Teologi Al-Adiyat - Potret Kita | Ini Beda

Breaking

Post Top Ad

Post Top Ad

23 Desember 2021

Teologi Al-Adiyat

DEMI yang berlari kencang terengah-engah; Yang memancarkan api; Yang menyerang diwaktu shubuh; Yang membangkitkan padanya debu-duli; Yang menyerbu ke tengah kumpulan (musuh); Sesungguhnya manusia terhadap Tuhannya tidaklah berterima kasih; Dan sesungguhnya di atas yang demikian itu, adalah menyaksikan sendiri; Dan sesungguhnya dia, karena cintanya kepada harta, adalah terlalu; Apakah dia tidak tahu apabila dibongkar apa yang ada di dalam kubur; Dan dilahirkan apa yang ada di dalam dada-dada; Sesungguhnya Tuhan mereka, terhadap mereka adalah amat mengetahui. (QS Al-Adiyat 1-11)


AL-QURAN Surat al-Adiyat terdiri dari sebelas ayat. Buya Hamka membagi penafsirannya menjadi tiga kelompok, pertama ayat satu sampai lima, kedua ayat enam sampai delapan dan ketiga ayat sembilan sampai sebelas. Penafsiran buya sangat konteksual tentang surat ini.

DR. Suhardin, M.Pd.
Buya tidak menterjemahkan adiyat dengan kuda perang, seperti kebanyakan terjemahan, tetapi diterjemahkan yang berlari kencang terengah-engah. Kuda dalam Bahasa Arab hisan. Adiyat belum tentu diartikan kuda, tetapi sejenis makhluk atau benda buatan yang memiliki sifat kesiapsiagaan dan senantiasa bersedia tanpa pamrih melakukan segala instruksi majikannya.


Ia berlari kencang terengah-engah, sehingga memancarkan api, menyerang di waktu subuh, artinya bekerja lebih awal dari kebiasaan orang banyak. Pekerjaannya spektakuler, membangkitkan debu-duli, debu yang ditutupi oleh embun, tetapi karena kekuatan, kecepatan larinya, debu yang ditutupi oleh embun tersebut berterbangan ke angkasa.


Profesionalitas pekerjaannya menghasilkan performance (hasil kerja) yang di luar perkiraan, melebihi ekspektasi, mengagumkan tim monitoring. Menyerbu ke tengah kumpulan musuh, tekstulisasi adalah perang nyata antara kebenaran (Islam) dengan kebathilan (kekafiran), tetapi dalam kontekstulisasi dewasa ini kemampuan cepat dan tepat menangkap peluang untuk menegakkan dan menjunjung tinggi nilai-nilai Islam di tengah kehidupan sosial. 


Bagian pertama ayat satu sampai lima menceritakan sosok dan profil adiyat yang senantiasa siap sedia menjalankan titah, perintah dan instruksi tuannya, itu ia lakukan lebih awal dan lebih cepat, dengan mencurahkan segenap kemampuannya untuk menghasilkan sesuatu yang maksimal. Ia senantiasa tampil di tengah berbagai arus, di dalam percaturan kepentingan, di tengah pusaran gelombang kekuatan.


Adiyat dengan bekal kepatuhan, kekuatan, keunggulan, keseriusan, dapat menghasilkan pekerjaan yang fantastis, di luar perkiraan, di luar ekspektasi dan menghasilkan sesuatu yang mencengangkan, mengagumkan, menggetarkan, membanggakan, membesarkan institusi, menggelorakan semangat sehingga menakutkan lawan-lawannya. 


Firman Allah SWT pada surat Al-Adiyat ayat 1-5, yang tergambar pada orang beriman tatkala itu adalah sosok seekor kuda yang kuat perkasa, kakinya dapat memercikkan api karena kencang larinya, menyerang tatkala subuh, kekencangan larinya dapat mengepulkan debu yang tertutup embun, ia menyerbu ke tengah kumpulan musuh.


Tekstualisasinya memberikan gambara kepada kita sosok seekor kuda yang memiliki keunggulan sebagai seekor binatang. Ia makhluk yang patuh, tidak mengenal pembangkangan, punya kinerja tinggi, pro aktif, dan dapat memecahkan kekuatan lawan. Tetapi kemukjizatan Alquran sangat dirasakan dalam hal ini. Al-Adiyat bukanlah hanya personifikasi kuda, tetapi adalah personifikasi spirit (semangat).


Karakter yang harus dimiliki oleh manusia sebagai sosok yang senantiasa patuh dan taat kepada Allah SWT, sebagai pencipta, senantiasa siap sedia menjalankan perintah Allah SWT berjuang dengan segenap potensi diri, baik harta benda maupun jiwa raga, untuk kepentingan menegakkan dan menjunjung tinggi Dinnul Islam dalam kehidupan sosial budaya.


Semua yang ada pada diri adalah titipan Allah SWT yang senantiasa selalu dipersembahkan untuk kepentingan Allah. Tetapi terkadang manusia merasa bahwa apa yang ada pada dirinya, kemampuan, ilmu pengetahuan, harta benda, jaringan sosial, keelokan fisik, ketampanan wajah, adalah atas usaha dan kemampuannya, sehingga membuat dirinya, arogan, sombong, angkuh dan merasa bahwa dirinya yang hebat, tidak perlu dengan orang lain. 


Pada bagian kedua ayat 6=8, Allah SWT menyatakan, “Sesungguhnya manusia terhadap Tuhannya tidaklah berterima kasih”. Manusia setelah merasa sukses untuk membuat sesuatu, berusaha untuk memberikan penguatan bahwa ia benar-benar membuat itu, dijadikan hujjah untuk pembenaran bahwa keberhasilan itu karena dia, kalau bukan karena dia sesuatu itu tidak akan tercapai.


Di sebuah institusi, katakanlah institusi pendidikan, pimpinan senantiasa bergantian, memiliki sistem kerja, memiliki standar kerja, memiliki target kinerja, memiliki tata aturan yang menjadi regulasi. Seorang yang pongah, sombong dan arogan akan senantiasa menyebut-nyebut, mengopinikan tentang keberhasilan dirinya, untuk menjadi penguatan terhadap eksistensinya di lembaga tersebut.


Ia berusaha untuk menutupi keberhasilan orang lain, menghalangi orang lain untuk dapat menyumbangkan karya di dalam institusi, menyingkirkan orang-orang yang berpotensi menjadi saingannya. Ia senantiasa menyingkirkan orang yang tidak sejalan, tidak mendukungnya, tetapi sebaliknya mengajak dan memasukkan orang-orang luar dari sistem untuk masuk ke dalam sistem, dalam  rangka memperkuat kekuasaannya.


Padahal nikmat keberhasilan yang ia dapatkan itu adalah berkat dukungan teman, atas berkat rahmat Allah SWT, tetapi karena rakus, tamak, dan cintanya terhadap harta dan kekuasaan, menghilangkan jasa dan dukungan serta pertolongan Allah SWT kepada dirinya, menganggap bahwa yang ia dapatkan itu karena kehebatan dan kepintaran ia, sehingga lembaga tersebut sukses. 


Allah mengatakan, “Dan sesungguhnya dia atas yang demikian itu, adalah menyaksikan sendiri”. Ia sebenarnya mengetahui secara utuh, bahwa keberhasilan yang diperdapat adalah atas pertolongan Allah dan atas kerja sama tim manajemen serta bantuan lembaga mitra. Karena kesombongan, keangkuhan, ketamakan, ketakutan kehilangan kuasa, ketakutan kehilangan harta, ia berusaha untuk menutupinya dan membalikkan fakta.


Fakta yang ia propagandakan adalah kesuksesan dirinya dalam menyelesaikan berbagai permasalahan lembaga. Membuang semua orang yang berjasa dan berpotensi menggantikannya. Ia berusaha membangun kekuatan baru untuk melanggengkan singgasana kekuasaan dirinya. Hal ini dinyatakan oleh Allah SWT “Dan sesungguhnya dia, karena cintanya kepada harta, adalah terlalu”.


