KEKUASAAN - Potret Kita | Ini Beda

Breaking

Post Top Ad

Post Top Ad

18 September 2022

KEKUASAAN

Oleh

Dr. Suhardin, S.Ag., M.Pd.

(Dosen UIC Jakarta) 


OPINI, POTRETKITA.net - Kekuasaan sangat dibutuhkan, kelancaran dakwah membutuhkan dukungan kekuasaan. Nabi Sulaiman dapat memastikan segenap manusia memiliki ketauhidan terhadap Allah SWT, karena kekuasaan yang diberikan Allah SWT yang dapat menundukkan segenap makhluk ciptaan-Nya.


Secuil pemerintahan di pojok Yaman yang bernama negeri Saba’ menyembah matahari, langsung diberikan ultimatum oleh sang penguasa yang juga Rasul Allah. Pilih menyembah selain Allah SWT atau berhadapan dengan bala tentara Sulaiman. Pilihan arif sang Ratu untuk bergabung dalam ketauihidan terhadap Allah dan meyakini Sulaiman sebagai Rasulullah. 


Nabi Muhammad SAW betapa sengsaranya di Makkah, di boikot, tidak boleh transaksi dan berinteraksi dengan kaum kafir. Mengakibatkan ummat Islam banyak kelaparan, tidak mendapatkan bahan makanan. Besaran kekayaan yang ditinggalkan Siti Khadijah, hampir habis untuk mensuplai kebutuhan makanan kaum muslimin.


Sehingga akhirnya Rasulullah hijrah ke Madinah menjadi penguasa, menyatukan pluralitas kehidupan sosial agama di Madinah. Madinah menjelma menjadi pusat kekuasaan, ummat Islam menjadi superpower dalam beberapa abad. Dengan kekuasaan Rasul memberikan surat kepada penguasa mitranya untuk beriman kepada Allah dan Rasul-Nya Muhammad SAW. 


Kekuasaan efektif dalam menjalankan visi dan misi institusional. Visi personal pemimpin sebagai orientasi dan pandangan dirinya terhadap sesuatu dapat efektif diwujudkan dengan kekuasaan dan kewenangan yang dimilikinya, baik melalui legal formal, jabatan struktural yang diemban, maupun melalui social investment yang sudah dibangun dan dikembangkannya dalam kehidupan sosial kemasyarakat.


Kekuasaan tentu melekat pada authority dan personal effect. Orang yang memiliki otoritas belum tentu berkuasa jika ia tidak memiliki pengaruh diri di tengah komunitas. Tetapi sebaliknya orang yang memiliki pengaruh dengan berbagai hal, kepenolongan, kedermawanan, solidaritas, dan kohesivitas,  akan terlihat pengaruhnya terhadap komunitas dibandingkan dengan pejabat yang memiliki otoritas. Tetapi pejabat yang memiliki otoritas dan membangun dirinya dengan karakter di atas akan lebih efektif kekuasaannya. 


Kekuasaan tersebut pada akhirnya juga memberikan kenyamanan diri pada penguasa tersebut. Terutama kekuasaan yang didapatkan dengan otoritas jabatan struktur dalam institusi dan struktur kekuasaan pemerintahan. 

Jabatan yang diemban oleh seseorang secara automaticly melekat padanya fasilitas, biaya perjalanan dinas, kendaraan dinas, ajudan, pengamanan, fasilitas kesehatan, dan berbagai keperluan pembiayaan yang akan menjadi isi dari tas yang ia miliki. 


Pejabat yang mendapatkan jabatan dan memiliki libido kekuasaan akan berusaha untuk mengembangkan dan memperbesar kekuasaannya dengan memainkan berbagai instrumen, semenjak dari regulasi, strutktur dan fungsionalisasi. Manuver dan treatment yang ia lakukan tentu untuk penguatan pengaruh dan melanggengkan kekuasaan serta menancapkan kewenangannya.


