Rasul Terakhir - Potret Kita | Ini Beda

Breaking

Post Top Ad

Post Top Ad

09 Juni 2022

Rasul Terakhir

Oleh Dr. Suhardin, M.Pd

(Dosen Universitas Ibnu Chaldun Jakarta)

 ALLAH SWT  adalah wali, pelindung orang-orang yang beriman, mengeluarkan dari kegelapan kepada cahaya yang terang benderang, minazzulumati ilan nur. (QS. Albaqarah 2: 257). 

Eksekusi untuk mengeluarkan orang-orang yang beriman dari kegelapan tersebut, Allah SWT mengutus rasul dan nabi. Rasul diberikan tanggungjawab mutlak untuk membawa ummat dari kegelapan menuju cahaya Allah SWT. Dinyatakan dalam Alquran:  Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk yang benar” (Qs. As-Saff 61:9).

 

Kepada Rasul-Nya, Allah SWT memerintahkan langsung untuk beriman kepada Allah dan menyembah-Nya. “Maka ketika dia mendatanginya (ke tempat api itu) dia dipanggil, “wahai Musa!. Sungguh Aku adalah Tuhanmu, maka lepaskanlah kedua terompahmu. Karena sesungguhnya engkau berada di lembah yang suci, Tuwa. Dan Aku telah memilih engkau, maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan kepadamu. Sungguh, Aku ini Allah, tidak ada Tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dan laksanakanlah shalat untuk mengingat Aku”. (QS. Taha 20:11-14).

 

Allah SWT kepada para Rasul dan Nabi-Nya menyebut nama dan memberikan perintah langsung seperti pada nabi Musa AS. Demikian juga kepada nabi Zakariyah. “(Allah berfirman), “Wahai Zakariya! Kami memberi kabar gembira kepadamu dengan seorang anak laki-laki namanya Yahya, yang Kami belum pernah memberikan nama seperti itu sebelumnya” (QS. Maryam 19:7)

 

Allah SWT memberikan perintah langsung dengan menyebut nama Rasul-Nya, ya Adam, ya Idris, ya Nuh, ya Shaleh, ya Hud, ya Daud, ya Sulaiman semua nama Rasul disebutkan dengan jelas dan tegas. Perintah langsung ya Muhammad, tidak ada terdapat dalam Alquran. Allah hanya memberikan pengkabaran “Muhammad adalah utusan Allah, dan orang-orang yang bersama dengan dia bersikap keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka...” (QS. Al-Fath 48:29).

 

Allah SWT menegur Nabi Muhammad SAW dengan sebutan ya hayyuhal muzammil, ya hayyuhal mudatsir,  (wahai orang yang berselimut), abasa wa tawalla, (Dia (Muhammad) berwajah masam dan berpaling). Demikian juga dalam pemberian wahyu yang pertama, Allah SWT tidak mememerintah sembahlah Aku!, tetapi memerintahkan untuk membaca dengan menyebutkan nama Tuhan yang mencipta. “Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu  yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah Tuhanmu yang maha mulia. Yang mengajar manusia dengan pena. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya”. (Qs. Al-Alaq 96: 1-5).

 

Pertanyaan utama mengapa Allah SWT tidak memanggil dan memerintah dengan langsung menyebut nama Muhammad? Apakah Allah SWT sangat sayang terhadap nabi Muhammad sehingga tidak menyebut namanya?.

 

Pertanyaan ini sulit untuk dijawab tentu terpulang kepada Allah SWT “wallahu alam” di luar konteks nalar dan logika kita. Tetapi yang jelas, Nabi Muhammad SAW sangat istimewa dibandingkan dengan nabi dan rasul sebelum beliau.

 

Rasul sebelum Rasulullah Muhammad SAW meminta untuk menyaksikan keberadaan Allah SWT, maka Allah SWT memerintahkan untuk melihat bukit, sehingga beliau menyaksikan bukit pecah berantakan, hingga pada akhirnya Nabi Musa AS merasakan bahwa permintaan beliau agak berlebihan. Tetapi Rasululah Muhammad SAW langsung diberangkatkan oleh Allah SWT menemui beliau di arsy-Nya, bertemu langsung dengan Allah SWT, untuk menerima perintah mengerjakan shalat, dengan beberapa kali pertemuan sehingga diputuskan untuk shalat lima waktu sehari semalam.