Pada bagian ketiga, ayat 0-11, Allah SWT memberikan perumpaan dengan sangat indah terkait dengan situasi kubur, perangkat lunak yang ada pada dada manusia, semua itu ada dalam pengetahuan Allah SWT. Manusia pada hakekatnya tidak dapat mengelak dari kuasa, pertanggungjawab terhadap Allah SWT. Ayat sembilan dinyatakan Allah SWT “Apakah dia tidak tahu apabila dibongkar apa yang ada dalam kubur”.


Semua apa yang dilakukan manusia, kebijakan kepemimpinan, tindakan, perlakukan, siasat, negosiasi, propaganda,  propokasi, instruksi dan appresiasi, semuanya akan dipertanggungjawabkan ke haribaan Allah SWT. Mereka yang melakukan perbuatan positif, akan diberikan ganjaran kebaikan, pahala, dimasukkan ke dalam golongan orang yang benar.


Sebaliknya orang yang memiliki perilaku negatif akan diberikan ganjaran tuntutan, dosa, dimasukkan dalam golongan orang yang engkar kepada Allah SWT.  Allah SWT juga mengemukakan bahwa “Dan dilahirkan apa yang ada di dalam dada-dada”.


Hipokritisasi kepemimpinan yang dimainkan oleh manusia, dengan berlagak sopan, manis, simpati, seolah menghargai, tetapi sebenarnya, mereka menipu orang dan juga menipu dirinya sendiri. Ia memperlihatkan bahwa dirinya pemimpin yang apresiatif, memberikan penghargaan kepada teman, tetapi boleh jadi itu hanya tipu muslihat, dalam rangka melancarkan agenda terselubung yang sudah ia rancang dengan rapi, tetapi ingat bahwa  “Sesungguhnya Tuhan mereka, terhadap mereka, di hari itu amat mengetahui”.


Allah SWT tidak bisa dibohongi, tidak bisa dikibuli, tidak bisa ditipu, Allah mengetahui rencana, agenda, siasat, tipu-tipu yang dilancarkan oleh manusia yang kerasukan kekuasaan, harta benda, dan gila hormat dengan menabur gelar-gelar palsu. 


Dari sebelas ayat pada surat al-Adiyat tergambar, bahwa teologi yang gambarkan dalam profile Al-Adiyat; kepatuhan tanpa perhitungan dengan Allah SWT, bekerja keras dengan mencurahkan segenap potensi diri sehingga sampai kepada titik kulminasi, bergerak lebih awal sehingga mampu melakukan pengecohan terhadap lawan-lawan, menghasilkan kinerja luar biasa, sipa tanding di medan laga untuk kepentingan Allah SWT.


Membuang, mengikis, menghapus cinta yang berlebihan terhadap harta benda. Cinta terhadap harta benda dan kekuasaan membuat manusia lupa daratan, tidak berterima kasih kepada Allah SWT dan tidak menghargai para pihak yang berjasa membantu kesuksesan diri. Maka ingatlah bahwa sekecil apapun yang dilakukan akan baik itu kebaikan atau keburukan atau masih terbersit dan tersimpan di dalam dada, pasti diketahui oleh Allah SWT.  Semoga teologi ini menjadi spiritualisasi bagi kaum muslimin untuk menabur kebaikan terhadap kemanusiaan dan alam.(DR. Suhardin, M.Pd., dosen Universitas Ibnu Chaldun (UIC) Jakarta)

1 komentar:

  1. Assalaamu'alaikum w.w.Saya senang dan gembira membaca tafsir al-Quran surat al-'Adiyaat (100)ayat 1-11 yang ditulis oleh Dr.Suhardin yang pembahasannya sangat menggelitik dan membangunkan pemikiran yang mengembangkan makna al-'Aadiyaat secara kontekstual dari tinjauan teologi dari aspek kepatuhan dan ketaatan kepada ilahi, mungkin dapat dikembangkan lagi penafsirannya dari aspek-aspek lain, seperti dari aspek syari'ah tentang perlunya persiapan media dan sarana pertahanan yang lebih unggul untuk pertahanan diri dari musuh yang menyerang.

    BalasHapus

Post Top Ad