Betapa banyak pimpinan institusi berusaha untuk mengotak-atik aturan dan regulasi dengan orientasi melanggengakan kekuasaan. Betapa banyak juga penguasa yang bermain dan berkolaborasi dengan para pengusaha untuk melanggengkan dan mengefektifkan kekuasaannya.


Ada juga yang bergaya culas, dengan memanipulasi berbagai event untuk memperpanjang kekuasaannya. Pada sebuah institusi yang tidak mungkin disebutkan, diberikan undangan mendengarkan laporan kemajuan kepemimpinannya, tetapi dibalik itu direkayasa sedemikian rupa untuk melakukan legitimasi memperpanjang masa kepemimpinannya.


Direkayasa opini sedemikian rupa untuk menjatuhkan moralitas institusi yang memiliki otoritas menggantikan jabatannya. Tindakan culas, terkesan bodoh dan tuna adab. 


Betapa rendahnya keadaban yang beliau miliki, berusaha membuat gelar kehormatan dirinya diluar tatanan dan sistem yang berlaku di negara, menyebut dirinya orang yang paling heroik, sangat berjasa terhadap institusi, menguburkan semua jasa personil untuk lembaga, dan senantiasa mempropagandakan bahwa dialah yang paling berjasa untuk lembaga.


Seseorang yang yang sudah sangat cinta dengan kekuasaan boleh jadi mengidap penyakit jiwa,  takut kehilangan kekuasaan, tidak mau melepas jabatan, berusaha untuk tetap mempertahankan kekuasaan dengan berbagai cara.


Pakar psikologi menemukan penyakitnya disebut dengan megalomania, kondisi psikis seseorang yang sudah asyik dan ma’suk, sangat nyaman dengan kekuasaan, sehingga berusaha sekuat daya dan upaya untuk mempertahankan dan memperbesar kekuasaan. 


Orang-orang atau sekelompok orang yang dirasakan dapat menjadi merintangi, menghalangi dan menghambat laju kekuasaannya, diupayakan untuk disingkirkan, difitnah kalau perlu dihabisi. Seperti yang dilakukan Fir’aun terhadap bayi laki-laki dari Bani Israil yang ada di Mesir.


Orang yang mengidap penyakit megalomania, merangkul orang yang loyalisnya dan memukul orang yang kritis terhadapnya. Loyalis tanpa prestasi diberikan promosi yang berlebihan. Personal kritis difitnah, disingkirkan dan dibunuh karakternya, kalau perlu juga dibunuh secara fisik. 


Penguasa yang sudah terjebak dengan manisnya kekuasaan, tatkala ditinggalkan kekuasaan tersebut memgalami penyakit juga yang disebut dengan post power sindrome, penyakit jiwa yang merasakan bahwa dirinya tidak berguna lagi, sensitif dengan orang lain, cemburu dengan kemajuan orang lain, selalu melakukan kritik yang terkesan usil dengan kemajuan orang lain, dan merasa bahwa dirinyalah yang berprestasi dan berjasa untuk semua orang. Penyakit ini luar biasa yang pada akhirnya membuat orang bisa gila.


Untuk itu segenap kita yang mendapatkan amanah Allah SWT menjalankan tugas dan fungsi diri dalam kegiatan kemasyarakatan, tengah mendapatkan kepercayaan dari teman menjalankan institusi, yakinilah ini adalah titipan Allah dan titipan para teman, semuanya ada batasannya, setiap masa ada pemimpin dan setiap pemimpin ada masanya.


Yakinlah bahwa kekuasaan yang kita miliki dipertanggungjawabkan dalam kehidupan sosial dan dipertanggungjawabkan keharibaan Ilahi rabbai. Janganlah terlalu menghambakan diri pada kekuasaan, karena kekuasaan itu adalah alat untuk memperjuangkan nilai yang lebih tinggi dan mulia.


Naiklah dengan kepercayaan dari segenap pendukung, turunlah dari tahta dengan segudang penghormatan dan pertanggungjawabkanlah yang sudah diambil sebagai kebijakan kepada segenap steakholder dan kepada Allah SWT. Wallahu musta’an.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Top Ad