Bedah Disertasi Irman : Nilai-nilai Budaya Minangkabau Ada dalam SRA - Potret Kita | Ini Beda

Breaking

Post Top Ad

Post Top Ad

27 September 2021

Bedah Disertasi Irman : Nilai-nilai Budaya Minangkabau Ada dalam SRA

TANAH DATAR, POTRETKITA.net - Konsep Sekolah Ramah Anak (SRA) sudah terinternalisasi ke dalam nilai-nilai budaya Minangkabau. Dengan demikian, insan pendidikan diharap bisa menggali lebih dalam dan mengaplikasikannya pada semua lini pendidikan. 

Irman foto bersama dengan para narasumber yang membedah disertasinya.

Demikian dikatakan Irman, Sabtu (25/9), pada Focus Group Discussion (FGD) yang menghadirkan tokoh-tokoh adat dan praktisi pendidikan di Kabupaten Tanah Datar, membahas desertasi yang dipersiapkannya untuk menyelesaikan program doktor (S.3) pada Universitas Negeri Padang (UNP).


Disertasi yang diawali dengan serangkaian penelitian itu berjudul Model Manajemen Sekolah Ramah Anak Berbasis Nilai-nilai Budaya Alam Minangkabau (MESRA-SISNIBAM). Penelitian dilakukannya pada sejumlah Sekolah Dasar (SD) yang ada di Kabupaten Tanah Datar.


‘’Dari penelitian itu dapat disimpulkan, MESRA-SISNIBAM yang diterapkan selama ini terbukti cukup baik, dan merupakan pengembangan dari model manajemen yang dikemukakan GR Terry dengan komponen utama planning (perencanaan), organizing (pengoranisasian), actuating (penyelenggaraan), dan controlling (pengawasan),’’ jelas Irman yang pernah menjadi wakil ketua DPRD  Kabupaten Tanah Datar itu.


Menurutnya, model MESRA-SISNIBAM yang ada selama ini, terinternalisasi dalam bentuk musyawarah, gotong royong, tenggang rasa, sopan santun, persatuan dan kesatuan. Hal demikian, ujarnya, merupakan nilai-nilai luhur yang sudah kental dianut oleh masyarakat Minangkabau, khususnya di Kabupaten Tanah Datar.


Dibanding dengan model-model manajemen SRA yang pernah diterapkan, menurut Irman, Model MESRA-SISNIBAM memiliki beberapa kelebihan, di antaranya sangat cocok diterapkan di Sumatera Barat umumnya dan Kabupaten Tanah Datar khususnya, mudah untuk diterapkan, mengakomodir keterlibatan niniak mamak dan bundo kanduang, serta dapat meningkatkan partisipasi stakeholder dalam mewujudkan SRA.


‘’Tapi ada juga kelemahannya, yakni hanya cocok diterapkan di Sumatera Barat, lebih khusus lagi Kabupaten Tanah Datar. Untuk daerah luar Sumbar, belum tentu model ini cocok diterapkan,’’ katanya.


Irman menjelaskan, prinsip SRA merupakan turunan dari hak dasar anak, meliputi kepentingan terbaik untuk anak, tidak diskriminasi, partisipasi anak diprioritaskan, hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan, pelaksanaan secara baik, pemantauan SRA diikutsertakan Tungku Tigo Sajarangan dan Bundo Kanduang.


Pengembangan model MESRA-SISNIBAM, jelasnya, untuk mewujudkan tercapainya tujuan SRA pada tingkat Sekolah Dasar dan sederajat, khususnya di daerah Kabupaten Tanah Datar, umumnya Sumatera Barat atau wilayah Minangkabau.


‘’SRA adalah perubahan paradigma untuk menjadikan orang dewasa di satuan pendidikan menjadi orangtua dan saat peserta didik dalam keseharian. Mereka berinteraksi dalam satuan pendidikan, sehingga  komitmen agar satuan pendidikan menjadi SRA adalah komitmen yang sangat penting dalam menyelamatkan hidup anak,’’ ujarnya.


Irman menjelaskan, SRA akan mendorong penerapan disiplin tanpa kekerasan dan tanpa merendahkan martabat anak. Hal ini, ujarnya, sesuai dengan Amanat Presiden agar Kementerian PPPA mengawal perlindungan anak di satuan pendidikan, termasuk meluruskan berbagai bentuk disiplin bagi anak di satuan pendidikan yang masih ditemukan adanya kekerasan.


Turut membedah disertasi pada FGD itu di antaranya Ketua II LKAAM Sumbar Irsal Verry Idrus Dt. Lelo Sampono, Ketua LKAAM Tanah Datar H. Dt. Andomo, Bundo Kanduang Dr. Demina, M.Ag, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Tanah Datar Ridwandi, serta Ketua Dewan Pendidikan Tanah Datar Dr. H. Arpinus, Dosen ISI Padangpanjang Dr. Iswandi dan Dosen IAIN Bukittinggi Dr. Arifmi Boy.(MUSRIADI MUSANIF)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Top Ad