Oleh Dr. Suhardin, M.Pd
(Dosen Universitas Ibnu Chaldun Jakarta)
Eksekusi untuk mengeluarkan orang-orang yang beriman dari kegelapan
tersebut, Allah SWT mengutus rasul dan nabi. Rasul diberikan tanggungjawab
mutlak untuk membawa ummat dari kegelapan menuju cahaya Allah SWT. Dinyatakan
dalam Alquran: “Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk yang benar”
(Qs. As-Saff 61:9).
Kepada Rasul-Nya, Allah SWT memerintahkan langsung untuk beriman kepada
Allah dan menyembah-Nya. “Maka ketika dia
mendatanginya (ke tempat api itu) dia dipanggil, “wahai Musa!. Sungguh Aku
adalah Tuhanmu, maka lepaskanlah kedua terompahmu. Karena sesungguhnya engkau
berada di lembah yang suci, Tuwa. Dan Aku telah memilih engkau, maka
dengarkanlah apa yang akan diwahyukan kepadamu. Sungguh, Aku ini Allah, tidak
ada Tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dan laksanakanlah shalat untuk
mengingat Aku”. (QS. Taha 20:11-14).
Allah SWT kepada para Rasul dan Nabi-Nya menyebut nama dan memberikan
perintah langsung seperti pada nabi Musa AS. Demikian juga kepada nabi
Zakariyah. “(Allah berfirman), “Wahai
Zakariya! Kami memberi kabar gembira kepadamu dengan seorang anak laki-laki
namanya Yahya, yang Kami belum pernah memberikan nama seperti itu sebelumnya”
(QS. Maryam 19:7)
Allah SWT memberikan perintah langsung dengan menyebut nama Rasul-Nya, ya
Adam, ya Idris, ya Nuh, ya Shaleh, ya Hud, ya Daud, ya Sulaiman semua nama
Rasul disebutkan dengan jelas dan tegas. Perintah langsung ya Muhammad, tidak
ada terdapat dalam Alquran. Allah hanya memberikan pengkabaran “Muhammad adalah utusan Allah, dan
orang-orang yang bersama dengan dia bersikap keras terhadap orang-orang kafir,
tetapi berkasih sayang sesama mereka...” (QS. Al-Fath 48:29).
Allah SWT menegur Nabi Muhammad SAW dengan sebutan ya hayyuhal muzammil, ya
hayyuhal mudatsir, (wahai orang yang
berselimut), abasa wa tawalla, (Dia
(Muhammad) berwajah masam dan berpaling). Demikian juga dalam pemberian wahyu
yang pertama, Allah SWT tidak mememerintah sembahlah Aku!, tetapi memerintahkan
untuk membaca dengan menyebutkan nama Tuhan yang mencipta. “Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu
yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
Bacalah Tuhanmu yang maha mulia. Yang mengajar manusia dengan pena. Dia
mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya”. (Qs. Al-Alaq 96: 1-5).
Pertanyaan utama mengapa Allah SWT tidak memanggil dan memerintah dengan
langsung menyebut nama Muhammad? Apakah Allah SWT sangat sayang terhadap nabi
Muhammad sehingga tidak menyebut namanya?.
Pertanyaan ini sulit untuk dijawab tentu terpulang kepada Allah SWT “wallahu alam” di luar konteks nalar dan
logika kita. Tetapi yang jelas, Nabi Muhammad SAW sangat istimewa dibandingkan
dengan nabi dan rasul sebelum beliau.
Rasul sebelum Rasulullah Muhammad SAW meminta untuk menyaksikan keberadaan
Allah SWT, maka Allah SWT memerintahkan untuk melihat bukit, sehingga beliau
menyaksikan bukit pecah berantakan, hingga pada akhirnya Nabi Musa AS merasakan
bahwa permintaan beliau agak berlebihan. Tetapi Rasululah Muhammad SAW langsung
diberangkatkan oleh Allah SWT menemui beliau di arsy-Nya, bertemu langsung dengan Allah SWT, untuk menerima
perintah mengerjakan shalat, dengan beberapa kali pertemuan sehingga diputuskan
untuk shalat lima waktu sehari semalam.