 

Muhammad SAW nama yang sangat spesial diberikan Allah SWT. Terambil dari akar kata “ahmad” orang yang sangat dekat dengan Allah SWT. Dan kata “hamid” orang yang sangat kasih dan peduli terhadap sesama makhluk ciptaan Allah SWT.

 

Kata Muhammad singhat muballaghah dari “ahmad” dan “hamid” artinya memiliki sifat dekat dengan Allah dan dekat dengan ciptaan Allah yang bersangatan. Kedekatan dengan Allah tidak ada bandingnya dari semua jenis makhluk yang diciptakan-Nya. Kedekatan dengan makhluk ciptaan Allah tidak ada bandingnya. Muhammad SAW adalah seorang hamba Allah SWT yang paling mulia dari semua makhluk yang diciptakan Allah SWT.

 

Dalam konteks historikal personal, Muhammad seorang manusia yang mendapatkan predikat “al-amien” manusia yang sangat arif, bijaksana, terpercaya oleh segenap manusia yang mengenalnya. Seorang Abu Lahab yang sangat benci terhadap Muhammad kerena sangat berkepentingan terhadap kekuasaan.

 

Beliau sangat mempercayai Muhammad SAW. “Andaikan Muhammad mengatakan bahwa ada emas sebesar kuda di dalam bukit ini, saya akan percaya, karena Muhammad tidak pernah berbohong, tetapi karena yang beliau sampaikan bertentangan dengan kepentinganku, maka pastilah akan aku tentang selamanya”. Demikianlah personal trust yang dimiliki oleh sang Rasulullah SAW.

 

Boleh jadi juga Allah SWT tidak menyebut langsung kepada nama Muhammad SAW, karena syariat yang diturunkan Allah SWT kepada nabi Muhammad SAW bukan dibatasi oleh lokus (tempat) dan conteks (masa berlaku). Berbeda dengan Nabi dan Rasul sebelumnya dibatasi oleh wilayah dan waktu.

 

Nabi Muhammad SAW adalah khatamal anbiya wal mursalin. Muhammad SAW diutus sebagai penutup para Nabi dan Rasul serta yang paling mulia diantaranya. Segala yang disyariatkan Allah SWT kepada Rasulullah Muhammad SAW berlaku sepanjang masa di semesta ciptaan Allah SWT ini.

 

Khatamal anbiya wal mursalin, Rasul Allah yang terakhir, penutup segala kerasulan dan kenabian dan manusia yang paling mulia di muka bumi ini. Semua perkataan dan perbuatan Rasulullah Muhammad SAW bukanlah atas kehendak hawa nafsunya, tetapai semua dibawah kendali dan bimbingan Allah SWT. Beliau hamba Allah yang sangat terpelihara dari kemungkinan berbuat salah, karena senantiasa dibimbing oleh Allah SWT.

 

Sangat tidak wajar apabila ada diantara pejabat negara, pemeluk agama lain, yang memberikan label, justifikasi negatif, terhadap kehormatan, kemuliaan Rasulullah SAW. Semua ummat Rasulullah memberikan jiwa dan raganya untuk membela kemuliaan Nabi dan Rasul Allah SWT. Maka hukuman harus diberikan secara proporsional kepada orang-orang yang terlanjur melakukan penistaan terhadap kemuliaan Rasulullah.

 

Orang yang melakukan penistaan terhadap kemuliaan Rasulullah wujud dari tuna literatif, dan tuna keadaban. Zaman yang sudah begitu maju, literatur yang sudah tersedia dimana-mana, tetapi masih saja ada pejabat negara yang primitif, tuna literasi dan tuna peradaban. Ini tentu lebih jahiliyah dibandingkan dengan Abu Lahab.

 

Seorang Abu Lahab yang agitatif, ambisionis, dan propokatif masih menyimpan simpati dan trust terhadap kepribadian agung sang Nabi besar Muhammad SAW.  Wallahu alam. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Top Ad