Masih Relevankah Slogan Hidup-hidupilah Muhammadiyah? - Potret Kita | Ini Beda

Breaking

Post Top Ad

Post Top Ad

01 Agustus 2022

Masih Relevankah Slogan Hidup-hidupilah Muhammadiyah?

PADANGPANJANG, POTRETKITA.net - Muhammadiyah punya filosofis, dari satu kader ke kader lainnya terus didengungkan: Hidup-hidupilah Muhammadiyah, Jangan Cari Penghidupan dari Muhammaiyah.

ilustrasi kemuhammadiyahan.com
"Masih relevankah filosofis itu untuk masa kini dan yang akan datang?" tanya Jufrizal, seorang kader Muhammadiyah asal Sumatera Barat yang kini berkiprah di Jawa Barat, membuka diskusi di platform media sosial Grup WhatsApp Muhammadiyah Potret Kita, Senin (1/8) pagi.


"Relevan! tergantung kita melihatnya dari sisi mana," jawab Kasman Katik Sulaiman dari Kerinci. "Soal relevan atau tidak sangat perlu kearifan lokal dalam pengkajiannya," jawan Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Padangpanjang Batipuh Sepuluh Koto Buya H. Amiruddin.


Syafril Alwis yang pernah menjadi wakil ketua PDM Pabasko juga berpendapat sama. Menurutnya, dalam membuat filosofis itu, tentu para pendiri Muhammadiyah tidak asal buat slogan saja. "Pasti sudah dipikirkan dengan sangat matang," jelasnya.


Dia berpendapat, Muhammadiyah adalah organisasi yang pola kaderisasi dan manajemennya sangat bagus. Apalagi, tegasnya, mekanisme pergantian kepemimpinan Muhammadiyah sudah jelas dalam kapasitasnya sebagai organisasi amal, bukan organisasi berorientasi politik praktis.


Proses pengkaderan dalam Muhammadiyah, salah satunya berorientasi kepada usaha menciptakan kader-kader pemimpin untuk periode berikutnya. Hal yang paling utama ditekankan kepada para kader itu, menurut Buya Amiruddin, adalah soal kepemimpinan kolektifitas yang diterapkan di Muhammadiyah sejak dulu.


"Kepemimpinan dalam Muhammadiyah itu kolektifitas, saling bekerjasama, dan yang menilai keberhasilan kita itu adalah orang lain dan Allah. Dalam Muhamnadiyah jangan berharap, kalau kita berhasil dan sukses dalam memimpin akan mendapat pujian orang. Cukup Allah saja yangg menilai. Kata Buya Syafii Maarif, mengurus Muhammadiyah itu melelahkan tapi menyenangkan," kata Buya Amiruddin.


Jufrizal melihat, proses kaderisasi Muhammadiyah sudah matang. Organisasi ini mampu menempatkan para kadernya sesuai kapasitas personal dan kebutuhan persyarikatan. Muhammadiyah amat menyadari, ucapnya, masing-masing kader punya kelebihan dan kekurangan.


Secara teori, tegasnya, sudah barang tentu akan lebih matang kader yang dilahirkan oleh perserikatan melalui berbagai jenjang kaderisasi.  Namun terkadang, katanya, kita juga perlu mengapresiasi kader informal yang datang dan berjuang penuh untuk Muhammadiyah.


"Untuk yang satu ini, justru biasanya akan sama, bahkan lebih militan dari kader formal karena berbuat dan bertindak dari hati dan keikhlasan.***


(MUSRIADI MUSANIF)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Top Ad