Muhammad SAW nama yang sangat spesial diberikan Allah SWT. Terambil dari
akar kata “ahmad” orang yang sangat dekat dengan Allah SWT. Dan kata “hamid”
orang yang sangat kasih dan peduli terhadap sesama makhluk ciptaan Allah SWT.
Kata Muhammad singhat muballaghah
dari “ahmad” dan “hamid” artinya memiliki sifat dekat dengan Allah dan dekat
dengan ciptaan Allah yang bersangatan. Kedekatan dengan Allah tidak ada
bandingnya dari semua jenis makhluk yang diciptakan-Nya. Kedekatan dengan
makhluk ciptaan Allah tidak ada bandingnya. Muhammad SAW adalah seorang hamba
Allah SWT yang paling mulia dari semua makhluk yang diciptakan Allah SWT.
Dalam konteks historikal personal, Muhammad seorang manusia yang
mendapatkan predikat “al-amien” manusia yang sangat arif, bijaksana, terpercaya
oleh segenap manusia yang mengenalnya. Seorang Abu Lahab yang sangat benci
terhadap Muhammad kerena sangat berkepentingan terhadap kekuasaan.
Beliau sangat mempercayai Muhammad SAW. “Andaikan Muhammad mengatakan
bahwa ada emas sebesar kuda di dalam bukit ini, saya akan percaya, karena
Muhammad tidak pernah berbohong, tetapi karena yang beliau sampaikan
bertentangan dengan kepentinganku, maka pastilah akan aku tentang selamanya”.
Demikianlah personal trust yang
dimiliki oleh sang Rasulullah SAW.
Boleh jadi juga Allah SWT tidak menyebut langsung kepada nama Muhammad
SAW, karena syariat yang diturunkan Allah SWT kepada nabi Muhammad SAW bukan
dibatasi oleh lokus (tempat) dan conteks (masa berlaku). Berbeda dengan Nabi
dan Rasul sebelumnya dibatasi oleh wilayah dan waktu.
Nabi Muhammad SAW adalah khatamal anbiya wal mursalin. Muhammad SAW diutus
sebagai penutup para Nabi dan Rasul serta yang paling mulia diantaranya. Segala
yang disyariatkan Allah SWT kepada Rasulullah Muhammad SAW berlaku sepanjang
masa di semesta ciptaan Allah SWT ini.
Khatamal anbiya wal
mursalin, Rasul Allah yang terakhir, penutup segala kerasulan dan kenabian dan
manusia yang paling mulia di muka bumi ini. Semua perkataan dan perbuatan
Rasulullah Muhammad SAW bukanlah atas kehendak hawa nafsunya, tetapai semua
dibawah kendali dan bimbingan Allah SWT. Beliau hamba Allah yang sangat
terpelihara dari kemungkinan berbuat salah, karena senantiasa dibimbing oleh
Allah SWT.
Sangat tidak wajar apabila ada diantara pejabat negara, pemeluk agama
lain, yang memberikan label, justifikasi negatif, terhadap kehormatan, kemuliaan
Rasulullah SAW. Semua ummat Rasulullah memberikan jiwa dan raganya untuk
membela kemuliaan Nabi dan Rasul Allah SWT. Maka hukuman harus diberikan secara
proporsional kepada orang-orang yang terlanjur melakukan penistaan terhadap
kemuliaan Rasulullah.
Orang yang melakukan penistaan terhadap kemuliaan Rasulullah wujud dari
tuna literatif, dan tuna keadaban. Zaman yang sudah begitu maju, literatur yang
sudah tersedia dimana-mana, tetapi masih saja ada pejabat negara yang primitif,
tuna literasi dan tuna peradaban. Ini tentu lebih jahiliyah dibandingkan dengan
Abu Lahab.
Seorang Abu Lahab yang agitatif, ambisionis, dan propokatif masih menyimpan simpati dan trust terhadap kepribadian agung sang Nabi besar Muhammad SAW. Wallahu alam. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar