Sultra Irwan Oktavi dan Sekretaris Desem Suardi bersama Fadly Nongki Humas IKM Kendari, merasa sangat senang, ketika kami perkenalkan dengan Ketua PWI Sumbar Heranof, Sekretaris PWI Sumbar Widya Nafis, tokoh pers nasional Khairul Jasmi dan beberapa kawan lainnya dari Sumbar, yang hadir malam itu.
Tidak kalah senang, Haji Anto sendiri yang berasal dari Bugis. “Saya bangga ada Walikota dari Sumbar ngopi di sini. Nanti saya pasang foto saya berdua dengan Pak Fadly Amran di sana,” ujar Haji Anto sambil menunjuk dinding, tempat puluhan fotonya bersama pejabat, yang pernah singgah di warungnya.
Sebagian pejabat itu berfoto dengan Haji Anto, sebelum mereka menjadi pejabat. Karena itu pula, warung Haji Anto diistilahkan, tempat minum kopi calon pejabat. Jika ingin jadi pejabat minumlah terlebih dahulu kopi Haji Anto.
Kepada kami Haji Anto mengatakan, kopi yang diraciknya itu, berasal dari Sumatera. Kemudian biji kopi mentah itu, diolah jadi bubuk di Ujung Pandang.
Rasa kopi susu, yang saya pesan malam itu, terasa enak. Padahal saya tidak pecandu kopi.
Kata Haji Anto bubuk kopi, yang dia datangkan dari Ujung Pandang, itu dia racik sendiri lagi menjadi menu sepesial. Sehingga rasanya itu, lebih nikmat bagi yang mencoba.
Tentang mengapa bisa menjadi pejabat publik, setelah minum kopi Haji Anto, kepada saya dia mengatakan, "Sudah jadi pejabat terlebih dahulu, baru kemudian ikut pemilihan. Sudah ada mejanya dulu, baru dicari kayu untuk membuatnya," ujar Haji Anto berkias kepada saya.
Saya manggut manggut, mencari tahu apa maksudnya.
Pembicaraan kami menjalar ke berbagai hal. Baik dengan Pengurus IKM, maupun dengan Pengurus Paguyuban Bugis. Begitu juga dengan Pengurus PWI Sumbar. Semuanya ambil bagian berbicara. Alami saja, maklum cerita di warung kopi, penuh gelak tawa.
Kemudian ketika akan berpisah, menjelang larut malam. Sambil salaman, Haji Anto berbisik kepada saya, tentang maksud dari bahasa kiasannya tadi itu. Tapi maaf, itu tidak mungkin saya sebutkan dalam tulisan ini.
Bila pembaca berjumpa dengan saya, baru saya beritahu ya...(*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar