NARASUMBER
Kasman Katik Sulaiman (Kota Sungai Penuh, Jambi)
Ardinan, M.Pd (Pasaman Barat, Sumbar)
Dr. Harmaini (Pekan Baru, Riau)
Jonito Vendry, S.Ag (Pasaman, Sumbar)
Yansen (Padang Panjang, Sumbar)
Krisis ideologi Muhammadiyah rupanya telah merata dari pusat hingga daerah. Narasumber pada acara tingkat pusat hingga tingkatan di bawahnya, seringkali bukan orang Muhammadiyah lagi. Itu yang terjadi sekarang
PADANG, POTRETKITA.net – Bermula dari sebuah diskusi yang kemudian diposting di akun media sosial. Ada kegiatan Muhammadiyah yang menghadirkan tokoh non-Muhammadiyah sebagai narasumber.
![]() |
| KASMAN KATIK SULAIMAN |
Lewat forum diskusi virtual Muhammadiyah Potret Kita pada platform media sosial WhatsApp Group, Kasman menyebut, reaksi ketidaksukaan sebenarnya sudah dilontarkan banyak warga Muhammadiyah atas kegiatan memberi panggung pada tokoh non-Muhammadyah di kegiatan Muhammadiyah itu.
Ardinan, ketua Lembaga Pengembangan Cabang dan Ranting (LPCR) Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Pasaman Barat, Provinsi Sumatera Barat menyebut, mencermati realitas demikian, nampaknya dugaan terjadi krisis ideologi di internal Muhammadiyah kini tak dapat dipungkiri lagi.
“Krisis ideologi Muhammadiyah rupanya telah merata dari pusat hingga daerah. Narasumber pada acara tingkat pusat hingga tingkatan di bawahnya, seringkali bukan orang Muhammadiyah lagi. Itu yang terjadi sekarang. Saya sangat prihatin,” ujarnya.
![]() |
| ARDINAN |
“Namun yang pernah saya dengar dulu, sekitar 1986-an, dari sebagian tokoh pimpinan Muhammadiyah (maaf tidak saya sebutkan), selektifitas ketat penerimaan keanggotaan Muhammadiyah seperti yang saya maksudkan itu, tidak terlalu penting. Saya memperhatikan, memang sering terjadi, yang ditokohkan di Muhammadiyah, untuk memimpin organisasi pun, hanya melihat kayanya atau pangkat-jabatannya. Bukan melihat ruh Muhammadiyahnya. Mohon maaf, jika komentar saya kurang berkenan,” sebutnya.
Kehadiran tokoh yang pemahaman keislamannya berseberangan dengan yang dipahami Muhammadiyah, menurut Ardinan, memang melahirkan respon beragam dan dilematis. Artinya harus diakui, ujarnya, ada elemen persyarikatan yang menanggapinya lain.
“Saya kira tidak ada salahnya Muhammadiyah mengundang siapa saja untuk berdiskusi. Yang terpenting, itu hanyalah untuk bertabayun,” respon Harmaini dari Kota Pekanbaru.
![]() |
| JONITO VENDRY |
Kendati tidak menyebut lari dari khittah dan Mattan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah (MKCH), namun Jonito menyebut, warga dan oknum-oknum pimpinan Muhammadiyah sudah mulai abai dengan persoalan-persoalan seperti itu, akibat tergiur manisnya hidup sebagai birokrat, politikus, dan sejenisnya, sehingga tidak tahu lagi dengan kajian-kajian tarjih dan ideologi Muhammadiyah.
![]() |
| YANSEN |
Realitas yang sedang dihadapi Muhammadiyah saat ini, terutama terkait adanya pimpinan Muhammadiyah yang memberi panggung kepada tokoh non-Muhammadyah di acara Muhammadiyah, ‘tokoh-tokoh kental Muhammadiyah’ ibarat buih di lautan, jumlahnya memang banyak tetapi tidak berdaya.
“Muhammadiyah saat ini seringkali dibuat sibuk dengan persoalan intern. Persamaan pergerakan (Islam moderat), seringkali bergesek dengan perbedaan ideologi pemikiran. Apalagi stigma yang sengaja dibentuk entah oleh siapa pendahulunya, “kita bukan parpol tapi setiap kita boleh berparpol (cat: apa saja)", membuat sisi terdalam di organisasi ini kerap memanas.,” sebut Yansen, warga Muhammadiyah Kota Padang Panjang, Provinsi Sumatera Barat.
Sehingga ketika dilihat dari luar, sebutnya, nampak baik-baik saja, namun ternyata ketika disigi lebih dekat, ternyata kita sedang tidak baik-baik saja.
Menurutnya, pergesekan seperti ini jika dibiarkan berlanjut dan berlanjut larut, tidak hanya akan membuat naik asam lambung, bisa bisa terjadi tukar lambung. Lalu apa solusi yang layak diketengahkan, di saat kita dipandang hanya sebagai sampan pengantar ke seberang, alih-alih sebagai batu loncatan.
“Tentu perlu juga sesekali dengan segala kerendahan hati, melongok jugalah ke kaca spion yang sering terabaikan. Secara pribadi, saya lebih condong kepada warga parsyarikatan yang berpartisipasi dalam tubuh perpartaian, untuk bijak memilih partai yang sejalan dengan asas yang diusung pendiri Muhammadiyah dahulu, yakni partai yang berasaskan Islam dan amar ma’ruf nahi mungkar, sehingga istilah buih di lautan, bisa dikikis habis menjadi kader sekokoh karang di lautan,” jelasnya.(MUSRIADI MUSANIF, wartawan utama)




Tidak ada komentar:
Posting Komentar