TANAH DATAR, POTRETKITA.net -- Nama Irman sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Tanah Datar. Tokoh publik itu juga sudah sangat dikenal di Sumbar. Bahkan untuk ukuran Muhammadiyah dan panggung politik praktis, nama Irman sesungguhnya telah menggema ke tingkat nasional.
Siapa Irman? Kenal kiprah dan nama, tapi belum banyak yang tahu bagaimana perjuangannya dari kecil, hingga kini sudah 'menjadi orang' dan memiliki jasa besar bagi perkembangan Luak Nan Tuo. "Orangtua saya meninggal saat kami masih kecil-kecil, tahun 1968. Dalam usia enam tahun saya sudah yatim piatu. Saya dua bersaudara," sebutnya membuka perbincangan.
Setelah mencapai usia sembilan tahun, Irman mendapat pengasuhan di Panti Asuhan Aisyiyah Batusangkar. Beliau tercatat sebagai anak asuh pada 14 Januari 1971. Cukup lama juga dia diasuh di lembaga sosial milik Persyarikatan Muhammadiyah itu, yakni hingga tahun 1982. Pengasuhan dilanjutkan oleh ibu angkatnya di Batusangkar hingga 1989. Alhamdulillah, oleh ibu angkat itu, Irman dikuliahkan hingga memperoleh gelar sarjana.
"Tahun 1990 saya diterima sebagai dosen di Universitas Eka Sakti Padang sampai sekarang. Pada 1996, saya berkesempatan melanjutkan pendidikan S-2 di Unand," jelasnya.
Tak cukup dengan gelar akademik magister sains, Irman pun melanjutkan pendidikan S-3 di Universitas Negeri Padang (UNP) dan berhasil menyelesaikannya pada 2022 ini dengan gelar akademik doktor di usianya yang mencapai 60 tahun.
Kiprah Irman mulai menonjol sejak 2002. Ketika itu, dia dipercaya sebagai pengurus di Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumbar. Di tahun yang sama, Irman mendapat amanah pula sebagai ketua Forum Dosen Swasta Sumbar hingga 2004.
Pada 2004, Irman terjun ke gelanggang politik praktis. Dia terpilih menjadi anggota DPRD Kabupaten Tanah Datar dari Partai Amanah Nasional (PAN). Cukup lama juga dia menjadi anggota legislatif, yakni hingga 2019. Berbagai amanah jabatan pun dipercayakan kepadanya di lembaga negara yang mewakili suara dan aspirasi rakyat tersebut. Dua periode dipercaya menjadi wakil ketua DPRD Tanah Datar.
Sementara dalam mengurus partai yang mengantarkannya ke lembaga legislatif, pada 2005-2010 Irman menjadi wakil sekretaris DPD PAN Kabupaten Tanah Datar, berlanjut menjadi ketua selama dua periode, sejak 2010 hingga 2020.
Setelah kembali ke masyarakat dan tidak sepenuhnya aktif di politik praktis, Irman menekuni aktivitasnya sebagai dosen. Tidak saja Universitas Eka Sakti (Unes) Padang, tapi Irman juga dipercaya untuk menjadi dosen di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) atau Syariah IAIN Batusangkar.
Irman meningkatkan intensitas kegiatannya di Muhammadiyah Tanah Datar. Suami dari Linda Gusti dengan lima putra putri ini menjadi muballigh, motivator, dan penceramah di berbagai kegiatan pengajian atau pelatihan, sebagaimana kebanyakan dilakoni aktivis Muhammadiyah. Kegiatan-kegiatan sosial pun dikerjakan dengan sungguh-sungguh.
Selama menjadi anggota DPRD Tanah Datar, kiprah Irman untuk kemajuan daerah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat sudah terbilang tinggi. Bila tidak ada tugas-tugas kedewanan, biasanya Irman hadir dan beraktivitas di tengah-tengah masyarakat. Itu dilakukannya tanpa memandang waktu, baik siang maupun malam.
Untuk bisa mendapatkan gelar akademis doktor di usia 60 tahun itu, Irman melakukan berbagai penelitian. Banyak alternatif yang dikumpulkannya untuk diteliti, tetapi kemudian pilihannya jatuh ke penerapan nilai-nilai yang terkandung dalam budaya Minangkabau, terutama dalam sekolah ramah anak. Penelitian itu menghasilkan konsep yang aplikatif bertema Model Manajemen Sekolah Ramah Anak Berbasis Nilai-nilai Budaya Minangkabau yang kemudian dipopulerkan dengan Mesra-Sisnibam. Itu pulalah yang menjadi judul disertasinya, sehingga dinyatakan lulus oleh tim penguji. Promotornya adalah Prof. Dr. Dasman Lanin, M.Pd; Prof. Dr. Mudjiran, M.S, Kons; dan Dr. Maria Montessori, M.Ed., M.Si.
"Konsep Sekolah Ramah Anak (SRA) sudah terinternalisasi ke dalam nilai-nilai budaya Minangkabau. Dengan demikian, insan pendidikan diharap bisa menggali lebih dalam dan mengaplikasikannya pada semua lini pendidikan. Mesra Sisnibam yang ada selama ini, terinternalisasi dalam bentuk musyawarah, gotong royong, tenggang rasa, sopan santun, persatuan dan kesatuan. Hal demikian, ujarnya, merupakan nilai-nilai luhur yang sudah kental dianut oleh masyarakat Minangkabau, khususnya di Kabupaten Tanah Datar," katanya.
Dibanding dengan model-model manajemen SRA yang pernah diterapkan, menurut Irman, Model Mesra-Sisnibam memiliki beberapa kelebihan, di antaranya sangat cocok diterapkan di Sumatera Barat umumnya dan Kabupaten Tanah Datar khususnya, mudah untuk diterapkan, mengakomodir keterlibatan niniak mamak dan bundo kanduang, serta dapat meningkatkan partisipasi stakeholder dalam mewujudkan SRA.
‘’Tapi ada juga kelemahannya, yakni hanya cocok diterapkan di Sumatera Barat, lebih khusus lagi Kabupaten Tanah Datar. Untuk daerah luar Sumbar, belum tentu model ini cocok diterapkan,’’ katanya.
Irman menjelaskan, prinsip Sekolah Ramah Anak (SRA) merupakan turunan dari hak dasar anak, meliputi kepentingan terbaik untuk anak, tidak diskriminasi, partisipasi anak diprioritaskan, hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan, pelaksanaan secara baik, pemantauan SRA diikutsertakan Tungku Tigo Sajarangan dan Bundo Kanduang.
Begitulah lika-liku kehidupan doktor, politisi, mubaligh, dan tokoh masyarakat Tanah Datar itu. "Menjadi anak panti asuhan tidak mematahkan langkah saya. Cita-cita yang dibarengi motivasi dan semangat juang yang tinggi bisa dicapai. Saya selalu optimis,'' ujarnya.(MUSRIADI MUSANIF)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar