Kue Cacah nan tak Boleh Diperjualbelikan - Potret Kita | Ini Beda

Breaking

Post Top Ad

Post Top Ad

31 Juli 2021

Kue Cacah nan tak Boleh Diperjualbelikan

KULINER. Itu merupakan keunggulan nagari-nagari di Minangkabau. Hampir seluruh nagari memiliki penganan khas. Ada yang sudah merajai pasaran kuliner nasional. Ada juga yang sudah langka dan sulit didapatkan.

kue cacah (sumbarprov.go.id)

Cita rasanya yang lezat, unik, dan memancing selera menjadi bukti, betapa kuliner menjadi keunggulan tak terkalahkan sampai kini. Harganya pun terjangkau, mulai dari rakya berkantong tipis sampai kepada yang berkantong tebal.


Tapi ada yang beda dai Nagari Koto Alam, Kecamatan Pangkalan, Kabupaten Limapuluh Kota. Nagari itu punya penganan khas yang gurih dan menggugah selera. Sayangnya, untuk mendapatkan penganan bernama kue cacah itu tidaklah mudah. ‘’Indak talok dek pitih banyak (tak terbeli dengan uang yang banyak),’’ komentar warga.


Benar. Kue itu tidak boleh diperjualbelikan. Dia akan tampil melengkapi hidangan ketika diminta niniak mamak dan acara-acara adat saja.


Bahan-bahan pembuatnya terbilang sederhana, hanya tepung ketan dicampur garam dan sedikit penyedap untuk menambah gurih rasa.


Menurut Upik (47), salah seorang warga, proses pembuatan penganan juga simpel. Setelah semua adonan diaduk dan diberi air secukupnya, lalu dipipihkan sebelum digoreng dalam wajan kecil menggunakan mentega.


"Pertama yang bikin unik sebab proses penggorengan memakai mentega tidak dengan minyak goreng seperti kebiasaan pembuatan kue tradisional. Mentega membuat kue lebih berasa dan tahan lama. Penggorengan satunkue memakan waktu kurang lebih dua menit," ujar Upik kepada rombongan Wakil Gubernur Sumbar Audy Joinaldy.


Kue cacah yang telah digoreng bisa langsung disantap dengan mencacah atau mencocol kue ke gula aren yang telah dikentalkan. Proses mencacah kue tersebutlah menyebabkan penganan ini dinamakan kue cacah.


Keunikan kedua kue ini ternyata tidak untuk diperjualbelikan. Hanya tersedia pada upacara-upacara adat dan jamuan tamu istimewa.


"Sudah menjadi tradisi turun temurun, bahwa kue cacah tak boleh dijual. Kue tersedia ketika diminta ninik mamak saat upacara adat, seperti perkawinan, tagak gala dan lainnya. Selain itu juga sebagai jamuan untuk tamu istimewa yang berkunjung ke kampung kami," tambah Upik.


Sementara itu Wakil Gubernur Sumatera Barat Audy Joinaldy saat mengunjungi masyarakat setempat mengaku terkesan dengan keunikan penganan tersebut. Walaupun tidak bisa diniagakan, dirinya menghormati kearifan lokal.


"Kearifan lokal seperti ini musti dijaga dan dipelihara. Meski tak bisa mendatangkan income dari penjualan kue langsung. Tetapi kunjungan tamu bisa berimbas kepada pos pendapatan lainnya yang dapat meningkatkan perekonomian warga," sebutnya.(*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Top Ad